Part 4

138 15 27
                                    

Famela PoV

Flashback lima tahun yang lalu

Aku menatap sendu kearah orang tuaku. Kami sedang berada diruang keluarga rumah ini. Tumben sekali. Tentu saja tumben karena ini adalah pertama kalinya sejak tiga bulan yang lalu, Famela akhirnya merasakan keluarganya dengan utuh. Entah apa yang dipikirkan oleh mereka, tiba-tiba saja mereka memintaku untuk menerima perjodohan yang sudah papa atur dengan rekan bisnisnya. Papa melihatku dengan sorot mata tajam seolah dia tidak menginginkan bantahanku kali ini. Memangnya aku pernah membantah ucapannya? Tanyaku didalam hati. 

"Papa harap kamu tidak menolak permintaan Papa untuk kali ini." ucap Papa dengan tegas. Aku mengangkat wajahku untuk menatap Papa. Lalu aku mengucapkannya dengan tegas,

"Memangnya kapan aku pernah menolak permintaan Papa?" tanya ku dengan sarkatik. Papa terlihat sedikit kaget namun dengan segera dapat memasang kembali wajah datar dan dingin yang selalu ia kenakan didepanku.

Aku berdiri dari sofa tempatku duduk, lalu berjalan hendak kembali kekamar. Tapi sebuah suara dari orang yang paling aku sayang didunia ini menghentikan langkahku.

"Kalau kau membatalkan perjodohan ini, maka kau akan membuat keluarga ini menanggung malu." ucap Mama dengan dingin dan tajam seperti biasanya.

Mama tidak pernah bersikap lembut kepadaku. Caranya berbicara dengan ku sangat  berbeda ketika beliau bicara dengan kak Eka atau Gio--adikku. Mungkin karena Mama ingin aku tumbuh menjadi wanita yang kuat dan tangguh sepertinya. Aku sangat mengidolakan Mama. Bagiku beliau adalah orang terhebat yang pernah ada. Sebuah pemikiran naif yang kini mulai aku sesali.

Aku merebahkan diri di ranjang berukuran Queen yang ada dikamarku. Kamarku memang kecil dibandingkan dengan kamar-kamar yang lain yang ada di rumah ini. Letak kamarku di ujung lorong lantai dua. Sedikit tersembunyi karena untuk mencapai pintu kamarku maka kalian harus melewati balkon paling ujung lantai ini dan berbelok kekiri setelahnya. Hanna dulu sering bertanya padaku kenapa kamarku berada paling ujung dan paling kecil sendiri, bahkan kamar tamu pun lebih luas dibanding kamarku. Aneh bukan?  Tapi aku tak pernah berpikir bahwa itu aneh.

Besok adalah pertemuan pertamaku dengan calon suami yang mereka jodohkan kepadaku. Aku tidak tau siapa namanya dan bagaimana rupanya.

Tok.. Tok.. Tok

Aku membuka pintu kamarku dan menemukan kakakku tengah berdiri dengan tampan didepan kamarku. Dia memang selalu tampan. Ditambah dengan bulu bulu halus disekitar rahangnya membuatnya semakin terlihat maco. Kakakku adalah duplikat dari Papa sedangkan adikku adalah duplikat dari Mama. Aku sendiri pun suka bingung aku mirip siapa. Pasalnya aku tidak mirip keduanya. Apalagi rambutku yang berwarna kemerahan. Sedangkan rambut Papa dan Mama berwarna hitam legam. Aku menaikkan sebelah alisku, mempertanyakan maksud kedatangannya kekamarku.

"Apa kamu bahagia?" tanya kak Eka padaku.  Aku menaikkan kedua bahuku lalu berkata

"setidaknya aku membuat Papa dan Mama habagia"

"Tapi tidak dengan mengorbankan kebahagiaan mu Mela." aku tersenyum kearahnya.

"Aku bahagia kalau mereka bahagia kak." ucapku lalu menaik turunkan kedua alisku kearahnya.

"Terserah kamu aja deh... Tapi kamu harus berjanji bahwa kamu akan bahagia." aku mengangguk lalu mengucapkan kata OK.

Kak Eka sudah meninggalkan kamarku dan kembali kekamarnya. Aku tersenyum getir. Aku bahkan tidak yakin aku akan bahagia.

Flashback off

Pagi hari memang saat yang tepat untuk mengingat kenangan.
Aku menghembuskan napas, lalu bangun dari tempat tidur dan duduk dipinggir ranjang. Rencana apa yang akan aku lakukan hari ini? Rasanya aku malas melakukan apapun.

Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang