Chapter 9 : Crying Butterfly

1.6K 262 15
                                    

IRIE'S POV

Matahari mulai terbenam ke ufuk barat. Aku berjalan bersama teman sekelasku, Fujiwara Mayuko. Kami memang sangat dekat. Bahkan sangking dekatnya, banyak yang menjodoh - jodohkan kami.

Awalnya aku merasa kikuk namun setelah lama - kelamaan, aku dan Mayuko mulai terbiasa.
Mayuko mengisi kekosongan yang ada di hatiku. Ia bagaikan cahaya yang telah menerangi duniaku yang suram dan gelap.

Aku rasa.... aku telah.. jatuh ci..ci...

Tidak. Otakku kesulitan menerjemahkannya.

"Irie-kun?" tanya Mayuko sembari menggandeng tanganku.

"Ada apa?" tanyaku.

"Aku lelah nih, duduk disana sebentar, yuk!" pinta Mayuko lalu menunjuk sebuah kursi taman di bawah sebuah pohon sakura.

"Baiklah" jawabku mengiyakan.

Setelah itu, tak ada percakapan apapun diantara kami. Suasana canggung mulai menyerang. Itu membuat suara jantungku terdengar dengan sangat jelas.

GRAB..

Hangat.

"Irie-kun, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu" ujar Mayuko pelan.
Kulihat tangan kanannya menyentuh tangan kiriku.

DEG!

Apa barusan aku tidak salah dengar?

"Telah banyak pertempuran yang kita lalui dan selama itu kaulah yang selalu melindungiku. Semenjak itu... aku selalu mengagumimu dan aku jadi semakin penasaran akan dirimu" lanjutnya.

Kurasakan tangan kanannya semakin erat menggenggam tangan kiriku.
Sementara tangan kirinya perlahan mulai bergerak menyentuh wajahku.

Aku terdiam menatap mata ungu gelapnya. Warna mata itu membuatku tenggelam di dalamnya.

"Irie-kun, aku mencintaimu" ujar Mayuko sembari perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Mata Mayuko mulai terpejam. Kemudian akupun ikut memejamkan mataku.

"Aku pikir akulah yang akan pertama kali menciummu, Ami"...

DEG!

Seketika mataku terbuka dengan sendirinya. Lalu sesegera mungkin kupegangi pundak Mayuko dan menjauhkan badannya dariku.

Akibatnya ia menatapku heran. Sedangkan aku berusaha menghindari kontak mata dengannya.

"Kenapa kau melakukannya? Aku pikir kau akan..." ujar Mayuko dengan nada agak kesal.

"Mayuko, aku pikir ini salah.." selaku cepat.

"Apa maksudmu? Kita sudah banyak melewati bermacam hal bersama, Irie-kun" protes Mayuko.

".." aku terdiam dan tak berani menatap Mayuko.

Pikiranku menjelajah mengingat Ami, teman SMP ku. Anak perempuan yang selama ini selalu membuatku tak karuan.

Sedih? Bahagia? Kesal? Semua emosi itu bisa Ami timbulkan padaku semaunya tanpa ia sadari.

Melihatnya dicium oleh laki - laki asing waktu itu membuatku frustasi dan sensitif. Meski begitu, nampaknya Ami tidak mempedulikan anak asing itu. Setelahnya ia malah mengajakku pulang bersamanya.

Arrghh..!! Aku pusing!!!

"Irie-kun!?" tanya Mayuko kesal. Ia membangunkanku dari lamunan.

Walaupun aku bukanlah orang pertama yang menciumnya, tapi akan kubuat dia menjadi orang pertama yang menciumku.

"Irie-kun, apakah kamu tidak mencintaiku?" tanya Mayuko.

Kemudian aku tersenyum dan menjawab "Maaf. Aku tidak bisa".

"Eh...?" gumam Mayuko kaget.

***

AMI'S POV

Hari demi hari berlalu. Musim silih berganti dan perasaan dendam semakin menggunung dalam hati.

Dendam. Setidaknya itulah yang teman - teman dan musuhku rasakan saat ini.
Sementara aku sudah tidak bisa merasakan apapun. Hanya datar yang kurasakan. Hatiku telah mati. Ia telah terkubur dan membusuk jauh di dalam diriku.

Aku membunuh bukan karena dendam. Tapi aku membunuh karena itulah tujuanku. Memusnahkan si jubah hijau adalah tujuan utamaku.
Dia harus bertanggung jawab karena telah membuatku segila ini.

Aku sudah menginjakan kakiku di sekolah ini selama satu tahun. Musim semi tahun depan, aku naik ke kelas 2.
Dan dengan cara yang tidak kumengerti, namaku dikenal sebagai pembunuh tanpa emosi.

Mereka bilang aku hebat. Aku pahlawan jurusan. Namun aku merasa biasa - biasa saja akan hal itu.

Yah, jurusan matematika juga tak mau kalah dengan jurusan bahasa. Merekapun memiliki penyerang terbaik yang mereka juluki ' Green Flash ' . Lebih tepatnya si ahli pedang yang selama ini sedang aku buru.

Si jubah hijau.

Dialah yang menjadi lawan utamaku setiap kali terjadi pertempuran.
Namun dia selalu berhasil lolos dariku. Entah bisa lolos dengan bantuan dari siapa, tapi jika aku tahu, aku akan langsung membunuh orang yang telah membantu si Green Flash.

Aku menatap langit senja seorang diri. Mengenang seseorang yang dulu pernah mengisi hatiku.

Namun cepat - cepat kusingkirkan kenangan itu. Aku beralih menatap kenyataan. Kenyataan bahwa dia adalah musuhku. Aku tidak boleh sampai terbuai lagi dengan perasaan konyol ini.

Angin sore berhembus menerbangkan helai demi helai rambut panjangku. Suara burung gagak terdengar nyaring dan berisik di sekitar langit jingga itu.

Aku menghela nafas berat lalu kuputuskan...

"Aku membencimu, Irie-kun".

***

Seorang profesor nampak asyik mengotak - atik komputer besar di hadapannya.
Berbagai macam coding yang rumit ia ketikkan disana.

" Dengan menambahkan dataku, maka aku bisa masuk dan memulai permainan yang sebenarnya" ujarnya puas.

"Permainan apa, ayah?" tanya anak laki - lakinya.

"Aku bisa memasuki dunia buatanku dan berperan sebagai Dewa disana. Dengan begitu anak - anak SMA bodoh itu akan menjadi penyembahku" jawab profesor mangut - mangut.

"Dewa..?" gumam anaknya.

"Ya, lihat saja" ujar profesor lalu kembali mengetik dengan serius.

***

Note :

Haii ~
Salam kenal^^
Cuma pengen mengingatkan, bagi yang sudah membaca cerita ini jangan lupa vote ya ~

Author mohon, jangan cuma jadi pembaca gelap 😥

Setidaknya tinggalkanlah vote karena vote kalian merupakan satu semangat buat author 😁

Gakkou SurvivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang