Chapter 8 : Hati yang Mati

1.8K 174 3
                                    

Aku terbangun di sebuah ruangan serba putih. Di sisi kanan dan kiri tempat tidurku terdapat tirai - tirai yang menghalangi.

Kusentuh kepalaku dan kurasakan ada rasa sakit disana. Kemudian memoriku memutar pada kejadian sebelumnya.

"Senpai.." gumamku.

Tak lama kemudian munculah seseorang dari balik tirai. Ia tersenyum ramah padaku sambil membawakanku beberapa cemilan.

"Aku tahu kau sudah sadar" ujarnya sembari duduk di pinggir ranjangku.

"Kau...mau apa kesini?" tanyaku ketus.

"Aku hanya ingin menjengukmu, tidak boleh?" ia bertanya balik. Menjengkelkan.

"Tinggalkan aku sendiri, Tamaki" perintahku serius.

"Kau kasar sekali. Apakah kau malu mengakui kekalahanmu, Ami?" tanya orang itu, Tamaki. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku dengan senyuman licik.

"Menjauhlah!! Aku tidak mengerti!!" sahutku kesal. Refleks, aku terbangun dari posisi awalku dan segera mendorong Tamaki menjauh.

"Hehe.. kau sudah lihat, kan? Orang - orang jurusan matematika itu sangat kejam dan patut untuk dibunuh. Si Irie itu juga termasuk, lho.." ujar Tamaki.

Aku terdiam. Seketika aku teringat dengan orang berjubah hijau yang baru saja membunuh Takeo dan Rika. Kalau saja waktu itu Kou senpai tidak datang, dia pasti sudah mati di tanganku.

Tanpa sadar, tanganku mengepal keras dengan sendirinya. Hatiku panas sedangkan logikaku sedang memikirkan cara - cara pembunuhan terkeji yang belum pernah dilakukan.

Tamaki tersenyum penuh kemenangan. Ia terkekeh geli menatapku.

"Bagaimana?" tanya Tamaki.

BRUK!

Aku mendorong tubuh Tamaki hingga terjatuh hanya dengan satu tangan. Setelah itu aku segera bangkit dari tempat tidur dan pergi.

***

Aku kembali ke dimensi dewa tanpa sepengatahuan siapapun. Aku menerobos masuk ke gedung jurusan matematika dan mencari keberadaan si jubah hijau sialan.

Tangan kananku sudah bersiap menebaskan katana-ku kapan saja. Aku tidak peduli siapa yang akan kubunuh. Asalkan itu orang dari jurusan matematika.

Kemudian aku mendengar suara obrolan di ruangan yang ada di sebelahku.
Dan tanpa basa - basi aku langsung masuk ke ruangan itu.

"Kau siapa!?" teriak salah satu dari mereka sambil mengacungkan senjatanya padaku.

".." aku tak bergeming.

"Apa kau..." ...

SRASH!!

Aku memotong kepala lima orang sekaligus hanya dengan sekali tebasan.
Tak lama setelah itu kudengar suara kepala jatuh dan diikuti suara darah yang keluar dengan derasnya.

Dalam waktu sepersekian detik, bau anyir sudah mengganggu indra penciumanku.

Aku berbalik, menatap mayat mereka yang menyedihkan. Kemudian kuinjak - injak salah satu kepala mereka dengan keras.
Terus...terus...dan terus.

Hingga terdengar suara retakan tulang dari sana.

"Hehehe..., dasar lemah. Selanjutnya kepala yang mana, ya?" gumamku senang.

DOR!

Sebuah peluru berwarna emas melesat ke arahku. Namun aku berhasil menangkisnya dengan katana-ku.

Di depan pintu ruangan, dapat kulihat beberapa senpai menatapku nanar. Mereka sedang dalam posisi siaga menyerang.

"Untung katana-ku tidak rusak gara - gara peluru bodoh ini" ujarku sambil memainkan peluru emas yang tadi berhasil kutangkis.

Gakkou SurvivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang