Prelude

1.7K 78 17
                                    

Note for readers: Halo semuanya! Pertama-tama author mau berterimakasih buat kalian yang udah setia membaca ff ini, rajin komentar juga agar saya melanjutkannya. Setelah hiatus cukup lama author akhirnya punya sedikit waktu. Jujur, author sudah punya ending ff ini dalam kepala sejak lama, namun untuk menuangkan semuanya ke dalam tulisan bukan satu hal yang mudah. Banyak hal yang mengganjal pikiran author, kesibukan kuliah salah satunya. Tapi author mau menegaskan sama kalian kalau author ga lupa sama ff ini. Semoga chapter terakhir beserta epilog dapat author post dalam waktu dekat. For today, this, is a prelude for the last chapter.

For Tara Dupont, Kawamura Yuuto, and Tatsuya Fujisawa

***
Tara

Kau tahu, aku selalu percaya bahwa tiap manusia di muka bumi ini terlahir dengan hati yang utuh. Namun seiring dengan berjalannya waktu, hati dapat menjadi kotor, retak, patah, bahkan hancur berkeping-keping. Pertama kalinya itu terjadi mungkin adalah saat cinta pertama kita berakhir. Mudah memang, mematahkan dan menghancurkan hati orang yang mencintaimu. Yang sulit adalah mencintai mereka yang hatinya telah patah dan hancur oleh orang lain, sambil menyusun kembali pecahan hati mereka satu per satu bagaikan puzzle. Berapa keping? Berapa lama waktu yang dibutuhkan? Kedua hal itu tidak diketahui secara pasti. Namun suatu hari, saat pecahan terakhir hati orang itu direkatkan kembali, barulah ia akan siap untuk mencintai kembali. Walau dengan hati yang telah cacat, dan takkan pernah utuh kembali.

***
Tatsuya

Kematian memang menakutkan bagi sebagian besar orang. Bukan karena apa yang dilakukannya kepadamu, tapi kepada orang orang di sekelilingmu. Mereka yang peduli dan menyayangimu. Bagian terburuknya adalah fakta bahwa tidak ada yang dapat kau lakukan untuk mengubahnya. Kau hanya dapat menahan napasmu, dan berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk. Dimana suatu saat, kau dapat terbangun dan melupakan segalanya. Namun waktu terus berlalu, dan kau tak kunjung terbangun. Hingga kemungkinan buruk terlintas dalam pikiranmu:'Bagaimana jika aku tidak akan pernah terbangun?'. Bagaimana jika tanganmu takkan pernah lagi memiliki kuasa untuk menghapus air matanya, memeluk dan membiarkannya terisak dalam dekapanmu. Bagaimana jika dia memang tidak pernah ditakdirkan untuk bahagia denganmu? Meski berat, kau harus belajar untuk merelakan semuanya. Karena sekali lagi, kebahagiaannya adalah kebahagiaanmu yang terbesar.

***

Yuuto

Bagiku, sosok paling kasihan adalah bayangan. Mengikuti seseorang tanpa mampu untuk sejajar dengannya, muncul dan menemani hanya pada saat hidupnya begitu terang, namun tidak diizinkan terlibat, lenyap saat hidupnya gelap gulita. Tidakkah itu menyakitkan? Rasanya kau begitu dekat, begitu merekat pada seseorang. Namun tanpa sadar, kau seperti kegelapan kecil, yang sewaktu-waktu dapat menutupi cahaya dalam kehidupannya. Selama ini, dia adalah cahaya penyelamat dalam hidupku. Aku ingin membalas itu semua dengan menjadi cahayanya, dengan menjadi harapan dan alasan baginya untuk terus bersinar terang. Untuk itu, aku rela melakukan apapun, termasuk berpuas diri dengan hanya berjalan di belakangnya. Tanpa menyadari, bahwa selama ini aku hanya menjadi bayangannya. Bayangan, yang kemanapun ia lari akan terus mengikuti dan menghantuinya. Bayangan yang menjadi penahan dirinya untuk terus berbahagia. Setitik noda yang mengotori kebebasan dan kebahagiaannya.

Bayangan yang lebih baik menghilang saja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 20, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Autumn In Paris : Sequel (Fanfiction)Where stories live. Discover now