Lima

25.8K 2.2K 61
                                    

Apakah kamu tahu? Aku di sini menunggumu, menantimu dengan sejuta rindu, mencari cara untuk bertemu, walau harapan habis direnggut waktu.

"Weh, emak lo nggak bakal marah, kan, kalo gue kesini?" tanya Della sambil melepas sepatu sekolah yang ia pakai di depan pintu utama rumah Revan. Ngomong-ngomong, Della belum sempat mengganti baju sekolahnya sejak tadi.

Revan tertawa. "Ya kagaklah! Nyokap gue justru sering nanya, 'Kamu kapan bawa pacar kamu ke sini?'" Ia lalu menoleh ke arah Della, "jadi dia pasti bakalan seneng kalo lo dateng ke rumah. Santai aja."

"Jadi maksud lo, gue ini pacar lo, gitu?"

"Emangnya lo mau?"

"Hah, apaan?"

"Nggak, nggak jadi." Setelah selesai melepas sepatunya, Revan menunduk ke bawah dan melihat sepasang sepatu high heels yang sangat ia kenali di sana.

"Eh, tunggu, ini kan sepatu—"

"REVAN!" teriak seseorang dari dalam sana, dan bertepatan dengan saat itu, pintu utama terbuka, memunculkan seorang wanita berusia 27 tahun dengan memakai terusan berwarna merah yang memperlihatkan bentuk tubuhnya. "Astaga, kamu udah—" ucapannya terhenti ketika melihat Della yang berdiri di belakang Revan. "Punya pacar?"

"Aduh, Kak Reta, dia ini tuh bukan pacar Revan," sela Revan. "Ya sebenernya Revan sih mau, tapi nggak tau dianya mau juga apa kagak." Revan lalu mengedipkan satu mata pada Della dan membuat gadis itu bergidik geli.

"Udah, udah, mending kalian masuk dulu, ya, ayo cepetan." Wanita yang dipanggil 'Kak Reta' oleh Revan itu kemudian menggiring mereka berdua masuk ke dalam rumah sampai ke ruang tamu. "Ma! Liat Revan bawa siapa!"

Tak lama kemudian muncul Bunda dari balik dapur. Bunda langsung menghampiri Revan dan Della dengan wajah yang berseri-seri. "Aduh, cantik banget ini, siapa?"

"Della, Tante," jawab Della ramah. "Temen sekelasnya Revan."

"Temen doang ya?" tanya Bunda dengan senyuman jahil. "Tante kira kamu pacarnya."

Della menunduk, menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, bingung harus jawab apa.

"Calon, Bun," celetuk Revan. Della mendelik, lalu mencubit pinggang Revan. "Ih, Della jangan cubit-cubit Revan, dong, sakit, tau!"

Bunda lantas tertawa. Revan nyengir, sementara Della menabok lengan Revan.

"Jangan mau sama Revan, Del," ucap Reta, kakak Revan. "Dia genit."

Revan melotot. Ia lalu menghampiri kakaknya yang lebih tua 10 tahun darinya itu. "Eh, Kakak yang baru pulang dari Aussie bawa oleh-oleh apa ini? Revan boleh nyomot, nggak?" Revan mencoba mengalihkan pembicaraan dengan mengambil salah satu kotak makanan yang berada di tas kertas kakaknya.

Reta langsung memukul tangan Revan. "Tuh, kan! Sama makanan aja genit! Del, jangan mau sama Revan! Dia pas umur empat tahun aja udah bisa godain mbak-mbak SPG."

Della tertawa. "Makasih buat peringatannya, Kak," sindirnya sambil melirik ke arah Revan. "Kita cuma mau kerkel Inggris, kok."

"Ohh, yaudah. Sana, kerjain di ruang tengah." Reta tersenyum manis. "Van, inget. Anak orang jangan kamu apa-apain."

"Kakak!"

***

Ternyata, hanya perlu waktu satu jam bagi mereka untuk menghafal dialog itu dan mempraktekkannya. Della tentu saja kaget. Ia kira, Revan itu tipe cowok berandal yang hobinya cuma merokok, minum-minum, pergi ke bar, tawuran, mainin cewek, dan sebagainya. Tapi setelah bertemu dengan keluarga cowok itu dan mengetahui kepintarannya, pandangan Della terhadap cowok itu jadi berubah. Sepertinya, Revan akan menjadi saingannya yang sudah menjadi juara satu bertahan sejak kelas sepuluh.

Januari [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang