I. Warung Tekko

274 12 20
                                    

Jum'at lalu, aku memaksa-maksa Saras untuk pergi ke Mal dengan biaya makan yang ditanggung olehnya. Awalnya cewek itu menolak mentah-mentah, tapi setelah kuingatkan bahwa dia belum memberiku pajak ulang tahun pekan lalu akhirnya dia luluh juga.

Jadi, rencananya kami akan pergi hari ini. Aku sudah siap dengan pakaian rapi dan duduk di sofa sambil menunggu Saras menjemputku. Well, sebelumnya Saras sempat memakiku kurang ajar karena telah melorot uang makan dan membuang-buang tenaga juga bensin untuk menjemputku. Aku hanya tertawa puas saat itu.

"Belum jalan juga?" tanya Mama dari dapur ketika melihatku belum beranjak pergi.

Aku menggeleng. "Nunggu Saras."

Mama manggut-manggut lantas melanjutkan memasak. Aku kembali bermain ponsel.

Suara mobil dari luar membuatku langsung beranjak. Di depan rumah, terparkir mobil Saras dengan pemiliknya yang baru saja keluar dari mobil. Aku melambaikan tangan kepadanya yang dibalasnya dengan decihan. Aku tertawa sambil merangkulnya.

"Ikhlas nggak nih, Ras?" Aku menoel-noel pipinya. Meledek Saras adalah hal yang menyenangkan untukku.

"Assalamualaikum, Tante!" Dia masuk ke rumahku tanpa menjawab omonganku. Aku mengikutinya dari belakang sambil terkekeh.

"Waalaikumsalam, Saras! Sini masuk dulu, nak!" jawab Mama dari dalam.

Saras dan Mama duduk di sofa sementara aku ke dapur ingin membuatkan minum untuk Saras. Dari yang kulihat di sini, mereka sudah berbincang akrab. Saras suka memasak, pun Mama juga. Biar begitu, aku sebagai anak Mama tidak mempunyai keahlian sepertinya. Nilaiku nol kalau soal masak-memasak. Makanya, Mama selalu senang akan kedatangan Saras. Aku sampai heran, sebenarnya yang anak Mama itu aku atau Saras?

Mengabaikan pertanyaan absurd-ku, aku melanjutkan mengaduk minuman yang sedang kubuat. Aku hanya membuat teh dengan gula yang super sedikit karena Saras tidak terlalu menyukai manis. Setelah selesai, aku memberikan minuman itu ke Saras. Cewek itu melihatku dengan menyelidik, curiga bahwa aku menaruh garam di teh-nya seperti kejadian lalu. Saras menyicipinya sedikit dulu lantas meneguknya begitu tahu aku tidak iseng kali ini.

Alih-alih beranjak, Saras malah melanjutkan obrolannya dengan Mama. Aku hanya diam seperti kambing congek karna tidak mengerti bahasan mereka.

"Ras, mau ke sini jemput gue apa ngobrol sama Mama?" tanyaku yang sudah mulai kesal karena mereka tidak kunjung menyudahi obrolan.

Saras menepuk dahi, tanda ia lupa apa tujuan dia awal ke sini. "Tante, maaf, kapan-kapan kita ngobrol lagi ya. Aku juga izin, mau traktir curut satu ini makan-makan."

Aku melotot saat dia menyebutku 'curut' dan Mama malah tertawa. Benar-benar Saras ini. Untung dia ingin traktir aku makan, jadi peluangku akan marah dengannya hanya sepuluh persen.

Setelah Mama berhenti tertawa, aku dan Saras pamit. Sebelumnya, Mama menyuruhku agar tidak usah makan banyak-banyak karena tidak enak dengan Saras. Persetan dengan itu. Aku lapar, jadi kita lihat saja aku akan makan sebanyak apa nanti. Alih-alih menjawab seperti itu, aku hanya mengangguk pada Mama.

Begitu sampai di mobil Saras, aku langsung menyalakan radio. Lagu milik Cold Play dengan judul A Sky Full of Stars langsung terputar. Aku membiarkannya karena kami menyukai lagu ini.

"Rum, inget ya kata Mama lo. Jangan makan banyak-banyak! Jangan pilih makanan mahal! Duit gue tiris kemarin habis traktir anak-anak," kata Saras saat kami sudah setengah perjalanan.

Dance in The RainWhere stories live. Discover now