19. Distance

846 59 16
                                    

~Lintang's P.O.V~

AKU membuka pintu rumah dengan senyum mengembang dan hati berbunga. Bunda yang melihat itu mengernyitkan keningnya bingung. "Masuk ke rumah itu ngucapin salam, ini malah senyum-senyum."

"Assalamualaikum Bunda." Ucapku sembari mencium telapak tangannya.

"Waalaikum salam. Roman-romannya lagi jatuh cinta nih, kayaknya? Bener gak Bunda?" Tanya Bunda yang membuat mukaku berubah kemerahan.

"Apa sih Bunda, enggak juga. Bunda sok tau banget. Lagi pengen senyum aja, tau. Senyum kan ibadah." Tukasku cepat.

"Ya kalo senyum sendiri bukan ibadah namanya, tapi musibah. Siapa sih sayang? Coba cerita ke Bunda!"

"Siapa apa sih Bunda?"

"Oh Bunda tau. Laki-laki yang waktu itu nganter ke Rumah Sakit ya?"

"Apa sih, enggak Bunda. Udah ah Bun, aku capek. Mau ke kamar dulu ya, dah Bunda cantik."

Aku melangkahkan kaki menuju kamarku yang berada di lantai dua. Membuka pintu dan menyimpan tas di atas meja belajar, kemudian membantingkan tubuh di atas kasur.

"Jujur ya, gue bukan tipikal cowok romantis yang bisa bikin kata-kata manis. Gue juga gak bawa bunga atau apa pun itu. Gue juga gak bisa nembak lo pake lagu-lagu yang romantis, karena gue gak bisa main gitar. Gue gak akan ngasih janji-janji gak penting ke lo. Atau enggak gue bawa balon yang banyak dan ada tulisan 'be my girlfriend' nya. Mungkin gue nembak lo dengan cara yang udah mainstream aja."

Kata-kata itu masih berputar di pikiranku.

"Lintang, jadi pacar gue yuk?"

Aku menyunggingkan senyum saat sekelebat wajah Dean tiba-tiba melintas di kepalaku. Rasanya, seperti ada kupu-kupu yang dari tadi siap berterbangan di dalam perutku.

Ponselku berdering. Aku segera mengambilnya dengan cepat. Wajahku kembali melukiskan sebuah senyuman. Di layar ternyata tertera nama Finka, senyumanku perlahan-lahan memudar.

"Halo. Kenapa, Fin?"

"Tadi kan gue gak masuk sekolah, Lin. Dan besok ada ulangan Matematika, gue boleh pinjem catetan lo gak?"

"Ya ampun Finka. Yang kayak gitu diteleponin, bisa sms, atau enggak chat kan?"

"Lho, emangnya gue gak boleh telepon lo gitu? Lagi sibuk ya?"

"Eh, bukan gitu maksudnya. Gue kira tadi telepon dari De-"

"De? Siapa?"

"Ehm. Bu.. Bude maksudnya, iya tadi Bude gue bilang mau nelepon. Katanya mau dateng ke rumah gue. Ada lagi?"

"Enggak kok. Gue tutup teleponnya ya."

"Iya." Jawabku kemudian menutup telepon.

Aku kembali merebahkan diri di kasur. Tadi dia bilang mau nelepon satu jam sekali? Udah ditungguin gak nelepon-nelepon. Kemudian ponselku kembali berdering. Saat melihat layar ponsel, lagi-lagi nama Finka lah yang tertera.

"Halo. Apalagi Fin?"

"Gue lupa, lo besok bawa catetan fisika ya. Katanya guru gue besok gak akan masuk, dan ada tugas buat nyatet. Dia bilang suruh pinjem ke kelas lain aja. Gue pinjem punya lo ya?"

"Iya, gue besok bawa catetannya. Ada lagi gak biar sekalian?"

"Enggak ada. Makasih ya Lintang, gue tutup ya teleponnya."

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang