Chapter [19]

Mulai dari awal
                                    

"Fine!" kata Via. "Dia nyium gue tadi."

Gadhra berusaha mencerna perkataan Via barusan. Tangannya terkepal dengan kencang, seluruh tubuhnya serasa kaku. Dari matanya dapat dilihat ia sedang menyimpan emosi yang sangat mendalam.

"Anjing!" Tangan Gadhra yang terkepal reflek menonjok pahanya sendiri.

Seketika suasana menjadi hening. Gadhra menunduk, tangannya memijat-mijat keningnya, laki-laki itu berusaha untuk berpikir jernih saat ini.

"Kenapa lo ga mau dengerin gue sih Vi?" tanya Gadhra pelan.

Via melihat Gadhra. Perempuan itu berusaha untuk menahan perasaannya. "Gue dengerin lo Dhra, gue dengerin lo banget."

"Dengerin apa namanya kalo lo mau diajak ke puncak berduaan sama dia!"

"Kenapa?!" bentak Via. "Kenapa emangnya kalo gue pergi sama Beno?!"

Perempuan itu berdiri dari kasurnya dan berjalan ke arah Gadhra yang masih duduk di kursi meja belajar Via.

"Gue tau gue udah janji sama lo untuk menahan perasaan gue biar ga suka sama Beno. Gue tepatin Dhra, gue tepatin!" kata perempuan itu sambil menunjuk dirinya sendiri.

Gadhra terdiam. Matanya menatap Via dengan tajam.

"Tadi waktu dia tau gue abis dimarahin Bu Kintan di sekolah, dia tiba-tiba ngajak gue ke puncak. Gue pikir seru juga untuk refreshing, toh besok juga hari Sabtu. Apa salahnya gue pergi sama temen gue?" lanjut Via dengan nada yang sedikit tinggi.

"Gue inget kok Dhra sama yang lo omongin kemaren, gue inget lo bilang dia cowo brengsek." kata Via pelan. "Makanya gue selalu respon dia sebagai teman aja, ga lebih."

Via diam sebentar, berusaha mengontrol amarahnya.

"Tadi di puncak semuanya baik-baik aja. Gue ketawa-ketawa sama dia, kita jalan-jalan disana, sampai pada akhirnya dia nyium gue," lanjut gadis itu.

"Dia langsung minta maaf sama gue, saat dia sadar kalo gue cuma diem dan ga respon apa-apa. Dia pikir, selama ini gue merespon dia lebih dari temen. Makanya dia berani ngelakuin itu."

Gadhra masih bungkam. Laki-laki itu memperhatikan setiap kata yang diucapkan oleh Via, berusaha untuk mencerna tiap kata yang masuk ke dalam telinganya.

"Satu lagi," lanjut Via. "Kenapa lo harus marah-marah sama gue? Kenapa lo harus marah disaat ada satu cowo yang nyium gue, sedangkan entah udah berapa cewe yang lo cium di luar sana dan gue gapernah marah sedikitpun! Lo tau ga kalo lo itu egois?! Kena-,"

"Karena gue sayang sama lo!" Gadhra memotong pembicaraan Via. Bersamaan dengan ucapannya itu, laki-laki itu berdiri membuat jarak di antara mereka menjadi sangat dekat. Sangat amat dekat.

Hening. Via berusaha mencerna perkataan Gadhra barusan. Keduanya bertatapan, namun mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Gue sayang sama lo Vi," kata Gadhra dengan suara yang parau. "Gue minta maaf karena gue sayang sama lo, lebih dari sekedar sahabat gue sendiri."

Seluruh tubuh Via menjadi kaku. Kakinya terasa lemas, perempuan itu membutuhkan sesuatu untuk menyadarkan dia dari setiap kata yang diucapkan oleh Gadhra.

"Selama ini gue pacaran sama cewe lain cuma untuk mengalihkan perasaan gue ke elo, karena gue rasa perasaan gue ini salah besar. Gue ga boleh sayang sama sahabat gue sendiri."

Gadhra menarik nafasnya pelan dan membuangnya perlahan.

"Tapi ga bisa Vi," lanjutnya. "Ga ada satupun cewe yang mengerti gue kaya lo mengerti gue. Ga ada satupun cewe yang sabar sama gue kaya lo yang selalu sabar sama gue. Dan ga ada satupun cewe yang selalu ada buat gue disaat gue berada dalam titik terlemah gue, kaya lo yang selalu ada di samping gue kapanpun itu."

T R A P P E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang