Bab 23

16.2K 1K 101
                                    

"If it's love, stop judging her past. Better to stand beside her, help her beautify her future."— Anonymous

"Jika itu adalah cinta, berhentilah menghakimi masa lalunya. Lebih baik berdiri disampingnya, bantu dia memperindah masa depannya."

Ema Pov

Erin beranjak dari tempat tidur dan berdiri di hadapanku. Mataku berkedip beberapa kali saat dia membungkuk dan mengecup pelipisku.

"Maaf telah menyakiti hatimu. Aku berangkat dulu. Sampai jumpa, Ema." Erin tersenyum sembari pergi meninggalkanku yang masih duduk terpaku. Tanganku menyentuh pelipisku, bekas ciuman yang Erin tinggalkan tadi.

Aku meringis saat jantung sialan ini berdegub gila begitu mendapat ciuman darinya. Tunggu! Dia itu licik. Bisa jadi sikap manisnya hanya akal-akalannya untuk mengelabuiku agar tetap bekerja dengannya. Tidak! Aku tidak akan luluh hanya karena hari ini dia memperlakukanku dengan baik. Siapa yang berani menjamin nona arogan itu tidak akan mengulangi sikap buruknya.

Sampai hari ini aku belum bisa memahaminya. Sepertinya dia memiliki lebih dari dua kepribadian, mungkin juga lima, entahlah. Jenis manusia yang sangat langka. Sayangnya tidak bisa dimuseumkan.

"Hai Ema, kau sudah bangun rupanya," sapa Marta sembari masuk ke dalam kamarku yang tidak terkunci, eh maksudku kamar Erin. Aku lupa sedang berada di rumahnya. Jangan tanya mengapa karena aku sendiri tidak ingat.

"Hai Marta. Aku sudah bangun sejak si nona arogan itu pergi beberapa menit yang lalu."

"Nona arogan? Erinkah yang kau maksud?" tanya Marta.

"Iya, siapa lagi."

"Hahahahaha, astaga Ema. Rasa bencimu rupanya sudah mendarah daging."

"Tingkahnya selalu membuatku kesal. Kemarin siang sudah sampai pada batas kesabaranku. Jangan salahkan kalau aku begitu membencinya."

"Hmm, anggaplah aku percaya dengan yang kau katakan barusan."

"Kau tidak mempercayaiku?" tanyaku jengah.

"Menurutmu?" Ah...sudahlah, aku malas mendebatkan hal-hal seperti ini. Bagaimana kalau kita sarapan dulu? Merida pasti sudah menyiapkan sarapan."

"Baiklah." Aku dan Marta menuju ruang makan untuk sarapan bersama.

"Sebenarnya, tadi aku sudah sarapan bersama suamiku."

"Jadi, aku harus menghabiskan makanan ini sendirian?"

"Ambillah seperlumu. Kau tak harus menghabiskannya. Oh ya, ngomong-ngomong, apa Erin sudah menceritakan kejadian kemarin malam?" Marta mencomot sepotong roti bakar yang ada di atas piring.

"Erin buru-buru pergi. Tapi dia berjanji akan menceritakannya setelah urusannya selesai."

"Hmmm begitu ya. Lalu, kapan kau kembali bekerja?" Marta mengejarku dengan pertanyaan lain.

"Aku takkan kembali ke perusahaan itu," sahutku.

"Kenapa Ema? Bukankah kau menyukai pekerjaanmu? Apakah gajinya terlalu kecil?"

"Aku menyukai pekerjaanku. Ini bukan masalah gaji. Kau lihat sendiri kan, sikap Erin terhadapku. Aku tak tahan diperlakukan sekasar itu."

"Apa dia sering bersikap kasar padamu?" selidik Marta.

"Dia memang sering bersikap seenak hatinya, tapi tidak pernah sekasar kemarin. Hanya karena masalah sekecil itu dia meluapkan semuanya kepadaku. Aku telah bekerja keras selama beberapa minggu terakhir. Inikah balasan yang harus kuterima?"

Pancake Stroberi ( Girl x Girl )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang