1. Sepasang Mata [edited]

241 55 24
                                    


Stay With You - Cheat Codes.

💞💞💞

"Rett, lo malu-maluin tau ga ish!" cibir Nia.

Siapa yang tahu juga kalau aku akan menumpahkan Aqua gelas dan membuat wajah kami di sorot banyak mata. Aku hanya tak sanggup menanggung gelombang dahsyat itu sendirian. Malaikat dengan senyum termanis itu membawa dampak yang sangat besar. Ya Allah ampuni aku.

Aku memegang lengan Nia, "Mana gua tau, abis gua gemeteran tadi, Ni. Ya maap."

"Pasti gara-gara yang jaga Kopsis tadi. Iya, kan?" Nia menatapku dengan mata penuh selidik.

"Iyalah. Gara-gara apa lagi coba kalo bukan senyumnya malaikat ganteng," kubalas mata Nia dengan seringai lebar.

"Ah, ga guna lo! Baru disenyumin udah gemeteran," Nia memutar matanya.

"Eh, buruan ke kelas! Ini udah hampir masuk. Lu mau ngerjain PR Sejarah, kan?" Aku menarik tangan Nia agar mempercepat tempo kakinya.

"Aduh, sampe kelupaan gegara lo ini mah!" Nia berlari, membuatku mau tidak mau mengikutinya karena tangan kami saling mengait.

***

Bel istirahat kedua mulai terdengar, namun guru satu ini belum juga meninggalkan kelas Retta. Beliau masih saja melempar pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalu pada teman-teman Retta. Harusnya ini pelanggaran seorang guru karena mengambil hak murid-muridnya. Benar, kan?

"Maaf, Bu. Sudah adzan dhuhur," ucap salah satu teman Retta tiba-tiba.

"Iya. Saya juga dengar."

"Kalau begitu saya izin ke masjid, Bu." sudah hal yang biasa terjadi bagi Retta dan teman-temannya. Rudin, yang selalu mengutamakan panggilan Allah.

"Ngga sopan. Saya belum keluar kok kamu mau mendahului saya. Yasudah, kalau begitu saya keluar saja. Silakan sholat dan istirahat."

"Huuuuuh! Lopyu, Rudin bin Udin!" sorak sorai seisi kelas membuat kelas-kelas lain mengintip di jendela kelas Retta. Memang sebuah kesenangan tersendiri memliki teman seperti Rudin. Wajahnya lumayan, hidung mancung, taat agama, tapi terlalu kritis. Tak heran, gadis-gadis alim mengaguminya.

Rudin segera mengambil sarung dan peci hitamnya. Keluar kelas menuju masjid yang letaknya di depan kelas Retta. Bahkan tak jarang ia menjadi Muadzin.

"Rett, sholat?" Nia menyenggolnya.

"Males, Ni. Ntar aja pulang sekolah, ya?" entah mengapa Retta malas sholat dhuhur di sekolah. Males antri wudhunya, batin Retta.

"Iyadeh, gue juga males. Kantin, yok dah!" Nia menggaet lengan Retta dna menariknya.

"Woy, kemana?!!" Ria mengejar langkah Nia dan Retta.

Nia dan Retta menengok, "Ke kantin. Ikut?" tanya Retta.

"Iyalah!! Laper gue dengerin khotbah jumat Bu Tris!" mereka menuruni tangga. Dan,

"Allahuakbar. Astaghfirullah. Astaghfirullah," Retta terus berkomat-kamit berharap jantungnya kembali tenang, Karena siapa lagi kalau bukan 'Malaikat Penjaga Kopsis'.

Sebisa mungkin Retta menyembunyikan  ekspresinya yang amburadul. Melewati anak-anak tangga serta melewati malaikatnya bersama orok-oroknya.

Setelah melewati tangga menyeramkan itu, Retta mengambil napas banyak-banyak. Takut-takut dirinya mati konyol karena seorang kakak kelas yang tak bersalah.

Tangga itu memang menyeramkan, karena setelah wudhu, murid laki-laki menggunakan tangga itu menuju masjid karena tangga itulah yang terdekat dari tempat wudhu laki-laki. Sudah jelas, Retta dan kawan-kawanlah yang salah karena nekat melewatinya,

"Ni, kapan-kapan kalo jam sholat dhuhur jangan lewat situ, ah. Serem. Kasian ntar kalo ada yang kesentuh, ntar mereka wudhu lagi," ujar Ria.

"Ih, gue juga ogah kali kalo tau banyak cowo kek tadi, baru kali ini gue ke kantin pas jam sholat dhuhur begini," balas Nia panjang lebar.

"Tapi lumayanlah ada faedahnya juga. Gua jadi ketemu mas-mas ganteng inceran gua. Hehe," timpal Retta sambil cengengesan.

"Ah, lu mah bisanya ngomongin dia doang. Bosen gue dengernya!" Nia mulai ogah dengan topik cowok ini. Bukannya tidak mendukung, hanya saja Nia merasa bukan dengan cowok itulah Retta semestinya.

"Mas-mas ojek, Rett? Elah gue ga tau! Kasi tau dong! Yayayaya!" rengek Ria.

"Iya ntar kalo ketemu gua kasi tau, deh. Pokonya yang paling ganteng di sekolah ini!" jawab Retta dengan senyum membanjiri wajahnya.

Mungkin Retta tak menyadari hal-hal kecil disekitarnya. Ya, karena Retta bukanlah orang seperti Nia. Tapi Nia tahu. Nia tahu sepasang mata yang menatap Retta nanar. Nia tahu sepsang mata itu memendam sesuatu yang dalam. Nia tahu sepasang mata itu mencoba menahan sesuatu.

***

Hai! Maaf ya pendek ehe.
Akhirnya dah kelar aku edit heheheh.
Semoga cerita ini cepet selesai dan banyak yang dukung eheh.

Lovin' An IntrovertWhere stories live. Discover now