"Oraenmanida" sapa pemuda itu berlanjut dengan tubuh Lisa yang ambruk tak sadarkan diri.


-oOo-



Hanbin mengetuk pintu kamar 88 di dalam rumah kos Juju. Tidak perlu waktu lama sang pemilik kamar menongolkan kepalanya dari pintu. Hanbin yang melihatnya langsung gelagapan lalu dengan cepat memutar tubuhnya membelakangi sang pemilik kamar. Semburat merah juga nampak di pipi pemuda itu.

"K-kamu_"

"Tenang, aku sudah siap."

Lega mendengar pernyataan pemilik kamar yang dikira belum memakai pakaian oleh Hanbin, dia langsung membalikkan tubuhnya lagi. Dalam waktu yang sama si pemilik kamar merangkul bahu pemuda berhidung mancung itu.

"Kita pergi ke Busan kan?" tanya gadis pemilik kamar mengkonfirmasi.

Hanbin menatap Jennie tidak percaya.

"Kajja" Jennie tidak mau membuang-buang waktu, dia langsung menggeret Hanbin dengan menjepit kepala pemuda itu.

Hanbin menepis tangan Jennie.

"Daebakida. Ini pertama kalinya kamu benar-benar mau pergi ke Busan" seru Hanbin dengan riang. Senyumnya juga terus merekah.

Jennie hanya terkekeh.

"Kamu tahu kalau aku pergi karena suatu alasan kan?"

Senyum Hanbin mulai luntur, digantikan desahan nafas.

"Benar, alasan apalagi? Kerja? Ah sudahlah, yang penting kamu mau pergi" senyum pria itu merekah kembali, dia langsung menarik tangan Jennie.

-

Hanbin menapakkan kakinya keluar dari gerbong kereta. Dia berhenti di depan pintu kereta.

"BUSAAAN" serunya sambil merentangkan tangannya dan merasakan udara kota kelahirannya itu.

"Memalukan" sela gadis yang memakai pakaian serba hitam dan ransel yang menggantung dipunggungnya sesaat setelah melewati Hanbin.

"Yak" Hanbin memanggil gadis itu.

Tangan Hanbin langsung menyelip diantara lengan gadis yang dipanggilnya lalu menyunggingkan senyum lebar. Si gadis-Jennie-yang merasa jijik dengan sikap kekanak-kanakan Hanbin langsung melepas kuncian tangan Hanbin dan mendorong tubuh pemuda itu.

-

"Kita tidak langsung ke rumah orangtuamu?" tanya Jennie saat Hanbin menyerahkan es krim yang dia beli.

Mereka berdua duduk di bangku taman, beristirahat sejenak setelah beberapa jam perjalanan. Hanbin sudah membuka bungkus eskrim pon-ponnya.

"Hari ini mereka piknik di taman. Jadi_"

"Jadi kamu ingin menyusul mereka langsung?" saut Jennie.

Hanbin menganggukkan kepalanya.

"Apa mereka tahu?"

Hanbin menggelengkan kepalanya.

Jennie sedikit mendesah, dia membuka eskrimnya. Dia sedot eskrim yang berada di wadah tabung plastik panjang itu. Saat seruputan ketiga dia melihat keberadaan keluarga Hanbin. Dua orang dewasa dan satu anak kecil. Ya, orangtua dan adiknya-Hanbyul.

Mata Hanbin mengikuti arah pandang mata Jennie.

"Kau sudah menemukan keluargaku ternyata" sungging Hanbin.

Tepat saat eskrimnya habis, Hanbin berdiri sambil menggandeng tangan Jennie, "ayo kita hampiri"

Jennie menurut, dia mengikuti langkah Hanbin. Namun kurang 100 meter dari tempat keluarga Hanbin berpiknik, langkah Jennie terhenti. Hanbin pun terkejut dan menatap gadis itu keheranan.

"Ada apa?"

Jennie tidak menjawab pertanyaan Hanbin, tepatnya Jennie tidak mendengar pertanyaan pemuda itu. Mata dan pikirannya terfokus pada pria yang menghampiri kedua orangtua Hanbin dan dengan wajah berseri ikut dalam kegembiraan keluarga itu.

"Ada masalah apa?" Hanbin mengguncang tubuh Jennie.

Jennie masih tidak mengacuhkan pertanyaan Hanbin, bahkan kibasan tangannya di depan muka Jennie juga tidak mempan. Akhirnya Hanbinmengguncang tubuh gadis itu.

Jennie menepis tangan Hanbin, "aku baik-baik saja. Tapi boleh aku bertanya?"

Hanbin terkekeh, "kamu ini aneh. Tentu saja, kamu mau bertanya apa?"

"Apa hubunganmu dengan paman itu?"

Mata Hanbin mengikuti jari telunjuk jennie yang mengarah ke paman yang duduk di sebelah ayahnya.

"Oh, dia paman Joohyuk. Adik dari ibuku. Tampan sih, tapi sayang belum beristri, dia juga sudah lumayan tua"

Jennie mengangguk-angguk lalu menarik tangan Hanbin segera menghampiri keluarganya.

"Annyeonghaseyo" sapa Jennie.

"Hanbin oppa! Jennie unnie!" sapa gadis kecil bertopi bulu menghampiri mereka.

Jennie langsung menggendong adik temannya lalu dicubitnya pipi itu dengan gemas.

"Sudah besar ya, tambah berat juga"

"Uh, kan unnie bilang aku harus makan yang banyak"

Jennie terkekeh lalu menurunkan Hanbyul.

"Sini-sini, ayo gabung. Aku sudah menyiapkan banyak makanan" ibu Hanbin mempersilahkan mereka.

Pria yang disebut sebagai adik ibu Hanbin itu menoleh penasaran pada seseorang yang datang.

Pria itu langsung membulatkan matanya, keringat dingin juga langsung bercucuran. Bahkan memori mengerikan beberapa minggu yang lalu juga terekam kembali di pikirannya.

Jennie membungkuk dengan sopan, "annyeonghaseyo."

Tubuh pria itu bergetar hebat, dia juga semakin meringsut ke tubuh ayah Hanbin.

"Ada apa?" tanya ayah Hanbin.

Mulut Pria itu-Joohyuk- ingin sekali berteriak, namun dia tahu dia tidak bisa lagi mengeluarkan suara karena bisu.

Jennie tahu siapa pria itu, detektif dari distrik Seongcho yang menyelidiki kasus Black Pink, detektif yang hampir saja ia eksekusi, detektif yang sengaja dia selamatkan dari aksi yang sudah jenuh ia lakukan.

Jennie sedikit menggelengkan kepalanya memberi kode untuk menenangkan pria di depannya. Lalu dia memalingkan wajahnya agar pria itu sedikit mengurangi ketakutannya.

"Ada apa? Traumamu kambuh lagi? Kenapa begitu cepat?" Ibu Hanbin langsung mengeluarkan pil lalu menyuapnya ke Joohyuk.

"Maaf ya Jennie, paman Hanbin kemarin baru kecelakaan, dia terkena trauma"

Jennie tersenyum kaku.







••••






Sekarang gue gak bakal banyak cuap-cuap

See you next chap guys!

SCARY BLACK PINKWhere stories live. Discover now