Chapter 1 : Meet Again

3.1K 315 12
                                    

Kepala sekolah berdiri di podium sambil menyampaikan pidato selamat datang kepada para murid baru. Kata-katanya sungguh menginspirasi siapa pun yang mendengarnya.

Ia membawaku terbawa suasana untuk beberapa saat hingga kini tibalah sang ketua OSIS yang mendapat giliran bicara di podium, "Saya sangat senang sekaligus bangga akan kalian semua, adik-adikku yang beruntung dan pintar. Saya harap selama bersekolah di SMA ini, kalian bisa menjaga sikap kalian dengan baik agar tidak merusak citra sekolah."

Argh! Pidato si ketua OSIS itu membuatku bosan. Pasalnya hal-hal yang dia bicarakan benar-benar sangat umum dan aku sudah tahu betul apa yang seharusnya aku lakukan selama berada di sekolah ini. Banyak orang yang bilang kalau SMA Sakuramigaoka adalah sekolah yang pendidikannya ketat dan berat. Orang biasa tidak akan mungkin bisa melaluinya dengan mudah.

Aku penasaran. Sebenarnya apa sekolah ini memang terdengar seperti itu? Kalau kuperhatikan, sekolah ini tidak menyeramkan. Malah tampak menyenangkan.

Masyarakat memang selalu melebih-lebihkan. Bikin jantungan saja.

Tiba-tiba saja, aku teringat dengan kapak yang barusan kulihat di bawah pohon. Bercak merah yang ada di ujung tajamnya ... sangatlah terasa janggal berada di sana jika kau tanya pendapatku.

Apa itu darah ...?

"Satu pesan dari saya, perkuatlah fisik dan mental kalian jika kalian masih ingin lulus dalam keadaan hidup dari sekolah ini." Pesan ketua OSIS yang terdengar dingin itu menjadi penutup atas pidato membosankan miliknya. Lalu sosok pemuda berkulit pucat itu berlalu begitu saja dari podium.

Beberapa murid baru tampak kebingungan. Mereka saling berbisik dengan teman sesama murid baru di sebelah mereka.

"Apa maksudnya, ya?" Terdengar bisikan di belakangku. Tapi aku tahu kalau si pembicara tidak bermaksud melontarkan bisikan tersebut kepadaku.

"Jangan-jangan sekolah ini memang mengerikan?" Ah, ada balasan lainnya.

"Ah, ketua OSIS bodoh itu hanya ingin mengerjai kita!" Setelahnya terdengar suara bisikan meremehkan.

"Hanya mengerjai, ya ...," gumamku bergidik. Aku seketika kembali diingatkan dengan kapak besar yang tadi pagi kulihat.

"Hei, Ami!" bisik seseorang di sebelahku.

Suara ini ... kenapa mirip dengan suara orang itu? Apa jangan-jangan ...?

"Irie-kun?" gumamku merona begitu kutolehkan kepalaku ke arah si pembicara.

"Aku senang ada teman dari SMP yang sama," ujar Irie, teman SMP-ku sekaligus cinta pertamaku. Tapi yah, tentu saja cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan. Em, kurasa.

"A-aku juga," balasku gugup.

Hening. Tidak ada percakapan lagi diantara kami. Aku menunduk namun sesekali melirik wajah Irie jika ada kesempatan. Sampai suatu saat, aku dan Irie sama-sama saling melirik.

DEG! Kurasakan wajahku mulai memerah begitu juga yang kulihat terjadi dengan Irie. Lalu entah apa alasannya, kami buru-buru saling membuang muka.

"Ami, nanti pulang bersamaku, ya?" ajak Irie seketika.

"...." Aku terlalu kaget untuk menjawabnya sehingga bibirku tak mampu membuka.

"Ami?" tanya Irie lagi.

Lalu aku mengangguk pelan sembari tertunduk. Wajah merahku ini, tidak boleh sampai dilihat Irie. Pokoknya, tidak boleh.

"Aku ... tunggu di gerbang, ya?" ujar Irie.

Bersamaan dengan itu, para murid baru dibubarkan dari aula sekolah dan langsung diarahkan menuju kelas mereka masing-masing.

Aku terpisah jauh dari Irie saat itu. Ternyata ruangan kelas kami sangatlah jauh. Menyebalkan! Aku terus mengumpat dalam hati sambil mengikuti rombongan kelas baruku.

"10 Bahasa-B," gumamku pelan. Kelas ini, akan menjadi kelas yang seperti apa, ya?

🔫

Gakkou SurvivalWhere stories live. Discover now