'Apa dia akan memakainya?' tanya Ayay dalam hati saat menyadari kalau Leon ternyata sudah menggunakan dasi.

Selesai berdilema dengan dasi, Ayay teringat sesuatu yang tak kalah penting dari dasi. Tanpa membuang waktu, digerakannya gesit kaki jenjangnya ke arah meja makan. Matanya jelalatan memastikan kalau benda yang dicarinya benar-benar tidak ada.

"Syukurlah, dia membawanya," lega Ayay yang tak melihat sepaket bekal diatas meja.

Berselang beberapan menit perjalan, Leon sampai dikantornya. Entah mengapa akhir-akhir ini dirinya merasa seolah menjadi selebritis karna kembali menjadi bulan-bulanan tatapan karyawan. Seperti biasa hanya ada 1 orang yang akan menjawab kebingungannya, Joy.

"Pak, apa anda kehilangan dasi anda?" Leon menoleh kaku, "Maaf pak, saya hanya merasa aneh karna bapak tak mengenakan dasi seperti biasanya."

Leon merunduk melihat dasi yang kini menggantung di kerahnya dan Leon akui kalo dasi ini sungguh kontras dengan jasnya yang bewarna abu-abu. Ditepisnya keganjalan hatinya karna dasi tak berdosa itu lalu dibusungkan dadanya, seolah menunjukan kalau dia sungguh menyukai apa yang di kenakana saat ini. Tak lupa, ditangan kanannya tergantung kotak bekal paketan berwarna biru yang diambilnya diam-diam dari atas meja sebelumnya. Setidaknya itu yg Leon pikirkan.

*****

Hentakan sepatu kulit pantofel hitam dengan lantai, menggema bebas dirumahnya. Leon harus merelakan dirinya kembali pulang untuk mengambil berkas penting yang tertinggal di kamarnya. Sepertinya tinggal dengan Ayay membuat kecerobohan Ayay menular padanya.
Dipandangnya sekitar, kosong dan sunyi menandakan tak ada seorangpun dirumah. Matanya tak sengaja menangkat objek berwarna hijau, berbentuk persegi yang diyakininya bukan miliknya. Kaki Leon seolah tertarik mendekatan benda yang diyakini Leon adalah buku.

'Diary is secret' itulah kata-katanya yang terpajang di depan buku itu.

Bagai terjerat magnet tak kasap mata, Leon membuka lembar demi lemabr kertas yang dipenuhi tita bewarna yang tentunya dipenuhi berbagai emotikon. Beberapa menit berlarut dalam diary, sebuah hentakan kaki dari luar berhasil membuatnya kembali tersadar. Leon mengintip dan mendapati Ayay yang tengah masuk ke perkarangan rumah dengan muka kusutnya.

"Dimana aku meletakannya?" tanya Ayay celingak-celinguk saat sudah masuk kerumah.

Ayay menyadari kalau dirinya melupakan Diary kesayangannya saat akan mencari kuasnya yang tak sengaja mengelinding akibat kecerobohannya.

Senyum lebar mengembang sempurna saat kedua bola matanya menemukan benda mati yang tengah dicarinya. Tanpa membuang waktu, Ayay memasukan diarynya kedalam tas kecil coklat bertali yang menggantung di bahunya.

Sebelum pergi Ayay kembali memandang sekitar. Keganjalan tiba-tiba muncul dihatinya.

"Aku melihat mobil Leon terparkir? Apa dia pulang?" tanya Ayay masih memandang sekitar dan akhirnya menarik kesimpulan sendiri, "Mungkin dia menggunakan mobil lain." lalu pergi.

Tak jauh dari tempat Ayay ternyata Leon tengah bersembunyi dikamarnya. Tubuhnya berkeringan dengan kerutan-kerutan halus di dasinya.

'Jangan keluar! Sosok sialan!' geram Leon bicara dengan hatinya. Tangannya mengepalkan dengan sorot mata tajam memandang udara hampa.

******

"Leon, apa yang kau lakukan?" tanya Ayay pelan namun penuh penekan.
Darahnya serasa mendidih ditempat dan siap menyembur keluar jika saja dirinya tak memiliki kesabaran yang cukup tinggi. Matanya menatap tajam, setajam pisau kearah 2 pasang mata lain yang berada di masing-masing sisi Leon.

SIDE (YOU)Where stories live. Discover now