4 - Why

478 51 26
                                    

Tok Tok Tok, suara ketukan pintu.

Ayay menggerakan sudut jemarinya kearah pintu dan membenturkannya agar menghasilnya bunyi nyaring khas suara pintu.

"Leon, sarapan sudah siap," teriaknya pelan.

Sekali lagi Ayay mengentuk benda mati datar tersebut namun beberapa menit membisu, Ayay tak kunjung mendapatkan jawaban. Ayay menghebus napas berat seraya menggumam, 'mungkin dia sedang mandi'.

Digeretnya kakinya yang seolah kehabisan tenaga kembali ke medan perangnya, yaitu dapur. Dirinya perlu mengakhiri perang dan mengembalikan keadaan seperti semula.

Dengan cekatan Ayay membersihkan bekas-bekas bahan makan yang bertaburan lalu mengelap mejanya sampai pantulan wajahnya tergambar jelas di badan meja.

Tap tap tap, suara hentakan kaki.

Kain lap yang dipegangnya segera di lepas, dengan cepat Ayay membasuh tangannya menggunakan cairan kental bewarna hijau, sabun cuci tangan.

"Leon!" teriak Ayay, membuat Leon yang berencana mengabaikan ruang dapur, terhenti seketika. "Tunggu."
Ayay melangkahkan kakinya tergesa-gesa mendekati Leon. Dirinya lupa akan keberadaan cairan kuning di lantai yang sebelumnya tumpah karnanya, minyak.

Keseimbangannya seketika goyah dan siap meluncur, menabrak badan kekar Leon yang kala itu berada selurusan dengannya. Leon yang melihat insiden itu terjadi didepan matanya, tak mampu mengabaikan Ayay yang kalah itu bergerak bagai gurita untuk menyeimbangkan badannya. Dengan sigap Leon menangkup badan Ayay walaupun kenyataannya Leon harus merelakan tubuhnya membentur lantai karna dorongan tubuh Ayay yang kuat.

Ayay membulatkan kedua bola matanya bagai kelereng karna terkejut. Kedua bibir mereka secara tak sengaja bertautan. Baik Ayay maupun Leon keduanya hanya mematung di tempat seolah menikmati momet itu.

Ayay yang pertama kali tersadar segera mengangkat tubuhnya menjauhkan Leon terutama bibir Leon yang sebelumnya mendarat sempurna di bibirnya.

Bukannya terangkat, Ayay merasa tubuhnya semakin merapat. Itu karna Leon menarik tubuhnya kembali mendekat padanya. Hanya tinggal berapa centi sampai bibir mereka kembali bertaut. Mata mereka kembali bertemu dan Ayay kembali terjebak pesona Leon yang secara tak langsung menggugah hatinya.

Tubuhnya merasakan sengatan-sengatan kecil yang menggelitik. Wajahnya yang sangat dekat dengan pria itu membuatnya seketika menjadi si pemuja wajah Leon yang sudah bagaikan pahatan seni kelas tinggi. Sungguh sempurna. Ayay bahkan bisa merasakan kotak-kotak keras menyentuh tubuhnya yang kala itu memang tengah berada ditangkupan Leon.

Entah angin apa yang merasuki Ayay. Ayay secara spontan mencium sekilas bibir Leon dan berhasil membuat dekapan Leon kendur. Dengan segera Ayay mengangkat tubuhnya, menjauhi pria itu, diikuti Leon beberapa detik berikutnya.

"Maaf," ucap Ayay ketika matanya menangkap tatapan sarkastik Leon, seolah menandakan tak suka pada tindakan Ayay sebelumnya.

Ayay menundukan kepala, seraya menggumam, 'Tatapan membunuh.'

Kebisuan tak dapat dipungkiri menguasai atmosfir. Leon yang terintimidasi suasana melangkah pergi meninggal Ayay.

"Tunggu," cegah Ayay tiba-tiba membuat Leon menghentikan langkahnya dan membalikan badannya.

"Ini, aku membelinya karna suka dengan motifnya," ujar Ayay malu-malu seraya menyodorkan secarik kain.

Leon melirik tangan Ayay yang kala itu memegang dasi bermotif bulat-bulat merah berdasar warna biru. Meski sempat ragu, Leon mengambil dasi itu lalu pergi dalam kebisuan.

SIDE (YOU)Where stories live. Discover now