1 - Beginner

1.1K 239 158
                                    

Seorang gadis bergaun putih dengan buket bunga mawar putih ditangannya tampak terduduk gelisah. Bibirnya pink merah muda akibat polesan lipstik sibuk menggigit-gigit jari jempol tangannya yang kala itu tak bisa diam. Matanya berputar-putar, mengitari ruang tunggu penganti.

Cerk, bunyi pintu terbuka.

"Ibu," panggil gadis itu seraya berlari menghampiri ibunya dengan tatapan penuh harap.

Sejenak membisu, wanita paruh baya yang di panggilnya menggelengkan kepalanya. Bagai dedauan kering yang layu gadis berpakaian pengantin itu terduduk lesu di lantai. Wanita paru baya itu tertuduk lesu lalu berjongkok dihadapan putrinya itu.

"Dengar ibu Ayay," ucap ibunya yang bernama Yuni.

Gadis itu mendongak dengan air mata yang bergelinang.

"Kau tau mereka adalah keluarga terpandang, batalnya penikahan akan membuat dampak negatif pada keluarga dan bisnis mereka," Yuni meneguk salivanya, "kau harus tetap menikah."

Kedua bola mata yang memandang lesu kearah Yuni, membuat sebesar kelereng. Mulutnya mengaga tak percaya dengan pendengarannya.

"Apa? bagaimana aku bisa menikah? Ibu bilang Saen tak datang? Apa ibu berbohong? Apa Saen datang dan akan menikah denganku?" tanya Ayay bertubi-tubi seraya menggengam erat bahu Yuni.

"Bukan dengan Saen tapi... Dengan Leon," Jawab Yuni seraya memalingkan wajah, tak sanggup melihat respon Ayay.

Ayay seolah mati kata. Sendi-sendinya mengkaku seketika bersama udara yang hinggap disekitarnya.

Lama terdiam dalam kebisuan Ayay angkat bicara. "Aku tak ingin menikahi kakaknya."

"Kau harus nak, ini adalah ucapan langsung dari ibunya Saen."

"Tidak buk, itu sungguh tak bisa kulakukan."

"Ayay, tidak hanya mereka yang rugi, tapi kita juga. Kau tau bisnis ayahmu sedang anjlok jauh apalagi dia sering jatuh sakit sehingga keluar masuk rumah sakit. Ibu tidak memikirkan uang dari keluarga Saen tapi ibu memikirkan perasaan ayahmu. Bagaimana dia menjalani hidupnya setelah dia mengetahui pernikahan putrinya gagal? Apa dia bisa bertahan dari penyakitnya dengan fakta itu atau justru jatuh sakit karna terkejut? Kumohon dengarkanlah ibu." Yuni menggenggam tangan Ayay erat, " Saen tak datang kepernikahan kalian dan tidak ada satupun yang tau kemana dia. Ibu tidak memaksamu, kau yang tentukan pilihan."

Ayay terdiam, matanya terpejam berharap adanya jalan keluar dari masalahnya ini. Ayay sadar waktu terus berputar dan jam tak pernah mau menunggu dirinya untuk berpikir menentukan pilihan.

Helapan napas berat keluar dari mulutnya. Dibukanya matanya yang terpejam lalu ditatapnya ibu yang sedari tadi menunggu keputusannya.

**********

"Semoga kau selalu bahagia nak," ujar Yuni mencium kedua pipi putrinya diikuti Born, Ayah Ayay.

"Ayah sungguh bahagia," ucap Born setelah mendaratkan ciuman sayang ke pipi putri semata wayangya.

Ayay tersenyum simpul kepada kedua orangtuanya lalu berlahan berjalan pelan kearah benda putih beroda 4 dengan hiasan bunga di setiap sisinya, mobil pernikahan. Tangannya melambai-lambai sebagai tanda perpisahan lalu memasuki mobil yang sudah terparkir untuknya. Di dalam mobil sudah terduduk seorang pria berbadan kekar dengan Tuxedo senada dengannya. Pria itu adalah Leon Brianver yang berstatus sebagai suaminya beberapa jam yang lalu.

Selama perjalanan keduanya hanya membisu. Baik Ayay ataupun Leon tidak ada satupun dari mereka yang memecah kehening bahkan sampai mobil yang ditumpangi mereka sampai ke kediaman Leon. Ayay masuk membelakangi Leon. Gaun pengantin yang berat dan panjang membuatnya kesulitan melangkah dan beberapa kali hampir terjatuh karna menginjak bahan gaunnya. Ayay terus mengikuti Leon sampai pada akhirnya Leon masuk ke dalam kamar dan tanpa berkata apapun langsung menutup pintunya. Hampir saja hidung mancung bagai pelusutan miliknya membentur benda mati datar tersebut jika dirinya tak memiliki refleks yang baik.

SIDE (YOU)Where stories live. Discover now