November 2015 -She Will Be ...

Start from the beginning
                                    

"Trus mau pulang kapan?"

"Akhir Februari atau awal Maret. Janji. Abis itu aku nggak akan kemana-mana lagi..."

Terdengar embusan napas Arga, "Ya, aku tunggu," ucapnya seraya mengakhiri pembicaraannya.

Arga meletakan ponselnya, dan beranjak menuju kamar tidur untuk mengganti pakaian dan memakai sepatu larinya. Olah raga adalah cara terbaik setelah mandi dengan air dingin untuk memupuskan segala hasratnya.

***

Di Sushi Tei Central Park, Oriana dan Mea menghabiskan berpiring-piring sushi dan sashimi dan memilih matcha monaka sebagai hidangan penutup.

"Kalau saran gue ya! Ambil aja, Na, yang tawaran dari Butterfly. Sutradaranya kan si Ray, itung-itung project damai buat kalian berdua. Dan, nunjukin ke masyarakat meskipun kalian udah mantanan kalian tetep professional."

"Secara cerita gue sih suka," aku Oriana. "Tapi bener Ray, udah nggak sakit hati lagi sama gue?"

"Kalaupun dia sakit hati sama lo, trus dia bisa apa? Lo aja udah jadi istri orang... udah ah jangan negative thinking. Pikirin deh saran gue!"

"Iya-iya," sahut Oriana malas. "Eh gue kan ditawarin jadi talent buat TVC perusahaannya si Arga. Tadi sih dia baru ngomong sama gue, trus gue bilang aja buat contact ke lo..."

"Ah gaya lo... sama suami sendiri langsung bilang aja mau apa nggak! Nggak usah pake jasa manajer segala."

"Ya, kan... biar lo ada kerjaan!" Oriana tertawa.

"Na... ambil yang Butterfly yaa. Kalau nanti Ray macem-macem gue yang maju deh," bujuk Mea.

"Hmmm..."

"Udah ayo cepeten abisin. Gue ada janji yang lain nih..."

"Mau kemana lo malem-malem begini?"

"Terserahlah, namanya juga anak muda. Emang situ, udah ada satpamnya," goda Mea.

"Sialll... ikut Me! Bosen di apartemen."

"Dih, ada Arga kan?"

Oriana mengangguk.

"Manja-manjaanlah sama dia. Gimana sih masa udah tiga bulan belom gol juga gawangnya."

Jemari Oriana yang lentik dengan cepat mencubit perut Mea. "Nggak jadi gue traktir lo..."

"Yaelah, iyaa-iyaa... Tapi bener sih, bilang sama Arga buang di luar aja, kerjaan lo masih padet sampe akhir tahun kasian kalo lo hamil."

"MEAAAAAAA...." Wajah Oriana memerah. Apa itu buang di luar? Urusan begitu mah Oriana nggak jago. Dia pinternya cuma centil-centilan aja, kalau diajak macem-macem juga bingung!

"HAHAHAHAH... kayak anak perawan aja sih!"

Awas ya, Mea... dalam waktu sesingkat-singkatnya Oriana berikrar dia pasti akan bisa menaklukan Arga di tempat tidur. Lihats aja nanti!

***

Oriana turun dari mobil Mea dan tetap berdiri di depa lobi. Kepalanya menengadah ke atas dan wajahnya tersenyum ketika melihat langit cerah yang dihiasi bulan purnama dan beberapa bintang. Oriana tidak jadi masuk ke lobi, kakinya malah berjalan menuju taman yang berada di samping gedung.

Baru kali ini Oriana memiliki kesempatan untuk menyusuri apartemen Arga seorang diri. Cahaya lampu berwarna kuning menerangi jalan yang dilewati Oriana. Dari kejauhan terdengar gemiricik air, di pusat taman rupanya ada air mancur dan dikelilingi oleh kursi taman.

Oriana duduk di salah satu kursi berbentuk potongan kayu, tak jauh darinya ada beberapa orang yang menempati kursi lainnya tengah bercakap-cakap.

Dia hanya sendiri dan rasanya menyenangkan.

Mata Oriana tertuju pada air yang berjatuhan dan menampilkan warna-warna cantik karena terbiaskan cahaya lampu.

"Kopi?"

Sebuah suara mengagetkan Oriana. Suara itu milik Arga.

"Saya nggak sengaja lihat kamu di lobi dan ngikutin kamu ke sini," jelas Arga menjawab kebingungan Oriana yang terlihat dari wajahnya.

"Kamu abis ngapain?" tanya Oriana yang melihat Arga dengan kaos penuh keringat.

"Tadi lari trus lanjut nge-gym."

Oriana hanya mengangguk.

"Mau kopi?" tawar Arga lagi.

"Nggak usah. Buat kamu aja," jawab Oriana datar.

Arga menyesapnya perlahan. Merasakan sensasi pahit di lidahnya dan untuk alasan yang tidak dia ketahui ... tiba-tiba saja tadi dia ingin mengikuti Oriana. Dan di sanalah mereka berdua. Duduk sambil asyik menatap air mancur.

"Akhirnya ada juga tempat yang kusuka dari apartemen kamu!" Oriana bersuara, memecah keheningan.

"Maksud kamu?"

Oriana tertawa kecil. "Interior apartemen kamu tuh monoton! Nggak bikin semangat," jawab Oriana jujur. "Maaf..." Tapi Oriana tetap tertawa dan seolah permohonan maafnya hanya formalitas saja.

Tak urung, Arga pun ikut tertawa. "Namanya juga laki-laki... Waktu saya lebih banyak di kantor, di sana cuma buat tidur aja. Jadi udah nggak mikir hal-hal kecil kayak gitu."

"Iya sih..." Oriana memaklumi. "Kalau aku, apartemenku tuh udah kayak istana kecilku. Kalau pergi syuting berminggu-minggu, yang dikangenin ya pulang ke sana... tempat paling nyaman setelah rumah orang tuaku."

"Kamu kangen apartemen kamu?"

Oriana melirik Arga sekilas tapi tatapannya kembali lurus pada air mancur. "Banget," jawabnya. "Tapi aku masih suka ke sana kok kalau lagi suntuk."

Suntuk? Selama ini Arga tidak pernah melihat Oriana suntuk. Galak iya! Ah istrinya ini memang pandai menyimpan perasaannya.

Jam dipergelangan tangannya sudah menunjukan angka 10. "Pulang yuk," ajak Oriana sambil berdiri.

Mereka berjalan bersisian lagi hari ini. Satu hari yang panjang, melelahkan dan menguras emosi keduanya.

"Kamu boleh ngecat apartemen," kata Arga setelah keluar dari lift. "Pilih warna yang kamu suka..."

"Beneran?" tanya Oriana bersemangat.

"Iya, nanti kirim tagihannya ke saya."

"Makasih, Babe!" ucap Oriana sambil nyengir, sementara Arga melengos masuk ke kamarnya tanpa membalas ucapan istrinya.

***

Love,

Aya.


Oriana's Wedding Diary (Akan Tersedia Di Gramedia 8 Mei 2017)Where stories live. Discover now