Epilog

4.7K 473 110
                                    

"Selamat pagi, sayang." Bisikan lembut itu terdengar berkali-kali di dekat telingaku.
Sebuah rutinitas yang selalu di lakukan Mingyu untuk membangunkanku setiap paginya.
Aku mendengarnya. Namun aku tak terlalu buru-buru untuk bangun atau bahkan membuka mata. Sengaja.

Aku memang sengaja melakukannya karena jika aku tak segera membuka mata, maka Mingyu akan ---
"Selamat pagi, sayang. Mmmuaach,"
--- menciumku.

Mencium bibirku, lembut, dan berkali-kali hingga aku membuka mata.
Terkadang, ciuman di pagi hari seperti itu justeru membuat kami kembali bergelung di tempat tidur, lalu melakukan aktifitas lain.
Aktifitas dewasa yang membutuhkan banyak tenaga, dan terkadang berkeringat.

"Sayang," dan ciuman itu kembali ku terima. Kali ini disertai gigitan kecil di ujung bibirku. Dan aku nyaris saja menjerit.
"Aku tahu kau sudah bangun. Jika kau tak segera membuka mata, aku akan bergabung bersamamu di tempat tidur. Sudah ku bilang 'kan bahwa akhir-akhir ini kau begitu seksi. Dan aku tak keberatan untuk berkeringat di pagi hari," bisiknya nakal.

Dan aku menyerah. Terkekeh lirih, aku menggeliat pelan, lalu membuka mata.
Tepat ketika itu terjadi, aku segera di sambut oleh senyum manis milik pria itu.
Ia berjongkok di pinggir tempat tidur, menopang dagunya di atas lengan tangan yang ia lipat di ranjang, dan menatapku lembut.

"Selamat pagi," ia kembali menyapa dengan senyum lebar, menunjukkan deretan giginya rapi, dan taringnya yang lucu.
Wajahnya tampak segar. Rambutnya yang sedikit basah disisir sembarangan dengan jemari, dan aroma sabun menguar dari tubuhnya. Sepertinya ia baru saja mandi.

"Selamat pagi sayang," balasku. Aku mengulurkan tanganku, menyentuh pipinya, dan pria itu malah mengecup ringan telapak tanganku.

"Aku sudah menyiapkan sarapan pagi. Kesukaanmu. Mau ku bawakan kemari?" tawarnya.
Mingyu suka sekali memasak, dan jujur masakannya enak sekali. Bahkan lebih enak dari buatanku. Ditambah, ia suka sekali memasakkan sesuatu untukku.

Aku kembali menggeliat pelan lalu menggeleng.
"Aku akan sarapan di meja makan," jawabku.
Mingyu mengangguk. "Baiklah, akan ku tunggu di sana." ucapnya. Ia bangkit, mengecup keningku, lalu beranjak keluar kamar.

Setelah sadar sepenuhnya dari tidur, aku bangkit, lalu beranjak ke kamar mandi.
Sempat membersihkan diri dengan cara kilat dan berganti baju, aku memutuskan untuk berdiri sejenak di depan jendela, sekedar merasakan terpaan sinar mentari yang menerobos ke dalam kamar dan sekarang menerpa wajahku. Pagi yang cerah, batinku. Sambil sesekali menghirup nafas, menikmati segarnya udara pagi, di dekat danau.

Perhatianku teralih oleh suara celotehan dan senda gurau anak-anak yang berasal dari halaman depan rumah.
Aku melongok, dan mendapati bibi Lee tengah asyik bermain-main dengan Yena dan Jihoo di ayunan.

Aku tersenyum menyaksikkan kedua bocah yang sedang asyik bermain itu.
Yena tumbuh dengan baik. Sekarang usianya sudah 6 tahun, sementara Jihoo, adiknya, beberapa bulan lagi ia genap 3 tahun.

Jihoo.
Yup, dia putraku, dengan Mingyu.

Beberapa tahun yang lalu, setelah membuat kekacauan di pernikahan Mingyu dan Jiyeon, dan setelah berhasil 'merebut' lelaki itu dari tangannya, tak butuh waktu lama bagi kami untuk menikah.
Kami menikah di Hawai. Sebuah pernikahan yang sakral dan sederhana, yang dihadiri orang-orang dekat.

Dan setelah itu, Mingyu memboyongku kemari. Ke sebuah rumah cantik di dekat danau. Ya, danau buatan yang dulu sempat kami gunakan untuk tempat berkencan.
Awalnya ia berniat membawaku pulang ke Sweet Home tapi aku menolak. Rumah itu cantik, tapi terlalu banyak kenangan yang tak ingin ku ingat kembali.
Dan akhirnya, Mingyu membuatkanku sebuah rumah baru di sini, di dekat danau. Sesuai permintaanku.
Ia bahkan membuatkan rumah yang nyaris sama dengan Sweet Home. Hanya saja, yang ini benar-benar ... rumah.
Hangat, nyaman dan menyenangkan.Tempat untuk menghabiskan waktu dan mengukir banyak kenangan dengan orang-orang yang ku cintai.

SWEET HOMEWo Geschichten leben. Entdecke jetzt