Chapter 3 : The Queen of Drama

3.2K 405 9
                                    

"Dia lolos. Aku ingin mengenalnya lebih jauh."

Dan kalimat itu keluar dari mulut Kim Mingyu sendiri.
Ia yang meloloskanku! Ia yang ingin mengenalku lebih jauh!
Ini mungkin terdengar tidak masuk akal. Tapi aku benar-benar mendapatkan sebuah keajaiban.

"Tapi dia ...,"
Mrs. Park bangkit dari tempat duduknya dan melayangkan tatapan protes ke arah pemuda tersebut. Yang ditatap hanya membalas sekilas dan tanpa membubuhi kalimat berlebih, ia kembali menjawab, "Sudah ku bilang, dia.lolos."
Kalimat itu tegas, setegas tatapan matanya.

Mrs. Park tak berkutik. Ia mematung dengan raut muka sebal. Sesekali menatapku dengan tatapan jijik.
Dan aku tak peduli.

Pintu cermin kembali digeser oleh seseorang yang sejak tadi berdiri di belakang Mingyu, lalu pemuda itu beranjak ke sana.

Tepat ketika pintu nyaris tertutup, aku berteriak padanya, "Terima kasih!"

Dan aku masih sempat menangkap seulas senyum tipis sebelum sosok itu lenyap dibalik dinding cermin.

Tatapanku kembali beredar ke arah para juri, termasuk Mrs. Park, Jun, dan yang lainnya.
Dan tanpa bisa mengontrol kebahagiaanku, aku bersorak gembira.

Ah, masa bodoh dengan keberadaan Mingyu di dalam sana. Yang penting aku lolos audisi, aku bisa menjadi bagian dari acara ini, dan wajahku bisa wara wiri di televisi.

Selebihnya, aku akan mencari cara agar Kim Mingyu tidak mendepakku di episode pertama.

***

Dengan buru-buru aku menyeruak masuk ke rumah kontrakan. Ketika melihat Lizzy berdiri sendirian di depan wastafel, aku berjingkat lalu menghambur ke arahnya.

Aku berteriak haru sambil memeluknya.
"Aku lolos audisi!" teriakku.
Lizzy bengong sesaat, dan segera ia ikut berteriak histeris, bahkan lebih histeris dari diriku.

"Hana, selamat!" ia mendekapku erat.
"Dan kau pasti takkan percaya ini! Aku bertemu langsung dengannya, dengan Kim Mingyu! Dia yang meloloskanku!"
Lizzy kembali ternganga.

Kedua matanya melebar tak percaya.
"Serius?" Ia kembali berteriak.
Aku mengangguk cepat.
Dan perempuan itu kembali menubrukku, memelukku dengan gemas.

"Kau hebat, Hana! Kau berhasil menarik perhatiannya. Tak jadi soal jika akhirnya kau terdepak. Yang penting kau lolos dan bisa bertahan beberapa episode di sana," ada nada lega dalam suaranya.
Aku kembali mengangguk haru.

"Tapi akan lebih bagus lagi kalau kau berhasil membuatnya jatuh cinta padamu, dan kau bisa jadi istrinya. Ah, hidup kita pasti luar biasa enak," desisnya.

Aku menarik tubuhku dari pelukan Lizzy, lalu menatapnya dengan tatapan protes.

"Lizzy, aku hanya akan berpartisipasi saja. Aku tak berencana mencari suami. Ayah Yena sudah cukup melukai hatiku, dan aku tak mau menerima luka baru. Aku trauma," jawabku.

Lizzy menarik nafas.
"Iya, iya, maaf mengingatkanmu akan luka lama. Sekarang terserah kau saja." Ia menepuk pundakku.
"Jadi kapan kau mulai ikut karantina?"
"Besok," jawabku.

"Besok sore kami sudah harus hadir di lokasi syuting, maksudku, rumah itu. Dan bersamaan dengan itu, proses karantina akan segera dimulai. Berita bagusnya adalah, setiap peserta punya satu hari kosong yang tidak akan diisi dengan jadwal syuting. Jadi mereka bisa menggunakan waktu itu untuk pulang dan berkangen-kangenan dengan keluarga," aku tersenyum lega. Membayangkan aku masih bisa mengunjungi Yena dan menghabiskan waktu seharian penuh dengannya.

Selain itu, perkiraanku aku hanya akan bertahan di acara tersebut sekitar satu bulan saja, jadi aku takkan berlama-lama meninggalkan ia.

"Aku akan ke rumah bibi Hwa untuk mengambil Yena. Setelah itu kita akan berkemas,"
"Ayo," aku mengikuti langkah Lizzy keluar dari rumah kami menuju rumah bibi Hwa.

SWEET HOMEWhere stories live. Discover now