9. Give Love a Try

27.3K 3.5K 291
                                    

Aku memperhatikan Alana yang tengah memotong-motong kertas di tangannya.

"Ngapain sih, lo, Lan? Kayak anak TK, deh!" Aku merebut kertas di tangan Lana dan memperhatikan pola-pola yang dibentuknya. Wajahku mengernyit heran memandang pola abstrak di atas kertas. "Ini apa, sih?" tanyaku tak mengerti.

Alana cuma terkekeh dan merebut kembali kertas miliknya. "Nggak apa-apa. Cuma iseng."

Aku melirik Audi yang kini juga tengah balas melirikku. "Dasar Alana freak!" seru kami bersamaan.

"Berisik lo semua." Wajah Lana mencebik, namun ia kembali asyik dengan mainannya. "Ini tuh terapi penghilang stres, tahu!"

Aku dan Audi sama-sama melengos malas mendengar ungkapan Lana.

Aku melirik jam di pergelangan tanganku dan baru sadar bahwa hari ini tanggal 28. Aku mencolek Audi yang tengah sibuk dengan ponselnya dan menunjukkan tanggalan di jamku kepadanya. Ia pun menatapku dengan mata melebar, seakan gadis itu telah melupakan sesuatu.

Mata kami sama-sama memicing. Lalu, kami pun mengangguk bersamaan dan mulai sibuk kembali dengan ponsel kami masing-masing.

Alana--setelah selesai berkutat dengan mainannya--menatap kami bingung campur bosan. "Elo berdua lagi berantem, ya?"

Aku tertawa dalam hati. Sepertinya, Lana pun tidak mengingat tanggal penting ini.

Aku dan Audi sama-sama memilih mengabaikan pertanyaan Alana.

"Kalian kenapa, sih? Berantem karena apa? Jangan kayak anak kecil, dong, diem-dieman gitu. Hey...."

"Pasti masalah Gema, ya? atau masalah Rezka? Atau karena gue? Bilang, dong...."

"Kita udah jarang banget ketemu, loh. Masa giliran ketemu malah berantem, sih?" omel Lana lagi dan lagi.

Aku dan Audi pun merasa semakin gerah dan tak tahan lagi untuk membongkar sandiwara kami. Pada akhirnya, kami pun menaruh ponsel kami ke dalam tas, lalu, berseru kencang tepat di hadapan Lana di tengah-tengah suasana sepi apartement Audi.

"SELAMAT HARI KACANG ALAAANAAA!!!"

Alana pun terdiam. Ia memutar bola matanya tampak mencoba untuk mengingat-ingat tanggalan hari ini. Setelah ia tersadar, ia pun kembali menatap kami.

"Damn. I Hate you both," ucapnya dengan nada datar. "Kapan sih kalian bosan mainin lawakan zaman kita SMA itu??!!"

Derai tawaku dan Audi pun memenuhi ruangan.

Setelah tawa kami mereda, si Alana itu, dengan niat balas dendamnya, bertanya dengan begitu bersemangat kepadaku.

"Jadi, Kay, kapan lo mau ngenalin Rezka ke kita-kita?"

Mulutku sudah hampir terbuka untuk menjawab, namun tertutup kembali ketika mengingat obrolan terakhir kami akhir pekan kemarin.

"Nanti, ya. Gue masih butuh waktu buat naklukin dia," kataku dengan sisa rasa percaya diri yang hampir pupus.

Dan kalau boleh jujur, mengingat obrolan kami terakhir kali, keinginanku untuk menarik keputusanku mengenal Rezka lebih jauh semakin hari semakin kuat, sebelum aku terjatuh dan Rezka mungkin tidak akan mengulurkan tangannya untuk menggapaiku.

****

Aku suka berjalan-jalan sendiri. Menyusuri pertokoan di dalam mall, menghabiskan waktu berbelanja. Kalau Alana memilih memotong-motong pola berbentuk abstrak untuk melepaskan penat dan rasa stres, aku lebih memilih membeli satu-dua potong pakaian baru demi mengembalikan suasana baik hatiku. Akan lebih menyenangkan lagi apabila sedang ada acara cuci gudang ataupun Bazar.

The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a LadyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt