7. Perdebatan

26.2K 3.2K 249
                                    

Hidupku hampir selalu teratur. Jadwal makan, jadwal tidur, jadwal olahraga, jadwal perawatan kecantikan, jadwal belanja, dan masih banyak jadwal lainnya yang apabila kujelaskan lebih rinci mungkin hampir setebal buku-buku ciptaan Stephenie Meyer. Atau mungkin tidak, aku saja yang berlebihan. Tapi secara keseluruhan, aku adalah tipe manusia yang suka dengan pola kehidupan yang teratur, tidak terlalu banyak tantangan, dan cenderung manja.

Mungkin karena aku adalah si bungsu. Dari ketiga putri papa, akulah yang paling disayang dan dimanjakan. Hampir semua keinginanku selalu papa turuti. Tapi itu dulu, sebelum papa memiliki seorang cucu. Jasmine--keponakan tertuaku dari Mbak Raia, berhasil merebut perhatian papa dariku. Namun demikian, aku tidak sedikitpun merasa iri atau kesal kepada Jasmine.

Sampai akhirnya aku mendapatkan pekerjaan dan bisa membiayai kehidupanku sendiri, aku mencoba belajar untuk hidup secara mandiri. Papa melarangku untuk memiliki tempat tinggal sendiri karena menurutnya itu hal yang konyol. Kenapa aku harus hidup berpisah dengan orang tuaku ketika kami bahkan tinggal di kota yang sama. Papa juga nekat membelikanku mobil baru apabila mobil sedan mungilku yang sudah kumiliki sejak SMA dan mulai sering masuk bengkel itu tidak lagi memadai untuk kugunakan sebagai akomodasi ke kantor.

Sebagai seorang gadis manja yang ingin belajar mandiri, aku menolak tawaran papa--Alana bahkan sempat berseru bangga saking terkejutnya mengetahui keputusanku. Para sahabatku tahu jelas betapa rewelnya aku kalau sudah menyangkut dengan bepergian. Sebisa mungkin, kalau tidak dalam keadaan mendesak, aku selalu mencari seseorang yang bersedia mengantar-jemputku. Di samping mencoba untuk hidup mandiri, alasanku tetap tinggal bersama orang tuaku adalah karena aku juga tak tega meninggalkan mama dan papa yang kini tinggal sebatang kara setelah ditinggal menikah oleh Mbak Raia dan Mbak Maia.

Lagipula, bagaimana kalau suatu saat nanti aku rindu dengan masakan mama? Atau rindu makan mie instan tengah malam sambil menonton televisi dengan papa?

Walaupun sudah tiga tahun mencoba untuk hidup mandiri, aku sadar sifat manjaku masih belum hilang sepenuhnya. Hal yang juga mendasari rasa engganku untuk segera menikah dan mengamini usulan perjodohan dari Mbak Raia dengan Adnan--kenalan Mbak Raia yang diyakini mapan secara lahir dan batin dengan menyandang status sebagai PNS Kementerian Keuangan.

Aku tidak terlalu terkejut menemukan Mbak Raia malam ini di rumah, sepulangku dari kantor. Aku masih sibuk melepaskan sepatu hak tinggiku ketika Mbak Raia menyambut kepulanganku dengan senyum manis dan selembar foto di tangannya. Aku sempat terpaku melihat gerakan tangan Mbak Raia melambai-lambaikan foto tepat di depan wajahku.

"Mbak sudah tunjukkan calonnya ke mama dan papa, mereka setuju dengan usulan Mbak."

Aku beringsut mundur. Mataku refleks menyipit menatap foto yang disodorkan tepat ke depan wajahku.

Hanya demi selembar foto. Ya, hanya demi menunjukkan foto calon suami kepadaku, Mbak Raia rela pulang ke rumah kami di tengah hari kerja seperti ini.

Aku mendesah lelah memandang Mbak Raia. "Mbak...."

"Dipertimbangkan dulu, Kay. Jangan langsung nolak tanpa alasan."

Lagi, aku menarik napas panjang dan memasukan foto pemberian Mbak Raia ke dalam tas. "Kita bahas nanti, setelah aku bersih-bersih."

Dengan begitu aku terpaksa harus menjalani sesi debat alot mengenai ambisi keras Mbak Raia untuk menjodohkanku, orang tuaku yang mendukung usulan Mbak Raia namun masih mempertimbangkan keinginanku, dan usahaku sendiri yang menolak telak usulan Mbak Raia.

Dari foto yang ditunjukkan Mbak Raia, setelah kuteliti dengan baik, lelaki bernama Adnan itu memang tampak manis dan berwibawa dengan seragam dinas yang dikenakannya dalam foto. Gagah, begitu kata yang tepat menggambarkan sosok Adnan. Terlihat mapan secara materi--dilihat dari jam tangan bermerek yang dikenakannya, tipe menantu idaman mertua sejati. Tidak terkecuali kedua orang tuaku.

The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a LadyWhere stories live. Discover now