6. Percakapan tentang Aku, Kamu, dan Kita

26.6K 3.3K 216
                                    

Aku memandang wajah para sahabatku satu per satu. Adel yang tampak penasaran, Nadine yang menuntut penjelasan, dan Lana yang tak sabar ingin mencekikku. Beruntungnya Audi tak bisa datang pada pertemuan kami sore ini--dari percakapan di grup kami, dia bilang hari ini adalah hari ulangtahun pernikahan orang tua Gema. Aku yakin, Audi tak akan segan menggorengku ketika kami bertemu nanti.

Aku tidak terlalu memikirkan sebelumnya bahwa keabsenanku selama lebih dari dua minggu ini akan menimbulkan tanda tanya besar bagi para sahabatku. Maksudku, dua minggu bukan waktu yang lama. Kalau sedang ada urusan dinas ke luar negeri, aku bisa melanglang buana hingga satu bulan bahkan lebih.

Hal yang menjadi permasalahan para sahabatku adalah, kepergianku kali ini disertai dengan ketidakmunculanku dalam percakapan grup kami di saat mereka tahu bahwa hubunganku dengan Eggy sedang di ujung tanduk.

Alana, yang paling sensitif sekaligus paranoid di antara kami langsung nyeletuk begitu kami baru saja mendarat di sofa empuk kafe.

"Kay, elo nggak hamil, kan, makanya kabur dari kami?" Dan aku harus menahan diri untuk tidak melompat ke arah Lana dan menyumpal mulut gadis itu dengan pak tisu basah yang baru kukeluarkan dari tas.

"Lan, bisa lebih kencang dikit nggak ngomongnya?" sindirku terang-terangan dengan ekspresi nyinyir ke arah Lana. Bukannya menangkap maksud sindiranku, Lana justru sengaja menuruti perkataanku barusan.

"KAY, ELO NGGAK HMPPH--"

"Astaga, Lana!" Pekikku kesal sementara Lana berusaha membuka bekapan tanganku sambil terkekeh.

"Ya, makanya, kalau pergi itu kasih kabar, Kay! Gimana kita nggak ne-think terus sama elo? ckck...," keluh Nadine sedikit kesal. Aku menunduk serbasalah.

"Iya sori deh.... Memang kemarin gue ada masalah sama Eggy, kan...."

"Kalau yang itu elo udah cerita. Gue yakin, pasti ada hal lain." Giliran Adel yang sejak tadi sibuk memperhatikan interaksi kami yang buka suara.

Adel menatpaku teliti. Ia pasti ingin menuntut penjelasanku mengenai kealpaanku hadir di klinik prateknya untuk terapi seperti janji kami di telepon beberapa malam yang lalu. Aku menepuk kepalaku, seakan baru tersadar dengan kesalahanku yang satu ini.

"Ya ampun, Del, gue lupa kalau gue ada janji sama lo. Gue lupa banget!"

"Ya udah sekarang cerita makanya," buru Adel tak sabar.

Aku kembali menatap Adel, Nadine, dan Lana satu per satu sebelum menceritakan awal kepergianku secara misterius. Dari mulai insiden putusnya hubunganku dengan Eggy yang begitu tragis dan menjijikan untuk dijelaskan alasannya hingga kepergianku ke Bandung untuk mengejar sosok lelaki yang kukagumi.

"Jadi, kalian putus?" tanya Nadine terkejut. "Demi apa?!"

Aku mengangguk. Tak berat sebenarnya untuk menceritakan hal itu kepada para sahabatku. Hanya aku malas mengingat-ingat hubunganku dengan Eggy yang kalau kupikir-pikir lagi membuatku menyesal dan merasa bodoh. Was I drunk the entire relationship? begitu kata meme yang pernah kubaca.

Eggy jelas seorang DJ. Profesinya itu mengharuskannya berada di tempat-tempat di mana banyak kaum hawa berpakaian "kurang bahan" berkeliaran. Taruhan denganku, mata lelaki mana yang tak akan jelalatan mendapat rejeki nomplok? Melihat pakaian ketat dan mini di sana-sini? Seakan belum cukup godaannya, tak jarang pula di antara para pecandu kelab malam itu, baik yang mabuk ataupun sadar sepenuhnya, menawarkan diri untuk one night stand.

Aku menatap Nadine sungguh-sungguh. "Iya... serius," jawabku sambil mengangguk. "Gue beneran putus dengan Eggy sekitar dua minggu yang lalu. Kita jarang komunikasi kemarin, lalu dia selingkuh, dan gue ilfeel sama dia," aku memejamkan mata lalu menarik napas, "The end of the story."

The Bridesmaids Tale #2: Portrait of a LadyNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ