Tiga

723 76 3
                                    


Bel istirahat baru berbunyi beberapa detik yang lalu. Namun meja Jessica Jung telah dipenuhi oleh teman-teman sekelasnya. Mereka menyerbunya seperti semut melihat gula. Jessica hanya menjawab dan tersenyum ketika mereka menghujaninya dengan banyak pertanyaan. Sungguh merepotkan.

"Jessica-ssi, dimana rumahmu?" Seorang gadis berpenampilan mencolok memulai pembicaraan.

Belum sempat dijawab pertanyaan yang lain sudah muncul. "Apa makanan kesukaanmu?"

"Namamu bagus."

"Apa hobimu?"

"Boleh kupanggil Jessica-ya?"

"Suka karoke?"

"Apa pekerjaan orang tuamu?"

"Maaf," kalimat pertama yang keluar dari mulut Jessica membuat mereka bungkam. Jessica sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan mereka. "Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja!" Mereka semua menjawab dengan penuh semangat.

"Kemana gadis yang duduk disana?"

Hening. Tidak ada satupun dari mereka yang menjawab. Tatapan mereka berubah menjadi tak suka. Tajam dan menusuk. Seolah Jessica telah menanyai kemana seorang penjahat pergi.

"Maksudmu Im Yoona?"

"Hei, jangan sebut namanya. Nanti kau kena sial."

Jessica tidak mengerti dengan ucapan mereka barusan, tapi dia tetap mengangguk. "Kau mengenalnya?" sambar yang lain.

"Bisa dibilang begitu."

Murid perempuan berpenampilan mencolok maju ke depan. Dari semua orang yang sekarang sedang menatapnya. Gadis ini lah yang tatapannya paling tajam seperti pisau yang baru diasah. "Kuperingatkan padamu. Jangan dekati dia atau kau bisa kena sial dan semua murid di sekolah ini akan memusuhimu."

"Pembawa sial? Apa maksudmu?"

"Kau anak baru, jadi kau tidak mengerti. Setiap orang yang berada di dekatnya, pasti akan mati. Buktinya, dia selalu menjadi saksi mata disetiap kecelakaan, pembunuhan, dan bunuh diri dalam kurun waktu satu tahun ini. Kau akan kena sial."

Jessica bangkit dan menatap tepat di manik mata milik murid perempuan berpenampilan mencolok. Dia terlihat muak dan ingin muntah di depan mereka semua. Astaga! Memangnya sekarang abad berapa? Mereka masih saja percaya dengan takhayul.

"Hanya orang primitif yang percaya dengan ucapanmu."

Hanya sebuah kalimat biasa dan diucapkan oleh orang biasa pula. Namun, kalimat yang baru saja gadis itu ucapkan membawa efek besar bagi setiap orang yang mendengarnya. Termasuk Im Yoona yang sedang berdiri di ambang pintu.

Ia sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi sebelumnya, nampaknya ia telah melewatkan sebuah pertunjukkan besar. Ia harus berekspresi seperti apa? Senang? Marah? Atau apa? Seorang murid baru bernama Jessica Jung membelanya? Gadis itu tidak mengenalnya, tapi mengapa Jessica membelanya? Banyak murid baru yang memilih jalur aman, tapi Jessica memberontak dan membelanya. Ini salah.

"Yoona-ya," panggil Jessica sambil berlari kecil ke arahnya. Bahkan gadis itu sok akrab. "Ayo kita pergi dari sini, ucapan kotor mereka membuatku sesak napas."

Yoona bergeming mengikuti langkah Jessica ke luar kelas. Mereka berjalan menuju atap tanpa memperdulikan banyak pasang mata yang menatap mereka aneh. Bukan rahasia lagi kalau Im Yoona adalah sumber dari segala kesiala, bagitulah kata mereka. Jadi wajar saja, tidak ada yang mau berteman dengannya. Dan hari ini seorang anak baru dengan berani membela Yoona. Oh astaga!

In a DreamWhere stories live. Discover now