2. Stranger by the day

396 26 4
                                    

I don't care how complicated this gets, I still want you
.
.

Ada begitu banyak hal di dunia ini yang bisa kita isi untuk mengisi waktu luang. Salah satunya mungkin dengan jalan-jalan, shoping dan berkunjung ke rumah teman atau sahabat. Setidaknya, itu yang ku lakukan beberapa hari yang lalu, saat waktu luang... tidak, tidak, tepatnya saat syndrome writer block menghampiriku. Berkunjung ke rumah Farah adalah salah satu cara terbaik untuk mengusir stress, apalagi di weekend begitu.
Tapi kenyataannya berbeda kali ini. Sekali ini justru Farah yang mampir ke apartemenku. Dia datang dengan menenteng cheese cake ditangannya. Well yah, dia memang sahabat terbaik yang pernah ada. Sahabat yang tahu benar apa yang menjadi kesukaan sahabatnya.

"Makasih loh, Far. Pakai repot-repot segala deh bawain cheese cake," kataku sambil menyuap cheese cake ke mulutku. Sumpah, sejak pagi aku belum sarapan apa-apa. Sejak pagi, aku terlalu sibuk melayani Elang dengan roti selai nanasnya. Aku yang bahkan tidak sempat mengoleskan selai cokelat ke roti tawarku sendiri.

Di sofa tamu Farah hanya bisa mengangguk menanggapi perkataanku. Dia menyandarkan dirinya ke sofa sambil menghidupkan tv flat dengan remote yang ku letakkan diatas meja. Ya, baginya apartemen ini sama seperti rumahnya, dia bebas melakukan apapun. Dan aku sendiri, merasa tidak masalah sih dengan itu.

"Haus nih.. tamu datang bukannya disediain minum.." Farah melirik ke arahku sambil mengusap kerongkongannya. Tapi aku tidak peduli, kan sudah ku bilang, dia menganggap ini rumahnya, jadi kalau dia haus ya self service saja dong.
Hihii.. aku hanya bisa membalas perkataannya dengan satu senyuman tanggung. Farah menggeleng-gelengkan kepalanya dan melempar bantal cushion ke arahku, namun aku secepat kilat mengelak.

"Babe, lo itu keluarga bukan tamu."

"Ya. Ya. Kalau gitu prinsipnya, berarti ke depannya gue bisa bebas pakai semua barang-barang lo termasuk semua perhiasaan lo."

Aku tertawa mendengar ucapannya. "Lo lupa, gue nggak punya perhiasan."

Farah kemudian segera bangkit berdiri, ku duga ia berjalan menuju kulkas dan hendak mengambil satu gelas air mineral dingin dari dalamnya. "Lo bener-bener cewek teraneh di dunia. Bisa-bisanya nggak suka perhiasaan." Farah melemparkan tatapan anehnya kepadaku, seolah hidup yang kujalani adalah sebuah kejaiban di dunia.

"Kalau lo nggak lupa, biar gue jelasin lagi.. perhiasan gue cuman satu.. buku," kataku mengingatkan.

"Dan laptop busuk lo."

"Dan mobil yaris  lo."

"Dan apartemen sederhana ini.."

Ia mencoba mengurai satu persatu, apa saja yang menurutnya menjadi milik berhargaku. Kalimatnya tergantung di udara ketika pandangannya tertumpu pada sesuatu diatas meja makan. Oh crap.

"Dan satu toples selai nanas, yang bahkan lo nggak suka...."

"Dan Elang..."

Tepat ketika dia menyebutkan nama Elang, dia sudah kembali ke tempatnya. Duduk dihadapanku dengan kaki berselonjor. Refleks aku kehilangan selera makanku. Perlahan ku letakkan cheese cake itu diatas meja.

"Jadi kapan dia datang?" Tanpa basa-basi Farah melemparkan pertanyaan itu kepadaku. Dia memang terlalu pintar untuk menilai. Dan penilaiannya memang tidak salah sih. Selai nanas dan Elang adalah kedua hal yang tak bisa dipisahkan.

"Tadi malam," Jawabku kaku.

Jujur saja, aku sedang harap-harap cemas sekarang. Menanti bagaimana reaksi Farah mendengarkan kisahku dengan Elang benar-benar membuatku khawatir. Pasalnya, setiap kali aku mulai membahas Elang, maka Farah tak segan-segan menoyor kepalaku dan menceramahiku panjang kali lebar.

Coming Home Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang