Bab 3 - Marriage Contract

43.9K 2.1K 29
                                    

Kita sudah berpindah di ruangan yang berbeda. Sebuah meja besar terpampang luas di depan kami. Aku dan Liam berada di saling sudut. Berteman dengan sebuah kertas putih dan satu bolpoin yang ada di atas meja sambil menatap mata masing-masing untuk mengiringi perjanjian pernikahan di antara kami.

"Oke, mari kita mulai." Aku langsung mengambil kertas itu dan mulai menuliskan sebuah kalimat untuk mengawali perjanjian kontrak yang akan kita buat.

Liam tampak mengerutkan dahinya. Sedikit menggaruk-garuk kepalanya saat melihat kelakuanku. "Maura, apa kau gila? Kita tidak perlu sampai menulis kontrak itu. Bukankah perjanjian lisan yang kita buat sudah cukup? Kita tinggal menepatinya saja dan saling membantu untuk melakukan misi kita."

Aku langsung menggeleng menjawab pertanyaannya. "Tentu saja tidak." Ucapku. "Hitam di atas putih sangat diperlukan untuk perjanjian ini. Supaya tidak ada salah satu diantara kita yang berkhianat."

Liam tampak mendesah. Menaikkan bahunya seperti tidak perduli. "Baiklah, baiklah. Terserah kau saja." Dan mendengar jawaban Liam, aku ikut tersenyum mendengar persetujuannya.

"Well, baiklah mari kita mulai," ucapku sambil menatap ke arah Liam. Liam hanya tampak seperti bayangan di sana. Pencahayaan yang hanya bermodalkan satu buah lampu berwarna merah yang ada di ujung ruangan, semakin membuat redup ruangan bar yang tersembunyi ini. "Pertama, pernikahan ini berdasarkan sebuah misi, dan akan berakhir jika misi sudah selesai," ucapku. Melirik ke arah Liam menanti tanggapannya.

Liam mengangguk. "Setuju,"

"Kedua. Dilarang mencampuri urusan masing-masing."

"Setuju," ucap Liam sekali lagi.

"Ketiga. Setelah menikah kita akan tinggal di apartemenku dan dilarang membawa orang lain tanpa izin masuk ke dalam apartemen."

"Tidak!" Kali ini Liam menggeleng. Menyatakan ketidak setujuannya terhadap perkataanku. Membuatku sedikit mengernyit saat menatapnya.

"Kau akan tinggal di tempatku, Maura. Kau tahu kalau jarak antara tempat kerjaku dan tempat tinggalmu sangat jauh. Dan aku tidak mau menanggung resiko dengan jarak yang sejauh itu."

"Tapi, Liam. Bagaimana denganku?" Protesku.

Liam menggeleng. "Bagaimana denganmu kau bilang? Bukankah keseharianmu kau sendiri juga tidak tahu apa yang kau lakukan? Setelah kau patah hati dengan mantan tunanganmu itu, kau putus kuliah, sekarang tidak bekerja dan malah sering pergi keluyuran tidak jelas. Kau juga pergi dari rumah, meninggalkan orang tuamu dan malah tinggal di apartemen dengan alasan ingin sendirian."

Skak mat

Aku menelan ludahku sendiri.

"Tidak ada alasan untuk menolak, Maura." Ucap Liam kemudian.

"Tapi, Liam. Apartemenmu kecil sekali, aku tidak bisa tinggal di tempat seperti itu. Dan ooh... bukankah kau hanya punya satu tempat tidur?" Aku menggeleng keras. "Tidak. Tidak bisa. Kita tidak bisa tidur di atas kasur yang sama."

"Kenapa ...? Kita sudah menjadi sepasang suami istri?" Tanya Liam spontan.

Mendengar perkataan Liam aku langsung melepas high heels-ku. "Liam, apa kau ingin melempar ini untukmu?"

Tawa Liam langsung pecah ketika melihatku sudah melepas high heels-ku. "Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda."

"Dengar. Kembali ke awal perjanjian ini bahwa kita melakukan pernikahan hanya untuk sebuah misi. Dan aku melarangmu untuk melakukan kontak fisik denganku." Mataku melotot tajam. "Dan aku tidak akan pernah mau kalau kita tidur satu ranjang. Tidak ada jaminan kalau suatu malam kau tiba-tiba terpesona oleh kecantikanku dan menyerangku." Tiba-tiba saja aku langsung bergidik.

Unexpected Relationshit (TAMAT)Where stories live. Discover now