[0] Prolog.

131K 7K 270
                                    

Kara menatap sesosok cowok berambut gelap dihadapannya yang lagi sibuk main PS. Mata cowok itu kelihatan awas, memperhatikan tiap gerak-gerik lawannya. Bibirnya sesekali mengeluarkan kata-kata kasar tiap kali bola yang digiringnya berhasil di rebut lawan, atau tiap kali dia nendang tapi nggak goal.

Cewek itu senyum sekilas.

Hari ini hari minggu, dan Keano seperti biasa menghabiskan waktunya di lantai dua rumah keluarga Wirasetya, mainin PS, suatu hal yang sebenarnya bisa dia lakukan di rumahnya sendiri, tapi cowok itu lebih memilih ngacak-ngacak lemari kaset PS punya Joshua -kakak Kara yang 3 tahun lebih tua dibanding dirinya -juga ngabisin persediaan cemilan di lemari dapur Kara.

Tapi ya, fenomena Keano yg dengan seenak jidat ngemilin froot loops punya Kara tanpa bilang apa-apa, juga kaset PS yang berserakan dan gelas yang tergeletak berantakan di atas karpet udah jadi sesuatu yang biasa buat Kara. Dari kecil, dari bayi malahan, kelakuan mereka berdua emang udah begitu adanya.

Kara nggak bisa ingat hari dimana mereka nggak pernah berkelakuan kayak gitu. Sepanjang hidupnya, tiap minggu pagi, Keano udah siap sedia masuk rumahnya kemudian melakukan hal-hal nggak penting tapi menyenangkan, seperti rebutan remot mau nonton Dragon ball atau Chalkzone, manjat pohon, gangguin mama masing-masing buat kue, atau nyeret Kara ke rumahnya.

Lalu, seiring tahun berganti, hal-hal itu berubah jadi rutinitas. Sampai mereka sebesar ini, Keano masih muncul di depan pintu rumah Kara, entah itu buat ngerecokin cewek itu fangirling atau buat ngacak-ngacak rumah kayak sekarang ini.

Dan sejujurnya, meski kesal karena harus beresin selusin kaset PS yang berserakan, Kara nggak mau kalau rutinitas ini hilang begitu aja karena satu atau dua orang yang datang ke kehidupan masing-masing, lantas melabeli mereka berdua sebagai miliknya lalu menyebabkan mereka berdua terpisah begitu aja.

"Wey, ngeliatinnya gitu amat sih? Gue tau gue ganteng, tapi nggak gitu juga kali, Ra."

"Yee najis. Geer banget."

Keano ketawa. Lalu, entah ada angin apa, cowok itu beringsut mendekat dan merebahkan kepalanya di paha Kara.

"Ra,"

"Hm"

"Pernah kepikiran nggak sih, gimana kalau kita pacaran?"

Bukannya menjawab, Kara malah ngakak.

"Yee malah ketawa."

"Ya abis lo absurd banget tau nggak sih, ngapain nanya kayak gitu segala?"

"Jawab aja sih."

"Nggak kebayang." Ujarnya. "Geli amat gue pacaran sama lo, ew." Kara melirik pada kepala Keano di pangkuannya hanya untuk melihat ekspresi serius cowok itu.

"Kok geli sih? masa nggak mau pacaran sama cogan kayak gue gini?" tanyanya.

Kara menggeleng dengan ekspresi datar.

"Anjing." Umpatnya, lalu hening lagi.

"Ra," panggil cowok itu.

"Hm"

"Kalo gue tiba-tiba nembak lo gimana? Diterima nggak?"

"Hah?" Kara nyaris tersedak air jeruk yang sedang diminumnya. "Lo kesurupan apa sih, Kean?" tanyanya tak mengerti. Dia sama sekali nggak pengen menganggap bahwa omongan Keano itu serius, tapi sesuatu dalam nada bicara cowok itu bikin Kara deg-degan sendiri.

Keano terkekeh dengan cara yang sangat menyebalkan. "Udah panik duluan ya, Ra?"

"Yee bangsat." Kara meninju bahunya pelan. "Gue pikir lo kesurupan setannya Nata," ujar gadis itu, merujuk pada salah satu tokoh dari cerita Refrain yang pernah dibahasnya dengan Keano.

"Lagian, lo tuh sahabat gue, Ke. Dari dulu. Bakal kerasa aneh banget kalo kita tiba-tiba sayang sayangan. Ew." Katanya seraya memainkan rambut Keano yang kecoklatan.

"Lo sahabat gue kan, Ke?" tanyanya, memastikan.

"Bukan, gue majikan lo."

"Ee mbe."

"Ya iyalah, jadi selama ini lo anggap gue apa, tukang kebon?"

"Ya udah, janji ya, kita selamanya kayak gini. Meskipun lo udah punya istri, udah beranak, udah aki-aki sekalipun."

Keano cuma ketawa, nutupin apa yang ada di otaknya.

Keano nggak mau janji mereka sahabatan selamanya. Nggak mau janji kalau persahabatan mereka nggak akan berubah karena kalau boleh jujur, Keano sama sekali nggak bercanda.

Keano mau Kara. Keano mau sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan dengannya.

****

Hello. Ku kangen.
And, yes, i did. I re write this story for the 123456789 times. Im so sorry. Gue emang abalan, nggak bakat nulis. Anyway, gue mau bilang part 1 dan 2 masih sama dengan tinkerbell versi-versi sebelumnya. Perbedaannya cuma di akhir-akhir part. Jadi kalo kalian yg udah baca part 1-2 versi sebelumnya,baca aja ending part 1 dan part 2 nya karena itu beda dari tinkerbell versi sblmnya.

P.s: shawn ganteng punyaku.💋💋💋

TinkerbellWhere stories live. Discover now