1 Tahun Ajaran Baru

360 29 32
                                    



"Dan pemberitahuan untuk anak-anak kelas dua-belas, bahwa di awal tahun ajaran kali ini untuk segera ..."


Mau selantang apa pun Ibu Kepala Sekolah berbicara di tengah lapangan dengan sebuah mikrofon, tetap saja murid-muridnya tidak ada yang memperhatikan.

Paham saja, karena setiap akhir upacara pikiran murid-murid sudah bukan lagi tentang meneriakkan Pancasila dan Janji Siswa. Melainkan untuk segera bernaung di kelas yang teduh.

Ada yang tengah asyik mengobrol, ada yang sibuk main hape, bahkan ada yang malah tidur sambil berdiri ...



"Adaaawwww!!!" Pekik seorang siswi ketika kepalanya mendapat 'ciuman' dari sebuah penggaris milik guru pengawas.

"Lagi-lagi kamu, Talia! Ini udah ketiga kalinya bapak mergokkin kamu tidur sambil berdiri. Kamu itu udah kelas tiga harusnya dengerin pengumuman dari Ibu Kepsek," tegur Pak Santoso dengan tampangnya yang killer. "Pindah kamu ke barisan depan sana, biar nggak ketiduran lagi!"

Talia menghela napasnya dan mengangguk pasrah. "I-iya deh, Pak ..."

Tapi beruntung pas cewek itu baru mau digiring ke barisan depan, upacara bendera sudah selesai dan pemimpin barisannya baru saja membubarkan barisan.

Senyum cewek itu pun langsung mengembang sebelum bergegas melepaskan diri dari Pak Santoso dan berlari menuju kelasnya sambil berteriak,


"Dadah, Pak! Ketemu lagi minggu depan, ya!"


***


Talia duduk bersandar pada dinding kelasnya dengan napas ngos-ngosan dan jantung yang berdebar. Nggak, bukan karena jatuh cinta. Tapi karena lari dari kejaran Pak Santoso yang untungnya sudah menyerah untuk mengejarnya saat ini.

Saking sibuknya mengatur napas agar kembali normal, Talia memekik kaget lantaran pipinya menyentuh sesuatu yang dingin yang ternyata adalah sebotol air mineral.



"Nih, hadiah lomba lari marathon lo versus Pak Santoso. Selamat ya," ejek Rio sahabatnya.

Talia terkekeh geli mendengar apa yang dikatakan Rio. "Wah, makasih ya. Gue nggak nyangka kalo gue bisa menang," guraunya sambil menenggak nyaris setengah botol air mineral yang diberikan.

"Gila lo, Tal. Baru juga masuk sekolah, udah bikin ulah." Rio menggeleng tidak percaya dengan senyum mengembang.

"Justru karena baru masuk, kita harus buat ulah sebanyak mungkin sebelum lulus." Jelas Talia seolah orang bijak.

Rio menggeleng-geleng lagi. Lama-lama dia terlihat seperti orang sedang clubbing. "Serah lo deh, Tal. Serah lo."

Talia menyunggingkan sebuah senyum lebar mendengarnya. Rio memang benar-benar sahabatnya.

Cowok tinggi semampai dengan wajah yang manis ini sudah bersama Talia sejak kelas satu SMP. Rio dulu sering jadi bahan ejekkan dan tertawaan teman-temannya karena tubuhnya yang pendek dan gempal saat SMP, mungkin karena hal itu yang membuat Talia merasa bertanggung jawab untuk tetap bersama Rio sampai sekarang, untuk menjaganya dan menjadi temannya.

Tapi secepat waktu berjalan, Rio yang beranjak SMA berubah drastis. Dia bukan lagi cowok pendek gendut yang selalu jadi kurcaci di drama musikal, dia adalah cowok jangkung dan seorang atlet lari. Bukan lagi cowok pendiam yang selalu mengikuti kemana Talia pergi, tapi cowok yang selalu diikuti teman-temannya kemana ia pergi. Tidak ada lagi yang memandangnya rendah, melainkan dengan rasa kagum dan respect.

AnticipateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang