voice (suara)

44 3 0
                                    

6.
Nakayama Yuma - Voice

.

Kokone memandang skeptis serobek kertas di tangan kanan. Dua belas digit nomor. Matanya berkedip-kedip dengan velositas konstan, tapi tidak dengan aliran nadinya-ah, sejak kapan gadis itu memikirkan hal-hal senada begini.

Selasa lalu Kokone belum sempat menanyakan nomor ponsel Moke. Tapi Kokone mendapatkannya dari Taito. Lelaki berambut ungu tersebut tanpa diperintah berjalan menghampiri Kokone, mengatakan kalau gadis itu akan membutuhkan benda ini sambil mengulurkannya, lantas berlalu.

Setelah terbuang beberapa menit hanya guna memandangi, Kokome segera mengambil ponsel dari atas meja rendah di samping ranjang.

Diketuk-ketuk layar, menulis sederet angka, memilih ikon telepon hijau hingga terdengar bunyi yang lumayan panjang.

Tidak ada jawaban. Kokone menghela napas. Barangkali Moke tengah kelelahan, tidak sengaja meninggalkan ponselnya di bawah bantal hotel penginapan kendati lelaki itu terlelap pulas.

Tetapi gadis itu masih punya pikiran lain. Sekali lagi ia mencoba, sama-sama tidak ada jawaban. Kemudian Kokone bersumpah jika yang ketiga kali tidaka da jawaban pula maka Moke memang benar-benar sedang kelelahan dan tidak mungkin ia mengganggunya.

Tepat. Butuh tiga kali panggilan untuk mendengar sahutan dari seberang, "Kokone?"

Ah? Yang Kokone ingat bahkan ia sendiri juga tidak sempat memberikan nomor ponsel. Akan tetapi tidak penting. Kokone menarik bibir, meski seseorang di sana tidak dapat menangkap senyumnya, lantas bertanya begitu saja, "Bagaimana liburanmu?"

"Aku-aku tidak liburan."

Kokone tertawa. "Maaf, maaf. Aku tahu," katanya, "jadi bagaimana kompetisinya?"

Lalu dari seberang tampaknya Moke juga ikut melontarkan tawa, namun lebih lembut terdengar, sebelum memberi jawaban pada kalimat tanya Kokone, "Baik-baik saja. Hasilnya tidak penting."

"Yah. Kenapa tidak penting?" Kokone kembali bertanya.

Moke menghela napas berat. "Tidak penting. Aku yakin kau tidak akan tiba-tiba pergi hanya karena aku kalah kompetisi berhitung," jelasnya diikuti kekehan kecil. "Tapi ngomong-ngomong kenapa baru menghubungiku sekarang?"

"Ah, maaf." Kokone ikut menyertai kata-katanya bersama sebuah kekehan sebelum dilanjutkan lagi dengan kalimat, "Aku ingin mendengar suaramu tapi aku agak ragu."

"Kenapa harus ragu?" tanya Moke refleks. "Aku juga ingin dengar suaramu, kok."

Kokone tersenyum tipis, memikirkan apa barangkali di sana juga lelaki itu tersenyum seperti biasa padanya. "Benar?" ia balik bertanya menggunakan lebih banyak nada penasaran.

Kemudian entah kenapa Kokone merasa bahwa Moke mengangguk antusias sebelum mengatakan, "Tentu saja. Kau, 'kan ...," lagi-lagi sengaja memberi jeda atas kalimatnya, "kau, 'kan ... pacarku."

Yang menjadi jawaban selanjutnya adalah gelak tawa lepas dan keras dari bibir Kokone. Sesekali gadis itu mendengar Moke menyuruhnya berhenti menggunakan kata-kata yang sedikit terputus, tapi Kokone tidak memedulikannya selama nyaris dua puluh lima sekon.

Ketika tawanya hampir reda dan Moke bertanya pelan tentang arti yang tadi, Kokone hanya mengusap setitik air mata yang keluar akibat kelebihan tertawa lantas memberi jawaban, "Aku hanya ... tidak menyangka sesuatu."

-0-

as sweet as sweetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang