Chapter 6 - Kasus

130 21 3
                                    

Enjoy and hope you like it!


“Kuroo! Bisa diam, tidak?” Haruhi melempar bantal dan menggulingkan tubuh sampai berhadapan dengan si kucing.

Kucing itu hanya menatap dan mengeong. Dari cahaya lampu Haruhi melihat kucingnya mencakar-cakar pintu kaca.

“Tidak, Kuroo. Kau kucing rumah. Percayalah padaku, apa pun yang ada diluar tidaklah semenarik kelihatannnya.”

Haruhi menutup mata, ketika meongan sedih terdengar, Haruhi memaki dan melempar selimut. Beranjak ke pintu dan memandang ke luar.

Saat itulah ia melihat seorang laki-laki. Laki-laki itu berdiri bersandar pada dinding halaman belakang, sosok gelap dan cukup besar.

Dengan gemetar Haruhi memeriksa pintu kemudian jendela-jendela. Semuanya terkunci rapat. Menurunkan tirai, mengambil telepon rumah, dan kembali berdiri di dekat Kuuro.

Laki-laki itu bergerak.

Sial!

Laki-laki itu berjalan ke arahnya. Haruhi memeriksa kunci lagi dan mundur, kakinya membentur tepi ranjang. Ketika terjatuh, telepon terlepas dari genggamannya dan terpental jauh darinya. Ia jatuh ke kasur dengan keras sampai kepalanya berkunang-kunang.

Tidak mungkin! Pintu geser itu terbuka seakan Haruhi tidak menguncinya dengan baik.

Masih telentang, Haruhi menggerak-gerakkan kaki kesana kemari, selimut membelit selagi Haruhi menjauh dari laki-laki itu. Laki-laki itu terlihat besar. Haruhi tidak dapat melihat wajahnya, tapi ancaman yang ditimbulkannya seperti senapan yang diarahkan ke dada.

Haruhi merintih saat menggulingkan tubuh ke lantai dan merangkak dengan susah payah menjauhi laki-laki itu. Langkah kaki di belakangnya terdengar seperti guntur, semakin lama semakin keras.

Merangkak dan gemetar ketakutan serta dibutakan rasa takut, Haruhi terantuk meja ruang tamu dan tidak merasa sakit sama sekali.
Air mata membanjiri pipi ketika Haruhi memohon ampun dan berusaha meraih pintu depan.

Haruhi terjaga dan menjerit sekuat tenaga memecah keheningan fajar.

Ia segera mengatupkan mulut dan telinganya tidak sakit lagi. Haruhi berjalan terseok-seok dari tidur, menuju pintu geser dan menyambut sinar matahari pagi dengan kelegaan yang sangat manis.

Setelah degup jantung melambat, Haruhi menarik napas dalam-dalam dan memeriksa pintu. Semuanya terkunci. Halaman apartemennya, yang dikelilingi tembok-tembok bangunan lain, kosong. Segala sesuatunya baik-baik saja.

Haruhi berbalik dan melangkah ke kamar mandi. Hal terakhir yang Haruhi  inginkan adalah sendiri di apartemenya. Haruhi sangat ingin merasakan kesibukan di ruang wartawan, diantara orang-orang, mendengar dering telepon, dan aroma kertas disana.

Haruhi merasa lebih aman disana.

Haruhi baru saja melangkah masuk ke kamar mandi ketika sengatan rasa sakit di kakinya. Ia berlutut dan mencungkil serpihan tembikar keluar dari kulit tebal tumitnya. Haruhi membungkuk dan menemukan mangkuk yang seharusnya di atas meja ruang tamu pecah berhamburan di lantai.

Sambil mengerutkan dahi Haruhi membersihkan kekacauan itu.
Haruhi pasti menjatuhkannya saat masuk rumah setelah penyerangan itu.




-----Sakamaki Shuu Place-----


Ketika Shuu berjalan turun ke ruang bawah tanah di mansion Reiji, keletihan mengikutinya. Shuu menutup dan mengunci pintu, melucuti senjata.

Shuu membuka baju dan mandi kemudian kembali ke ruangan tadi lengkap dengan celana piyama hitam tanpa atasan. Berbaring di ranjang.

Dan pikirannya kembali melayang pada putri Reiji. Shuu seharusnya tidak masuk ke rumah perempuan tersebut seperti itu.

Mysterious LoversWhere stories live. Discover now