"Bukan bohong juga." Seanna diam beberapa saat. "Itu...ya...udahlah. Ya...gitu."

"Jadi benar, kamu tadi nelepon, trus Kyra yang jawab?"

Seanna pasti sedang berpikir keras karena jawabannya baru terdengar setelah sekian detik berlalu. "Iya, sih. Tapi...cuma telepon biasa doang."

Arland memejamkan mata. Napasnya diatur sedemikian rupa sampai kembali didapatkannya ketenangan yang cukup untuk tidak langsung menutup telepon dan menginterogasi Kyra lebih lanjut. Paling tidak, pengakuan Seanna yang meskipun terkesan ragu dan berusaha menutup-nutupi sudah cukup menjelaskan semuanya.

Hanya saja dia tidak habis pikir, motif Kyra sampai harus menghilangkan segala data yang berhubungan dengan telepon Seanna sore tadi.

Kyra sampai sekesal itu kepada Seanna?

"Kamu nggak mau bilang, Kyra ngomong apa aja pas kamu nelepon?"

" Kyra cuma bilang aja kamu lagi ke kamar mandi, trus ponsel kamu ditinggal."

"Ya udah kalo gitu." Arland membalas tanpa niat bertanya lebih lanjut. Tapi bukan berarti dia akan langsung menutup ponselnya saat itu juga.

"Udah mau ditutup ya teleponnya?" tanya Seanna ketika dirinya hanya diam.

"Kamu sibuk?"

"Nggak sih. Cuma kan kamu diam aja, jadi aku pikir kamu udah nggak ada yang mau dibicarakan lagi," kata Seanna.

Iya juga ya?

"Ya udah, gitu aja deh." Arland berucap setelah dirasanya untuk saat itu memang tidak ada yang akan dibicarakan lagi. Kalaupun ada, dia memilih membahasnya langsung. Bukan melalui perantara alat komunikasi.

***

"Sarapan dulu, Arland. Semua udah siap, nih."

Tante Indah sedang meletakkan piring berisi roti panggang ke atas meja ketika Arland menghampiri meja makan.

"Iya, Tan." Arland meletakkan ransel berisi pakaian kotor juga barang-barang lain yang dibawanya dari Jakarta.

Kyra yang saat itu juga berada di sana, menata piring dan gelas, tidak bicara apa-apa.

Menurut Arland, Kyra mungkin saja masih kesal karena pertanyaan semalam.

"Arland jadi pulang pagi ini?"

Suara nenek Kassandra terdengar dari arah pintu kamar. Kamar nenek Kassandra memang terletak dekat dengan ruang makan. Memungkinkan beliau tidak perlu harus berjalan jauh menuju ruang makan yang juga bersebelahan dengan ruang tengah.

"Iya, Nek. Arland harus cepat balik. Banyak pekerjaan menunggu."

Nenek Kassandra tersenyum. "Tapi jangan lupa kapan-kapan main lagi ke sini. Jangan sampai lupa sama Nenek."

"Arland nggak mungkin lupa sama Nenek." Arland mendekati nenek Kassandra untuk membantunya berjalan menuju meja makan.

"Nenek, padahal Kyra baru mau ke kamar nenek."

Sudah menjadi tugas Kyra menghampiri nenek di kamar, dan mengantarnya jika beliau mau pergi ke mana-mana di sekitar rumah tersebut.

"Nggak pa-pa." Nenek Kassandra lalu melihat Arland yang sudah memegangi lengan kanan dan telapak tangan kirinya. "Kapan ke sini lagi?"

"Secepatnya, Nek kalo Arland udah ada waktu lowong."

Nenek Kassandra tersenyum. "Janji ya? Ajak Seanna juga."

"Iya, Nek," angguk Arland.

Baik Arland maupun Kyra saling bertukar pandang sejenak sebelum mereka duduk di kursi masing-masing. Arland mencoba menebak apa maksud tatapan mata Kyra kepadanya. Sepanjang sarapan, lagi-lagi Kyra seolah menarik diri sekaligus sesekali hendak mengatakan sesuatu.

Marriage With Benefits (Terbit Namina Books)Where stories live. Discover now