4. Film Barbie

6.5K 567 24
                                    


"Woy! Ngelamun aja!" Pram menepuk pundak Lanang dari belakang.

"Anjrit! Bikin kaget aja." Umpat Lanang.

"Nah lo kerjanya sejam. Ngelamunnya tiga jam. Ngelamuuuuuun ... aja kerjaannya." Pram duduk di tepi meja kerja Lanang. Kedua kakinya yang tidak terlalu panjang, terpaksa menggantung.

"Aku kangen mereka Pram. Dimana ya mereka sekarang?" Kedua mata Lanang masih menatap layar monitor, tapi tatapannya kosong. Bukan barisan angka-angka di monitor itu yang sedang dia perhatikan, tapi pikirannya jauh melayang menembus ruang tak kasat mata. Dimana dia melihat Nara dan Nayla tersenyum padanya.

"Udah setahun sob. Move on lah. Lo gak takut junior lo karatan, apa?"

"Huss! Ngelantur aja kalo ngomong."

"Loh. Ini kenyataan. Pisau aja perlu di asah biar tajem. Apalagi alat tempur kita."

"Kalo kamu mau kesini cuma mau ngerecokin. Pergi sana!" Usir Lanang. "Lagian
ngapain sih tiap istirahat kamu kesini? Ke kantin kek."

"Lo jangan Ge-er. Tiap istirahat gue kesini bukan semata-mata cari lo. Buat apa gue bela-belain laper nunda makan cuma gara-gara batangan. Najis!"

"Terus mau ngapain?"

"Gue kesini cuma numpang cari posisi pas buat ngintip isi roknya Loly ... bego ..."

"Hah?" Lanang mengernyitkan dahi.

"Tuh liat." Pram menunjuk ke arah perempuan manis berrambut cokelat ikal yang sedang duduk di meja seberang Lanang. Gadis itu terlihat sibuk menulis di sebuah buku tebal. Jadi dia tidak menyadari bahwa sedang ada satu jari telunjuk dan dua pasang mata pejantan yang tertuju padanya. "Loly itu cewek terbahenol, terbohay, termontok, terseksi di kantor ini. Bahkan yang pernah gue liat seumur hidup. Tapi sialnya, semua cewek yang gue taksir sejak SMA, semuanya tergila-gila sama lo. Anjrit lo emang Nang!"

"Kata siapa Loly suka padaku?" Tanya Lanang santai.

"Cicak sama kecoa toilet kantor ini juga tahu kalo dia ngebet sama lo. Lo aja bego!" Pram menekan pelipis kanan Lanang dengan jari telunjuknya. "Tapi gak apa deh. Minimal gue bisa ngintipin isi roknya dari sini."

"Otakmu itu porno!"

"Salah sendiri dia ngantor pake rok mini. Gimana nggak ngiler gue liatnya. Gini-gini gue normal," Pram menepuk dadanya bangga. "Emangnya lo? Bego gak ketuluangan. Udah dapet posisi pas buat ngintip malah lo sia-siain."

Pram mengawasi gadis itu lagi, lalu jakunnya naik turun
ketika gadis pujaannya sedang tak sengaja membuka kaki lebar-lebar.

"Sob. Sini deh sob. Cepetan mumpung ngangkang dia." Pram menarik kepala Lanang agar pandangannya tidak terhalangi monitor. "Wow. kemarin lingerie ungu. Sekarang merah. Gue suka merah. Grrrr ..."

"Apaan sih Pram? Dia nggak ngapa-ngapain juga."

"Bawah meja bego! Bukan kepalanya!" Pram menonyor kepala Lanang.

"Aduh!" Lanang mengusap kepalanya. "Ogah ah liat gituan." Lanang memalingkan muka. Dia kembali fokus pada keyboard komputernya.

"Sejak kapan sih lo kelainan gini? Dulu aja pas sekolah paling iseng ngintipin rok cewek pake cermin peraut pensil yang lo taruh di sepatu. Sekarang jadi melempem," Lanang tidak menggubris pertanyaan Pram."Jangan-jangan sekarang selera lo sama cewek kawe yang biasanya nangkring di tepi jembatan Sadikin tiap sabtu malem ya?" Tuduh Pram semena-mena. Tapi Lanang tetap tidak berreaksi. "Hiii ... serem." Pram bergidik ngeri dan geli bersamaan. Dia turun dari meja dan berniat pergi. Tapi tiba-tiba niat itu urung ketika gadis yang dia intip tadi malah berdiri di depan meja kerja Lanang.

Biduk TerbelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang