13

1K 85 8
                                    

Riko POV

Barbara. Cewek nyebelin yang hobinya ngomong.

Gue harus bertahan, kalau dia ngebangunin gue, gue nggak bakalan goyah. Beberapa lama kemudian, nggak terjadi apa-apa.

Tapi kok dia nggak bangunin gue, ya? Dia bahkan nggak ngeluarin kata sedikit pun. Hmmm ada yang aneh. Gue putuskan untuk memberanikan diri mengintip di balik ruang lengan gue yang seadanya, dan ternyata dia udah nggak ada. Gue segera merubah posisi gue ke posisi duduk, ugh pegel juga daritadi nyender ke meja.

Hmm ada sticky note? Sticky note nya nggak asing.

'Sebuah jalan keluar dari masalah terdapat di sajadah. Tempatkan pikiranmu di sana. Temukan Allah niscaya masalahmu akan berkurang bebannya' Tulisannya juga nggak asing.

Tunggu, maksud tulisan ini apa, ya? Nggak mudeng gue. Maksudnya gue harus tempelin kepala gue di sejadah gitu? Ah tau ah. Lagian siapa sih yang nulis pesan kayak gini. Sok misterius. Lupain aja deh. Sekarang karena nggak ada Barbara, mungkin gue bisa bersantai sedikit dengan meregangkan otot. Fyuh.

Gue ke atap aja deh. Sekalian nggak usah balik ke kelas lagi. Let's go!

Gue ke loteng sambil kadang celingak celinguk supaya nggak ada guru yang mergokin gue.

Menatap jalanan macet kota jakarta di loteng ini kadang membuat paru-paru gue sedikit melebar. Lari dari kehidupan nyata gue ke kehidupan fantasi. Gue ngambil gitar yang gue sembunyiin di balik lemari buku tua di loteng sekolah ini, mulai memetik tiap senarnya, mendengatkan, meresapi nadanya, nada yang nggak semua orang bisa nikmatin sebaik yang gue rasain. Orang mungkin cuma menikmatinya sebagai sekedar musik, tapi bagi gue tiap bunyi yang dihasilkan gitar ini bagaikan satu tarikan nafas tanpa beban.

Gue adalah tipe penyanyi rock yang nggak terlalu suka musik keras dan berisik, gue memilih menjadi penyanyi rock karena, dengan jenis lagu ini gue bisa teriak sekencang-kencangnya dan ngelepasin sedikit molekul stress yang gue alami. Gue nggak ngelakuin profesi ini karena suka, gue ngelakuin ini karena gue butuh untuk teriak namun dengan cara yang indah.

Tapi apapun jenis musik, tetap aja semua elemennya masuk dalam kategori favorite gue bahkan musik dangdut ataupun india.

Ini adalah salah satu jenis musik yang paling gue suka, mellow, lembut, dan sayup. Berasa gue hidup di mana tidak ada orang lain. Sangat damai.

Purpose by Justin Bieber

"Feeling like I'm breathing my last breath, feeling like I'm walking my last steps, look at all of these tears I've wept, look at all the promises that I've kept--" gue tiba-tiba berhenti begitu nyanyiin lagu ini pas di kata promise. Kata ini ngingatin gue akan sesuatu, gue punya janji, janji gue ke mama gue nggak bakalan ninggalin dia, tapi apa yang gue lakuin? Gue, gue, malah ngebuat dia ninggalin gue, gue bego.

Sekarang yang harus gue lakuin adalah ngikutin maunya mama, gue nggak boleh bolos lagi. Eh, sekarang kan gue lagi bolos. Sekarang baru lewat 15 menit, semoga gurunya belum masuk ke kelas, gue harus lari.

Gue lari dengan kecepatan penuh, berharap gue lebih dulu masuk daripada guru. Dan--  gue beruntung gurunya belum masuk, tapi sialnya gue disambut dengan mulut Barbara yang nggak bisa berhenti gerak. Gue berjalan lemas ke tempat yang dulu bagaikan surga dan sekarang bagaikan neraka begitu Barbara duduk di samping gue, gue sebenarnya nggak begitu masalah ada dia, tapi mulutnya itu loh pengen gue jahit.

Ini semua terjadi karena dia, si murid baru yang belakangan ini selalu muncul di hadapan gue, entah dia ngikutin gue atau hanya kebetulan.

Gue sedikit sebel dengan sikapnya yang jutek ke gue, tapi juga cukup penasaran, sekaligus ada perasaan senang begitu ngeliat gerakan alisnya yang selalu nampak tegang. Ya, gue cuma bisa ngeliat ekspresinya dari alisnya itu, dia selalu pakai masker sih.

Gue kayaknya suka deh sama dia. Entahlah, sekali lagi gue emang aneh akhir-akhir ini. Tapi lupain aja, dia udah punya pacar, dan sepertinya mereka udah jauh banget ngelangkag, sampai Sabrina bisa ke apartemennya segala, dianterin ke sekolah pula, udah kenal sama orang tuanya juga

*flashback on*
"Gue duluan ya!" Katanya antusias. Ah, suara teriakannya ternyata kayak gitu, merdu juga.

"Eh tunggu dulu, Bi. Sebentar sore temenin gue nonton Star Wars nih" ujar pacarnya Sabrina yang belum gue tau namanya siapa itu.

"Itu apa an?" Tutur Sabrina.

"Film komedi. Udah ikut aja. Nanti gue yang minta izinin ke ummi" katanya, buset nipunya keras amat.

"Ok. Gue pergi dulu" what? Si Sabrina ini percaya? Dia lalu pergi, nyebrang jalan, terus masuk gerbang. Gue ngikutin dari belakang, ngambil jarak sedikit jauh, jujur aja gue mikirin dia terus, tapi gue nggak boleh ngerebut cewek orang lain, satu-satunya cara adalah mencegah perasaan suka gue beralih ke perasaan yang lebih serius, perasaan cinta. Mungkin lebih baik kita nggak usah saling menegur, dia juga kan jutek ke gue.

Gue natap punggungnya, sangat sederhana. Bahunya pendek, kakinya pendek, nggak berbentuk sama sekali. Nggak punya daya tarik. Tapi entah mengapa gue malah tertarik sama dia. Sekali lagi, gue emang aneh akhir-akhir ini.
*flashback off*

Dia sempat noleh ke gue, gue ngintip dari sudut mata gue, gue berusaha sekeras nggak mungkin untuk nggak mengamati dia dan membuat gue ngerasain hal aneh lagi, ngerasain hal aneh, semacam perasaan senang, padahal hanya sekedar ngeliat, jadi ini rasanya perasaan suka? Sekarang gue paham kenapa para cewek secara brutal curi-curi pandang ke gue, karena mereka memiliki perasaan yang gue miliki sekarang untuk Sabrina.

LIFE GENRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang