1

2.4K 135 0
                                    

Sabrina's POV

Hari yang cerah ini adalah hari pertamaku mulai bersekolah di sekolah, aku harus membuat hal ini berkesan.

Kakiku mengambil langkah yang senada dengan langkah kaki wanita berpakaian rapih di depanku. Kabar yang kudengar, dia adalah wali kelasku.

Kami melintasi koridor sekolah yang sepi. Tidak lama, kamipun sampai ke ruang tujuan. Kelas berukuran sedang dan siswa-siswi yang sedang duduk dengan rapih di tempatnya masing-masing.

"Perhatian semua! Kita kedatangan siswi baru. Tolong bersikap baik dan bantu dia beradaptasi" ujar guru wali kelas dengan suara tinggi sambil menampakkan wajah yang agak seram.

Dia kemudian beralih menoleh kepadaku dan berkata : "lepaskan maskermu dan mulailah memperkenalkan diri kepada teman-temanmu"

Aku segera melepaskan masker yang kukenakan sejak tadi.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Nama saya Sabrina Nur'aini. Kalian bisa panggil aku Sabrina. Salam kenal." Kataku berusaha untuk menjadi seramah mungkin.

Semuanya menyambut kecuali satu orang yang sedang membaca buku dengan serius di sudut kiri ruang kelas . Sedari tadi dia cuma memandang buku.

"Maaf bu saya telat" tiba-tiba seorang pria masuk dengan rusuh. Lalu menyalami tangan ibu wali kelas kemudian melihat ke arahku dengan heran. Aku cepat-cepat mengalihkan pandangan agar mata kami tidak bertemu.

"Riko, kamu ini sampai kapan mau telat terus? Pokoknya kamu-"

"Bu, udahlah. Tadi saya udah diomelin guru BK. Jadi, gak usah ditambah lagi omelannya." bantahnya dengan cepat, menyela kata-kata ibu Ririn, guru wali kelas yang kini tengah geram dibuatnya. Pria yang menurut pendengaranku bernama Riko ini tampaknya tak kenal takut.

"Riko. Kamu keterlaluan. Saya akan memanggil orangtua kamu"

"Percuma bu, mereka gak akan datang. Bu guru kayak gak tau orangtua saya aja." Lagi-lagi dia membantah.

"Ya sudah. Sana duduk. Nanti kita bicara lagi" akhirnya bu Ririn yang mengalah.

Permasalahan dengan Riko pun selesai.

Selanjutnya, mencari tempat duduk untukku. Bu Ririn memutar pandangannya ke seluruh ruangan, mencari tempat yang kosong. Dan hanya ada satu tempat yang tersisa, yaitu kursi di sebelah pria tadi, Riko.

Bu Ririn sepertinya mengerti aku tidak menyukainya, ia tengah mencari seseorang untuk disuruhnya pindah ke sebelah Riko agar aku tidak duduk berdampingan dengannya. Tiba-tiba kelaspun menjadi riuh. Ada yang mau tapi ada pula yang berteriak menolak. Hingga Riko berkata: "Kenapa bukan si murid baru aja yang duduk di sebelah saya bu?" Seketika kelas menjadi hening.

"Bu! Barbara mau duduk di samping Riko. Sabrina duduk sama saya aja." Tiba-tiba ada suara yang bersumber dari perempuan berparas familiar di deretan kedua paling sudut.

"Baik. Sabrina, kamu boleh duduk di sebelah Nadia" Ucap bu Ririn kepadaku. Aku kemudian teringat akan seseorang. Perempuan itu aku kenal, dia Nadia, kawanku sewaktu di pondok dulu. Tapi ada yang berbeda dari dia, rambutnya sudah tidak ditutupi dengan khimar lagi.

"Sabrina, ibu bilang kamu boleh duduk di sebelah Nadia." Ulang bu Ririn dengan sedikit memberi penekanan, memecahkan lamunanku. Kemudian aku berjalan menuju ke tempat yang dipersilahkan, di sebelah Nadia. Aku duduk dan sibuk memperhatikan dirinya yang juga sedang sibuk dengan bukunya.

Aku bingung, mau mulai bagaimana, dia masih ingat aku apa tidak, ya?

"Nadia" sahutku di tengah riuhnya kelas.

"Iya. Kenapa?" Jawabnya sambil menolehkan wajahnya ke arahku.

"Sudah. Tenang semua. Kita lanjutkan belajarnya. Buka buku text mate-matika kalian lalu kerjakan halaman 25." Tiba-tiba bu Ririn angkat bicara, membuatku tercekat karena pertanyaan yang ingin ku ajukan pada Nadia terhalang oleh suaranya.

"Ada apa Sabrina?" Tanya Nadia mempertegas.

"Tidak ada apa-apa."

***

Riko's POV

"Psst hai Barbie. Lo jago mate-matika, ya" Gue menyenggol sedikit lengannya.

"Enggak kok. Biasa aja" dia menyelipkan anak rambutnya ke telinga sambil senyum-senyum salah tingkah.

"Ah, lo mah jago. Itu buktinya lo kerjain soalnya lancar banget" gue mulai meluncurkan jurus.

"Eh. Gue gak lagi kerjain soal. Gue cuma corat-coret kertas gak jelas" ternyata dia cupu.

"Oh iya iya" gue nyenderin kepala ke atas meja.

"By the way nama gue bukan Barbie, tapi Barbara. Tapi kalau lo mau manggil Barbie juga gak apa-apa"

"Iya iya" sahut gue tanpa noleh ke arah dia.

Walaupun gue gak lihat, gue bisa rasain tiba-tiba dia minggat dari tempat duduknya.

Selang beberapa waktu, cewe itu balik lagi dan nepuk bahu gue sambil bilang: "gue udah selesai. Lo mau lihat?" Seketika itu mata gue langsung melek dan tubuh gue berubah posisi jadi tegak.

"Mana?" Sekarang gue antusias.

"Si anak baru pintar juga ternyata. Itu semua dia yang jawabin loh" kata Barbara sambil nyodorin kertas jawabannya ke gue.

"Namanya Sabrina" sahut gue spontan tanpa sadar.

"Eh iya maksud gue Sabrina. Ok, kita ganti topik. lagu baru band The Death yang semalam kalian bawain di konser tahunan keren banget. Gue ke sana loh, gue blablablablabla---" Dan mulailah dia dengan ritual kebiasaan cewek, PIDATO yang nggak ada ujungnya. Semua dia ceritain, bahkan mba kantin dia masukin ke dalam ceritanya.

Sambil nyalin jawaban yang dia kasih, gue juga harus dengan sabar hadapi dia yang terus ngomong. Sumpah nih cewek cerewet banget. Berisik. Serasa pengen gue sumpel mulutnya pake kaos kaki yang gak dicuci sebulan.

Daripada ngedengerin dia ngerocos, mending gue sumpel lubang telinga gue pakai earphone.

"Lo keganggu ya sama omongan gue?" Kata dia tepat sebelum gue tempelin kepala earphone ke telinga kiri gue.

"Gak. Volumenya kecil kok, jadi gue bisa dengerin omongan lo" gue bohong, dan dia percaya.

2 jam berlalu, akhirnya nada indah itu terdengar, bel istirahat. which means gue nggak usah berkalut ngelawan kantuk. Gue bisa tidur dengan tenang tanpa gangguan.

Tapi.. perkiraan gue salah, cewek di sebelah gue ngeselin pake banget..

"Barbara, kamu mau ikut nggak? Aku sama Nadia mau shalat dhuha. Tapi Nadia ke ruang guru dulu sebentar." Tiba-tiba terdengar suara cewek yang berbeda. Wait, dia si anak baru itu kan? Wait, dia ngajakin cewek cerewet di samping gue ini shalat? Bukannya dia non-muslim, ya?

"Maaf Sabrina, gue non-muslim" sahut si cewek cerewet. Yap gue bener, dia non-muslim.

"Oh, maaf maaf. Aku gak tahu." Sesal si Sabrina. Barbara ngangguk.

"Kamu cantik, kenapa muka kamu tutupin pakai masker? Kamu lagi sakit?" Dan gue secara gak sadar ngeluarin jurus ke-playboy-an gue. Tapi gue gak bohong, cewek yang satu ini benar-benar cantik.

"Tidak" jawab Sabrina dengan singkat terus pergi tanpa noleh ke gue. Gila, dia ngabaiin gue, masa kembaran jungkook bts diabaiin?

Setelah Sabrina pergi, maka mulut Barbara mulai ngoceh gak jelas lagi.

Gue udah gak tahan dia ngerocos, "Lo bisa pergi gak? Lo ganggu" kata gue, dan dia beneran pergi wkwk.

LIFE GENRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang