"Terus-terus...terus kamu jawab apa?" Tanya Nara penuh antusias. Dia sudah mulai bisa membaca akhir cerita Lanang yang membuat senyumnya mengembang seketika. Dia tahu, jabatan manager itu bukan main kerennya.

"Ya ku jawab mau kalo gajinya sesuai"

"Terus dia bilang apa?"

"Dia menawarkan sejumlah nominal untuk disepakati sebagai gajiku nanti. Kamu mau tahu berapa gaji yang dia tawarkan?" Nara mengangguk mantap. Matanya berbinar-binar, secerah rembulan di luar sana yang sedang menggantung mesra bersama bintang-bintang.

"Berapa mas?"

"Empat kali lipat gajiku yang sekarang!" Nara melotot. "Nah, hitung sendiri berapa jumlahnya!" Mulut Nara komat-kamit. Jari-jamarinya menekuk dengan teliti untuk menggambarkan jumlah uang yang akan dia terima tiap bulan nanti.

"Hampir delapan juta?" Lanang menggangguk. "Haaa? Astaga!" Mulut Nara menganga sejenak lalu dia tutup dengan telapak tangan."Ya Allah...banyak sekali." Nara seolah tidak percaya dengan berita yang dia dengar. Ini seperti mimpi di siang bolong.

"Bukan hanya itu sayang. Nanti kita disiapin rumah beserta isinya dan mobil dari kantor. Walaupun semua itu merupakan aset kantor, setidaknya kita nggak perlu keluar uang buat ngontrak rumah kan?"

"Kamu nggak bohong kan mas?" Sekarang Nara mengikuti jejak suaminya, menaikkan kedua kaki lalu bersila di atas kasur. Kini tubuh mereka berhadapan.

"Buat apa aku bohong sayang? Anggap saja ini rejeki yang dibawa anak kita" Lanang mengelus-elus perut istrinya yang sudah membuncit.

"Kamu benar mas. Tiap anak membawa rejekinya masing-masing. Alhamdulillah...terima kasih Ya Allah" Nara mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Selamat ya mas. Aku bangga sama kamu. Temanmu nggak akan semudah itu memberikan kepercayaan besar jika nggak mengenalmu sebagai orang yang bertanggung jawab"

"Terima kasih sayang. Saat kuliah kami memang lumayan dekat. Tapi aku nggak pernah nyangka kalo dia anak orang kaya dari Padang. Penampilannya biasa-biasa saja."

"Orang baik akan dipertemukan dengan orang baik juga mas"

"Ah, nggak semata-mata karena itu juga sayang. Semua ini berkat kesabaran dan doamu juga. Selama ini kamu sabar menerima keadaan kita yang serba kekurangan. Kamu nggak pernah ngeluh dan nggak pernah berhenti berdoa"

"Itu sudah tugasku sebagai istri, mendoakan suamiku sehat dan diberi rejeki yang halal barokah"

"Makasih ya sayang. Kamu sudi mendampingiku dalam keadaan susah"

"Dalam keadaan apapun aku akan mendampingimu mas."

"Oya, berarti minggu depan kita pindah ke Padang"

"Mulai besok aku akan mengemasi barang-barang yang jarang kita pakai dulu" mereka saling melemparkan senyuman manis lalu berbagi kebahagiaan dalam hangatnya pelukan.

***

Saat Nara sedang bergulat dengan tepung di dapur, tiba-tiba seseorang masuk, menyeret sebuah kursi makan kayu tua, lalu mendudukinya. Suara deritan kursi itu memecah keheningan malam.

"Kamu belum tidur, Wuk?"

"Ra iso tidur aku Ra"

"Loh, kenapa?"

"Ndak tau. Sudah tak pejam-pejamkan mata. Tetep saja ndak bisa tidur"

"Kamu lagi jatuh cinta kali. Makanya nggak bisa tidur" Goda Nara santai sambil tetap menguleni adonan donat.

Biduk TerbelahWhere stories live. Discover now