Chapter 18

1.4K 86 1
                                    

Untuk saat ini, aku benar-benar membutuhkan sesuatu yang ajaib. Sesuatu yang bisa membuat Justin menghilang dari apartemen-ku, atau membuatnya sekedar tidak terlihat untuk sementara waktu. Mungkin sedikit sihir dari Harry Potter dapat membantuku? Kalau tidak, sedikit keahlian dari Edward Cullen? Tidak. Aku menggelengkan kepala dengan cepat. Pemikiran gila macam apa itu. Justin benar, aku sudah termakan banyak film yang ku tonton. Itu sungguh membuang waktu. Tapi aku benar-benar butuh bantuan sekarang. Ibuku ada di luar sana. Menggedor pintuku dan meneriakkan namaku berkali-kali. Sedangkan saat ini, aku berada di dalam kamarku, mencoba untuk merapikan kekacauan di dalamnya karena perang gairah yang semalam ku lakukan bersama kekasihku. Aku bertaruh kalian akan mendapatkan spot jantung seperti diriku jika ibu kalian menemukan kalian berada di apartemen dengan seorang pria yang bahkan belum pernah ditemuinya. Apalagi jika itu terjadi ketika kalian masih dalam keadaan telanjang bersama kekasih kalian di atas kasur.

Dengan gerakan cepat, aku melepaskan sprei dan selimut dari kasur dan melemparkannya ke lantai. Bel kembali berbunyi untuk yang kesekian kalinya. Oh Tidak.

"Annie. Apa kau baik-baik saja di dalam sana?" Suara ibu kembali menggema hingga ke kamarku. Aku harus segera keluar dan menemuinya sebelum dia melapor ke petugas keamanan dengan laporan gila yang tak nyata. Atau mungkin salah satu dari tetanggaku mulai menggerutu dan akan memberikan ceramah panjang kepadaku siang nanti.

"Tinggalkan itu, aku akan mengurusnya." Justin datang dari dalam kamar mandi. Bersyukur dia sudah mengenakan pakaiannya lengkap seperti semalam – minus jaket-nya. Dia sudah terlihat bersih meskipun rambutnya masih acak-acakan dan matanya sedikit sayup. Pahatan tubuhnya terlihat sampai keluar dari kaosnya. Emmm. Dia terlihat begitu yummy saat ini.

Aku memejamkan mata dan mulai kembali menggelengkan kepala. Ini bukan waktu yang tepat Annie. Kenapa aku lebih sering berfikiran kotor sekarang?

Mendongakkan kepala, aku mengangguk singkat kepada Justin dan bergegas menuju pintu. Sebelum membuka pintu kamar, aku kembali menoleh kepadanya. "Sprei dan selimut ada di lemari bagian bawah." Ucapku dengan cepat. Dia mengangguk. Lalu aku keluar dari kamar setelah melihatnya menghampiri lemari.

Sampai di ruang tamu, bel kembali berbunyi. "Annie..."

"Ya Ma, aku datang." Teriakku padanya.

"Ada apa denganmu? Buka pintu ini." Dia balas berteriak dengan suara yang nyaris cempreng seperti milik Lottie. Uh. Dia akan marah besar kepadaku.

"Tunggu sebentar."

Aku memandang kekacauan di ruang tamu. Tas, pakaian, mantel, sepatu bahkan pakaian dalam basahku masih berada di sana. Aku menggeram dengan keras kemudian membungkuk untuk mengambil barang-barang tersebut. Setelahnya berlari ke arah kamar mandi di ruang tengah dan memasukkan semua barang-barang itu begitu saja ke dalam keranjang pakaian kotor.

Selanjutnya aku berlari ke arah pintu depan. Berhenti sebentar untuk merapikan pakaian dan rambutku. Mengatur nafasku yang terengah-engah lalu membukakan pintu untuk ibuku.

Aku tersenyum ketika mendapati ibuku berdiri di depanku dan sedang memasang wajah sebalnya. Oh. Itu sama sekali tidak baik. Dia sudah nampak seperti perempuan yang baru saja melihat anak-anak nakal menghancurkan pekarangan rumahnya. Tapi di sisi lain, dia terlihat cukup menawan pagi ini. Dia mengenakan mantel beludru favoritnya dan sebuah tudung dari syal. Aku menebak bahwa udara di luar sana cukup dingin. Kemudian, ada sebuah keranjang tergantung di lengannya dan dompet yang terhimpit di ketiaknya.

Aku maju selangkah untuk memberikan sebuah pelukan hangat padanya. Dilanjutkan dengan memberikan kecupan pada ke dua pipinya yang kurus dengan tonjolan tulang pipi yang sangat kentara di wajah yang mulai mengedur itu. "Hai Ma, kau berkunjung tanpa memberitahuku." Sapaku kemudian mengambil keranjang dari tangannya.

Do Not Compare (by Aulia Delova)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang