Berkali-kali aku memandang resah pada Gordon yang duduk di sampingku sambil menyetir Cadillac-nya. Dia terlihat menyeramkan di bawah keremangan yang ada pada mobil ini. Entah sudah berapa kali aku menelan ludah ketika membayangkan jika seandainya pria ini secara mendadak menghentikan mobilnya di pinggir jalan kemudian melakukan sesuatu yang buruk padaku, itu pasti akan sangat mengerikan. Paranoid itu muncul saat Shay harus mengendarai mobilnya sendiri dan mengikuti kami dari belakang. Dia tidak mungkin meninggalkan mobilnya di club. Meskipun aku tahu Shay dan Justin tidak mungkin meninggalkanku, tapi itu toh tidak semakin membuatku merasa membaik.
Tiba-tiba terasa jari-jari Gordon menggelitik pahaku dan aku tersentak karena kaget. Saat menoleh padanya, dia sedang mengamatiku dengan cengiran bodoh menakutkan yang ia miliki. Tengkukku meremang. Lalu dengan enggan aku membalas senyumnya dan mencoba untuk tetap bertahan. Tuhan. Ku mohon jangan biarkan ini lebih jauh lagi.
"Annie, kau baik-baik saja di sana? Beri tanda jika kau memang baik-baik saja." Aku mendengar suara Justin dari telekom kecil yang ada di telinga kiriku.
"Aku bersumpah akan membunuh pria itu sekarang juga jika dia melakukan sesuatu." Itu adalah suara Shay.
Ku kira aku kehilangan kontak dengan mereka. Terakhir mereka mengeluarkan suara adalah sepuluh menit yang lalu saat kami masih berada di parkiran club. Sekarang aku bisa sedikit berlega hati mengetahui bahwa mereka tidak benar-benar meninggalkanku.
Aku memandang sekali lagi pada Gordon. Dia sedang memandang serius pada jalanan. Namun tangannya masih bertahan di pahaku. Aku berdehm pelan, kemudian tersenyum. "Bisakah aku menyalakan penghangatnya?" Tanyaku dengan manis pada Gordon.
Gordon menoleh sesasat. "Tentu darling. Lakukan apapun yang membuatmu nyaman." Katanya.
Hal yang membuatku nyaman saat ini adalah meraih tanganmu yang ada di pahaku dan mamatahkannya. Itu akan menjadi sebuah pelajaran yang setimpal untukmu karena telah berani menyentuhkan kulit kotormu pada kulitku. Meskipun aku menantikan hal itu terjadi, namun aku menahannya. Tersenyum padanya lalu menghidupkan penghangat mobil.
Mobil terus berjalan dengan kecepatan delapan puluh kilometer per jam. Jalanan yang cukup lenggang membuat Gordon melajukan mobilnya di jalan yang seharusnya menggunakan empat puluh kilometer per jam. Dia cukup gila dalam mengemudi dan aku tahu benar alasannya hanyalah untuk membuatku terkesan. Itu sama sekali tak berhasil padaku.
Lima menit kemudian mobil berhenti di depan sebuah gedung hotel. Aku keluar dari mobil. Gordon memberikan kunci mobilnya ke petugas valet sebelum dia menghampiriku dan mendorong pinggangku untuk masuk ke dalam lobby gedung. Aku tidak dapat mengatakan bahwa hotel ini termasuk dalam salah satu hotel kenamaan New York. Tidak ada barang-barang di lobby yang membuatku terkesan. Hanya barang-barang indah yang tidak memiliki harga jual tinggi yang dapat ditemukan dengan mudah di ABC Carpet & Home Warehouse Outlet.
Shay masuk ke dalam beberapa detik kemudian. Dia berjalan menghampiri kami dan langsung menggandeng mesra tangan Gordon. Seringaian lebar terpasang di wajah Gordon.
"Kalian siap?" Dia merendahkan kepalanya untuk memandangku dan Shay.
Aku tersenyum padanya. "Kapanpun kau siap." Ku bisikkan kalimat itu tepat di samping telinganya. Dan pria itu terkikik. Menjijikkan.
"Ya Baby, kapanpun kau siap." Shay menggelayut mesra di lengan Gordon.
"Oh Tuhan." Dapat ku dengar keluhan Justin di seberang sana. "Aku tepat di belakang kalian." Dia menambahkan. Nada suaranya terdengar sangat berat di telingaku.
"Dan ayo kita selesaikan semua ini sebelum kalian tenggelam lebih dalam dengan karakter gila kalian itu." Huh. Apa pria ini bercanda? Siapa yang ingin tenggelam dalam karakter menjijikkan dan selalu gampang memberi akses pada pria manapun yang ingin menyentuh tubuh ini? Aku ingin berteriak untuk menyangkalnya pada Justin. Namun aku menyimpan teriakanku tersebut untuk nanti.
