8

1.1K 59 0
                                    

"Apakah kau yakin kita akan menang dalam perang ini, Breanna?"

Tentunya Breanna bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Jericka

"Aku tak tahu, Jer. Semoga saja kita mendapat keadilan"

Jericka mendesah. Raut wajahnya seketika berubah muram

"Ada apa, Jer?". Breanna menyentuh bahu Jericka dengan wajah khawatir

"Aku takut.. bila aku atau kamu bakal tewas di pertempuran ini"

Breanna buru-buru pindah ke hadapan Jericka dan menyentuh kedua pundak Jericka lalu menatapnya intens

"Jericka.. jangan ngomong begitu. Aku yakin, Sang Agung akan memberikan keadilan. Itu hal yang pasti. Soal hidup atau mati, itu bukan urusan kita. Yang terpenting, kita harus memperjuangkan bangsa kita"

"Ah.. Semoga begitu, Breanna. Aku capek, tidur dulu ya" ucap Jericka mengakhiri percakapan

Breanna mengangguk pelan lalu menuju tempat tidurnya

Jericka tak bisa tidur. Dia masih khawatir. Bagaimana jika kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Breanna?

***

"Jericka.. Jericka sayang.." panggil suara itu dengan lembut

"Huh? Siapa?"

"Jericka sayang.. kemarilah"

"I..ibu?"

"Iya nak, ini ibu"

Muncul seekor siren dengan wajah yang hampir mirip seperti Jericka. Hanya saja di sekeliling tubuh siren itu dipenuhi dengan sinar. Itulah Brietta, ibu Jericka

"Ibu.. Jericka merindukanmu Bu"

Jericka memeluk Brietta dengan menangis

"Ibu juga rindu Jericka.." ucap Brietta dengan lirih sambil mengusap-usap punggung Jericka

Jericka menghadapkan kepalanya ke atas, ke arah wajah Brietta. "Ibu.. besok bakal ada perang antara bangsa kita dan manusia. Bagaimana ini bu?"

Brietta tersenyum dan mengusap rambut Jericka. "Tak usah khawatir sayang. Kamu tak akan apa-apa"

"Dan aku juga akan mengawasimu selalu, Jericka." muncul suara yang agak berat

Jericka langsung menghadap ke sumber suara itu. "Ayah?"

"Iya Jer ini ayah" ucap Ronald lalu merentangkan tangannya sambil tersenyum, bersiap untuk diberi pelukan anak satu-satunya

Jericka langsung memeluk Ronald

"Sungguh.. Ayah akan mengawasiku?"

Ronald mempererat pelukan mereka.
"Ayah juga tidak hanya mengawasi, nak. Ayah juga akan melindungimu selalu, Jericka"

"Terima kasih Yah. Kau ayah terhebat yang pernah kulihat"

Jericka merasa dirinya lebih tenang

Ronald melepaskan pelukan itu. Lalu mundur beberapa jarak, Brietta pindah ke sebelah Ronald.

"Sekarang.. kami harus pergi" pamit Brietta

"Tidak ibu! Kita baru bertemu sebentar saja" ucap Jericka dengan mulut bergetar

Brietta maju lalu menyentuh kepala Jericka sambil tersenyum. "Ingat sayang, kami selalu berada di sisimu bagaimanapun keadaannya"

Perlahan Brietta & Ronald mulai berubah transparan. "Ibu.. Ayah.." Jericka ingin menyentuh ibunya tetapi tidak bisa. Brietta & Ronald tersenyum lalu menghilang diikuti cahaya-cahaya

Kata-kata yang diucapkan Brietta terngiang-ngiang di telinga Jericka.

"... kami selalu berada di sisimu ..."

"Jer.. Jer?" seseorang menepuk-nepuk pundak Jericka

Perlahan mata Jericka mulai membuka. "Huuhh??"

"Daritadi kau berbicara dengan siapa?" tanya siren itu lalu duduk di sebelah Jericka

Jericka mengusap-usap matanya. "Ah..Breanna.. berarti tadi aku mimpi bertemu orang tuaku.."

"Maaf membuat tidurmu terganggu olehku" Jericka melontarkan permohonan maafnya

Breanna menganggukkan kepalanya. "Hmm.. tak apa"

***

Seorang hawk menyandarkan kepalanya sambil melihat bintang-bintang yang menghiasi langit malam hari

Hawk di sebelahnya mendesah. "Huft.. sebentar lagi kalian perang ya.."

Hawk yang sedang menyandarkan kepalanya menyahut tanpa menoleh ke lawan bicaranya, "Iya Dylan.."

Hawk yang dipanggil Dylan itu melipat tangannya di depan dada. "Andai aku masih hidup.."

"Hmm.."

"Hei, kau sedang memikirkan siapa, Leon?"

Deg! Leon merasa ketahuan sedang memikirkan seseorang. Ia menggaruk-garuk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal & tidak berkutu. "Hmm.. seorang siren"

Dylan menepuk-nepuk pundak kawannya itu. "Wah wah.. ternyata kau sudah mulai jatuh cinta ya.."

"Dia sepertinya juga bakal ikut perang.. apakah dia akan selamat?" raut wajah Leon berubah sedikit muram

Dylan tersenyum. "Yakinlah pada dirimu sendiri"

Sekali lagi Dylan menepuk-nepuk pundak Leon. "Aku selalu mendoakanmu, kawan"

Lalu Dylan menghilang

Leon menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya

"Oke Leon.. kau harus yakin. Kau pasti bisa melindungi Jericka" ucapnya pada diri sendiri.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
To be continue..

Thanks for read Bright Majesty
If you like this story, don't forget to add it to your reading list / library :))
Don't forget to vote & comment ;)

Bright MajestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang