Aku terkseiap. Apa maksdunya dengan 2 pistol. Nata bukan agen rahasia sepertiku dan tak mungkin Nata bisa memiliki senjata api seperti itu. Apalagi tubuhnya yang mungil itu semakin menampakkan ketidakmungkinan jika dia bisa menggunakannya.

"Apa maksudmu? Aku tak memberikan padanya dan dia juga tak mungkin memilikinya."

Mike terbahak karena jawabanku. Dia tertawa cukup lama hingga membuat wajahnya memerah. Aku segera memukul kepalanya dan membuatnya segera menghentikan tawanya.

"Ada sekitar 5 pistol simpanan Papa Renata, di kotak itu. Dan Nata sudah membawa 2 diantara 5 pistol tersebut. Sudahlah Ram, kau sendiri yang mengatakan padaku dulu jika Nata tak seperti perempuan biasanya. Jangan remehkan dia. Kita tunggu saja kabar darinya."

Kami berdua kembali terdiam. Menatap pada layar komputer dengan seksama. 2 titik itu bukan pada satu tubuh karena mereka berjalan bersisihan dan kemudian sedikit terpisah. Berarti bukan hanya Nata saja yang diculik.

"Bagaimana bisa si bajingan gila itu keluar dari penjara? Bukankah kau sendiri yang menangkapnya sebelum kau keluar dari agen rahasia?" Tanya Mike sambil memainkan puntung rokoknya.

"Dia memiliki banyak koneksi. Mungkin saja dia menggunakan hartanya. Aku hanya bertugas menangkapnya saja dan kelanjutannya aku tak ikut campur. Tapi aku tak menyangka dia akan melukai Nata dibandingkan melukaiku."

"Kau ini memang selalu berpikir menggunakan otak geniusmu dibandingkan hatimu. Jelas saja mereka memilih untuk melukai seseorang yang menjadi kelemahanmu. Renata istrimu dan dia adalah kelemahanmu. Itu yang mereka pikirkan. Tapi mereka salah, karena seorang Ramiro tak pernah mencintai siapapun selain wanita 5 tahun silam itu." Mike menyipitkan matanya dan menaik turunkan alisnya.

Kami adalah agen rahasia milik negara. Aku bertemu dengan Mike saat berumur sekitar 18 tahun. Karena otak genius ku ini aku bisa menyelesaikan kuliahku pada umur sekitar 15 atau 16, aku tak terlalu ingat. Agen rahasia itu berisi 5 orang yang seumuran dan memiliki otak genius seperti aku dan Mike. Hanya saja aku yang paling genius dianatar mereka.

Sebelum pernikahanku dan Nata, aku melaksanakan misi terakhirku. Menangkap seorang pedangang obat terlarang yang memiliki jaringan terbesar di Indonesia. Dia tertangkap dan berjanji akan membalasku. Tapi aku tak menyangka jika dia akan membalasku lewat Nata bukan langsung padaku.

Renata POV

Aku duduk terikat di sebuah kursi. Mereka hanya mengikat kami saja tanpa menutup mataku atau pun Arvita. Aku mengamati ruangan tempatku disekap ini dengan seksama. Tembok dengan banyak coretan, 1 tempat tidur berukuran king size berwarna hitam, 1 meja kayu. Semua jendela telah ditutup menggunakan kayu, membuat ruangan ini minim pencahayaan selain dari bola lampu diatas kami. Aku masih belum bertemu dengan tuan para berandal penculik itu. Sedangkan mereka sedang merokok di luar pintu.

"Gwaenchanha? (Kau baik-baik saja?)" Tanyaku pada Arvita menggunakan bahasa korea. Aku harus menggunakan bahasa ini agar mereka tak mengerti apa yang sedang ku bicarakan.

"Aku baik-baik saja Kak, maafkan aku. Membuatmu harus ikut diculik seperti ini. Aku seharus-"

"Sttt.. ini bukan salahmu. Kita akan baik-baik saja. Percaya padaku. Setidaknya jika ada yang tak selamat, itu aku bukan kau. Aku akan menyelamatkanmu."

Ku lepaskan ikatan pada tanganku dengan mudah. Mereka meremehkanku dengan mengikatku tak begitu kencang. Maaf saja, aku bukan wanita lemah seperti yang mereka pikirkan. Hal pertama yang kulakukan adalah menyeret kursi yang ditempati oleh Arvita dan kursiku menyandar pada dinding dan membuka ikatannya.

My Unplanned HusbandWhere stories live. Discover now