Empat : Maksudnya?

2.8K 168 1
                                    

Aku masih terpaku disini. Aku tidak mengerti apa maksud dari pertanyaan Aldi.

"Hah?" Tanyaku karena bingung.

"Dia, siapa lo?" Tanyanya lagi.

"Eng, dia teman gue" jawabku ragu.

Tiba-tiba Bang Ricki mendekat dan melepaskan tangan Aldi.

"Nggak usah modus" kata Bang Ricki sambil menatap tajam Aldi.

"Yuk pulang" lanjut Bang Ricki sambil meragkul bahuku dan mendorong ku pergi ke mobil"

Selama di dalam mobil, suasananya berubah menjadi hening. Aku masih berpikir apa hubunganya Aldi sama Bang Ricki. Bagaimana mereka bisa saling mengenal. Ah, mungkin ini kenapa dunia itu dibilang sempit.

"Abang lo nggak bisa jemput, dia suruh gue buat jemput lo" kata Bang Ricki memulai pembicaraan.

"Jadi ngerepotin deh. Abang gue emang lebai. Gue udah gede udah bisa pulang sendiri" jawabku.

"Tapi gue seneng kok, bisa jemput lo. Kalo setiap hari abang lo nyuruh gue jemput, gue nggak keberatan"

"Eh, maksudnya?"

"Nggak"

****

Aku duduk di balkon kamarku. Ditemani hembusan angin yang sesikit kencang aku berpikir.

Apa sih maksudnya Bang Ricki? Emang dari empat temenya bang Rendi, Bang Ricki yang paling baik sama gue. Cuma dia yang paling care sama gue. Sedangkan yang lain jutek semua.

Dan setelah pikiran gue melayang layang ke bang Ricki tiba-tiba Aldi muncul di pikiranku. Awalnya biasa saja. Tadi siang juga gitu. Tapi kenapa baru kepikiran sekarang? Ketika Aldi memegang tanganku. Aneh yang kurasakan.

"Mikir apa sih?" Tanya Bang Rendi yang tiba-tiba muncul di dalam kamarku.

"Kok jidat lo berkerut gitu?"

"Lo ada pr nggak? Ajarin gue Fisika dong, ada tugas nih mana besok ulangan lagi"

Bang Rendi pun mengajariku. Meski bang Rendi telah menjelaskan secara rinci aku tetap tidak mengerti.

"Gue nggak ngerti, kok jawabanya bisa segitu? Dapet dari mana?" Tanyaku.

Aku melihat bang Rendi menghela napasnya gusar.

"Lo itu anaknya siapa sih? Adik gue bukan? Gue pinter kok punya adik bego gini ya?"

Aku mendengus kesal mendengar pertanyaan, ralat pernyataan bang Rendi. Ku akui, aku memang sangat berbeda dengannya. Terutama di bidang akademik.

"Canda doang gue" katanya sambil menyentil jidat ku.

Aku mengaduh kesakitan.

"Udah malam, tidur aja gih. Biar yang ngerjain"

"Serius???" Tanyaku dengan senang.

"Tapi traktir gue selama 3 hari berturut-turut"

****

Suasana di kelas sangat berisik. Mereka semua sedang mengerjakan pr fisika yang diberikan oleh Bu Yati minggu lalu. Tidak terkecuali Hilda. Sedangkan aku duduk sambil memainkan ponsel ku. Untungnya tadi malam pr-ku sudah dikerjakan oleh bang Rendi.

"Kok lo santai aja sih? Udah selesai ya? Lihat dooonggg" kata Hilda.

"Udah, lihat aja, nih" kataku sambil memberikan buku ku.

Sebagai teman yang baik aku harus meminjamkan pr ku ke Hilda. Lagi pula itu bukan hasil karyaku. Salah ya?

Bel masuk telah berbunyi. Bu Yati telah memasuki kelas. Setelah mengumpulkan tugas kami di beri soal ulangan. 2 jam berikutnya, bel istirahat berbunyi. Aku dan teman-temanku segera pergi ke kantin.

Aku duduk bersama Nina, Hilda, dan Gina. Aku hanya memesan minuman. Masih kenyang rasanya.

"Pasti nilai ulangan lo tadi bagus" kata Hilda kepadaku. Sedangkan yang lain langsung mengiyakanya.

"Hee? Kok?" Tanyaku.

"Lo tadi bisa ngerjain pr berarti bisa ngerjain ulanganya dong" Kata Gina.

"Soal ulangan sama pr itu mirip banget beda angka doang" kata Nina.

"Serius? Duh gue nggak lihat soal tugas lagi. Kan yang ngerjain bang Rendi" gerutuku dalam hati.

****

Keesokan harinya aku di panggil ke ruangan Bu Yati. Pasti guru tua itu akan mengomeliku. Tapi aku belum tahu penyebabnya. mungkin karena nilai tugas dan ulanganku sangat berbeda jauh?

Selama perjalanan menuju ruangan Bu Yati aku menebak-nebak sendiri penyebab bu Yati memanggilku dan kemungkinan apa saja yang akan terjadi di ruangan tersebut.

Aku membuka pintu ruanganya. Dan aku melihat sesorang sedang duduk di hadapan bu Yati. Aku tidak bisa melihatnya karena di membelakangiku.

"Ehm, permisi" kataku sesopan mungkin.

"Duduk!" Perintah bu Yati.

Aku segera duduk di kursi yang berada di samping orang itu.

"Ada apa ya bu?" Tanya ku sopan.

Bu Yati menyodorkan dua lembar kertas. Aku melihatnya. Kertas itu adalah kertas tugas dan kertas ulangan.

"Siapa yang mengerjakan tugasmu? Masa tugas bisa bener semua sedangkan ulangan cuma dapat 4? Kamu menyuruh orang lain untuk mengerjakannya?" Tanya bu Yati.

"Hah? Eng.. enggak kok" kataku gugup.

Tiba-tiba orang yang di sampingku mengambil alih kertas itu. Aku malihatnya sekilas. Aldi.

"Jangan bohong" katanya.

Aku mendengus keasal. Kompor banget nih orang.

Akhirnya aku pun mengaku. Bu Yati memberiku hukuman untuk mengerjakan 20 soal fisika lagi dan harus di kumpulkan lusa.

Aku menuju ke loker ku sebelum menuju kekelas untuk mengambil buku. Ketika aku menutup lokerku kembali, aku melihat Aldi berada di sampingku.

"Makasih" kataku kepadanya.

Aku bisa melihat ekspreai bingung di wajahnya. Tatapan matanya seolah menanyakan 'makasih buat apa?'

"Makasih, karena lo udah kompor tadi di depan bu Yati. Tanggung jawab! Ini semua lo yang ngerjain!" Ulangku.

Dia hanya melongo.

"Gue turutin mau lo sekarang. Tapi nanti lo yang harus nurut" katanya yang langsung merebut soal tadi dari tanganku dan melenggang pergi.

"Eh, aduh! Mati gue!" Batinku.

My Best BrotherWhere stories live. Discover now