Pemuja Rahasia

240 20 3
                                    

Sabtu. Hari dimana ekskul adalah satu-satunya kegiatan siswa SMA Pelangi. Pelajaran akademik hanya berlangsung dari Senin sampai Jumat. Kenta menatap teduh gadis di seberang bangkunya. Bangku dengan susunan menyerupai huruf U, dan cowok itu sengaja memilih tempat duduk pas di seberang bangku Naira, gadis idamannya.

Ekskul ini bukanlah keinginan penuh dari Kenta. Karna ekskul yang diikuti Naira begitu ekstrem bagi pengidap phobia ketinggian seperti Ken. Ya, ini adalah ekskul Pecinta Alam! Bayangkan saja, seorang gadis yang tampak lemah seperti Nai menyukai kegiatan alam dan tantangan seperti ini! Ken harus menahan keringat dingin di awal pelantikan sebelum masuk dalam keanggotaan PA. Untungnya senior PA di sekolahnya banyak yang mengenal Ken. Jadi Ken tak perlu takut gagal masuk PA.

"Ken, lo jadi sie PUPDEKDOK, ya?" pinta kak Junet, selaku ketua umum PA tahun ini.

Ken yang saat itu masih asik memandangi Nai tak sangka akan beradu pandang dengan gadis itu. Nai tersenyum, tanpa merasa diperhatikan sebelumnya. Gadis ini memang sangat cuek.

Kak Junet menggelengkan kepalanya. Dia tahu betul tujuan Ken masuk ke PA ini karena Nai. Pikiran iseng pun datang. Tutup pulpen yang dipegangnya mendarat sempurna di atas kepala Ken. Ken tak terkejut. Ia menoleh kesal pada kak Junet yang dibalas gelengan kepala kak Junet.

"Sie PUPDEKDOK, kan? Iya, iya, gue mau. Ga usa ditanyain lagi, pasti gue mau kok."

"Biar lo tau. Biar ga kaya awal kemcer (kemah ceria) dulu. Gara-gara ga tau tugas lo, semua jadi kacau."

Ken cuma nyengir simpul mendengar omelan sang ketua. Rapat pun berlanjut. Dan waktu menikmati pemandangan indah di hadapannya pun berlanjut. Nai sedang serius mencatat apa saja tugasnya di kegiatan mendaki gunung bulan depan. Gadis yang pintar memasak itu tentu saja kebagian menjadi sie konsumsi.

Tok! Tok! Tok!

Semua anggota menoleh ke arah pintu sekretariat PA. Terkecuali Ken. Fokusnya tak bisa beralih.

"Ken!" panggil kak Sukma, sekretaris PA yang super cempreng suaranya.

"Hm?" sahut Ken malas. Banyak sekali yang mengganggu kegiatannya hari ini.

"Dicari homoan lo, tu!"

Ken menoleh dan langsung mendapati wajah homoannya. Ardan, sohibnya yang selalu saja mengganggu dirinya pada suasana indah seperti sekarang ini. Karena sering kemana-kemana bersama, mereka diejek homo. Padahal banyak cewek yang naksir Ken. Terutama Janet, adik kak Junet yang kebetulan satu kelas dengan Ken.

"Ck! Ganggu aja lo!" sungut Ken. Malas-malas ia berdiri dan izin pada semuanya untuk meninggalkan rapat. Bulan depan ada turnamen basket. Sekilas Ken menatap Nai yang menatapnya cuek. Gue pingin pulang bareng lo, Nai. Batinnya pasrah.

"Nanti gue kabarin hasil sisa rapatnya," ucap kak Junet sebelum Ken keluar ruangan. Ken mengacungkan jempol cuek.

"Di lapangan ada Janet, lho. Dia nungguin lo main, tuh!" info yang sama sekali tidak ingin Ken dengar. "Lo denger, kan?" Ardan memastikan.

Ken melirik Ardan dengan tatapan kesal. Auranya benar-benar gelap. Ardan mengurungkan niatnya dan segera berjalan menuju lapangan basket.

Kalo bukan karna turnamen bulan depan, gue ogah latian serajin ini! Andai Nai yang jadi ketua cheers, gue pasti semangat. Minimal dia nontonin gue latianlah. Atau... Pas turnamen gue minta aja dia buat dateng, ya? Biar gue bisa semangat! Tapi, gimana caranya? Dia satu-satunya cewek yang ga peka yang pernah gue temuin. Di tengah kebingungan itu, Ken sampai tidak sadar kalau sudah sampai tengah lapangan basket tanpa mengganti seragamnya.

"Ken! Lo ga bawa seragam?" tanya salah satu anggota tim basketnya, Anggara.

"Ha?" bingung Ken.

Ardan menggelengkan kepala. Selama ini Ardan mengira kalau Ken naksir Janet. Padahal sama sekali tidak tertarik. Sedikitpun tidak. Tahu namanya saja terpaksa, karena waktu itu Ken dimintai tolong kak Junet untuk memberikan buku pelajaran adiknya yang tertinggal saat mereka bertemu di parkiran sekolah.

Ode to you ...♪♬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang