"Bangunkan saja deh," Soojung menyentuh lengan Jongin lalu mengoyang-goyangkannya pelan, ternyata badannya masih agak hangat. Ternyata Jongin benar sakit, bukan pura-pura.

"Hmmm," Jongin membuka matanya perlahan. Tadinya ia mau tidur lagi, tapi ternyata yang membangunkannya adalah pujaan hatinya.

Jongin mengucek matanya berkali-kali. Karena kemungkinan Soojung menjenguknya adalah 0.000000001%, yang artinya mustahil. "Sooojung?"

"Susah sekali sih dibangunkan," Soojung berdecak, tadinya tidak ingin menjawab seketus ini.

"Kau menjengukku? Wow." Jongin membuat posisinya duduk diatas kasur.

"Aku terpaksa." Soojung melipat tanggan di depan dada. Berdiri menghalangi cahaya sore yang masuk lewat jendela kamar Jongin.

"Terpaksa?" Jongin melirik nampan di nakas, kemudian menyeringai. "Tapi kau tetap menyiapkan semuanya kan?"

Mata Soojung membulat, berdirinya jadi tidak seangkuh tadi, "aku ... aku terpaksa, bodoh." Sial kenapa aku malah gelagapan?

Jongin tersenyum memandang Soojung.

"Hah! Habiskan semuanya lalu minum obatmu, biar aku bisa cepat pulang dari sini," Soojung meraih semangkuk bubur, lalu menyendokannya ke arah mulut Jongin.

Reflek.

Yang mana keduanya tidak saling menyadari.

Jongin tersenyum kecut setelah menelan bubur buatan Soojung, "Hambar."

Soojung menjitak kepalanya , agak kesal bubur buatanya tidak dihargai.

"Ya! Kenapa kau jahat sekali sih? Aku kan sedang sakit."

"Masih untung sudah aku buatkan bubur," Soojung menyerahkan mangkuk bubur pada Jongin, "nih makan sendiri saja."

Jongin menyesal sudah mengatakan bubur buatan Soojung hambar, padahal kalau dia diam saja tadi pasti Soojung masih menyuapinya sampai sekarang. Dengan muka cemberut Jongin menghabiskan bubur di mangkuk. Lalu sedikit tersentak saat Soojung berjalan menjauh.

"Kau mau kemana?" Soojung berbalik memandang Jongin.

"Pulang," Soojung membenarkan letak ranselnya. "Oh, Dokter Kim bilang iya ada rapat mendadak di rumah sakit. Jadi, mungkin akan pulang telat."

"Aku sudah tau," kata Jongin. Mangkuk bubur yang baru habis setengah, ia letakkan kembali di atas nakas.

"Apa?" tanya Soojung, suara Jongin sangat pelan hampir tak terdengar. Setelah melirik jam tangannya, Soojung baru sadar wajah Jongin berubah murung.

"Aku bilang, aku sudah tau. Junmyeon hyung memang selalu sibuk. Sama seperti kedua orangtuaku. Benar-benar tidak ada waktu untukku."

Jongin menghela nafasnya berat, matanya beralih kearah jendela. Hening. Soojung bahkan seakan membeku ditempatnya, tidak tau harus menanggapi apa dan berbuat apa.

Akhirnya Soojung memutuskan sesuatu, yang mungkin akan dia sesali nantinya.

Ia menarik kursi belajar mendekati kasur Jongin, dimana posisi wajah Jongin masih membelakanginya, karena masih memandang jendela.

Merasakan masih ada orang dikamarnya selain dirinya Jongin akhirnya memutar kepalanya. Melihat ada Soojung sedang duduk di samping kasurnya. Sedikit bingung, bukankah Soojung baru pamit pulang padanya?

"Mau ku ceritakan sesuatu?" Soojung memandang Jongin, entah dengan ekspresi apa yang pasti Jongin tidak menanggapinya, takut-takut ia kembali salah bicara.

"Karena kau diam, berariya." Soojung mengangguk-anggukan kepalanya.

"Aku juga punya seorang kakak, sama sepertimu. Dulunya kami tidak sedekat sekarang. Kami bertemu setiap hari, namun tidak pernah bisa saling berbagi pikiran. Sampai suatu hari, aku dan dia bertengkar, hampir sebulan kami saling menghindar jika bertemu dirumah," Soojung berhenti sejenak hanya untuk melihat respon dari Jongin. Takut ceritanya terdengar tidak menarik bagi laki-laki itu. Namun Jongin memberikan ekspresi seakan bertanya apa lanjutan dari ceritanya.

"Sampai siang itu, aku mendapat telepon. Mama bilang, Eonni kecelakaan. Saat itu aku langsung menangis dikelas, karena aku sudah memikirkan hal-hal buruk yang mungkin akan terjadi padanya. Untungnya hanya ada Seulgi disana, jadi tidak ada yang tau aku menangis," alis Soojung naik, matanya agak membulat, sudut bibirnya sedikit tertarik, menyiratkan betapa bersyukurnya tidak ada yang melihatnya menangis saat itu.

Jongin menanggapinya hanya dengan anggukan, mulai memahami jalan cerita.

"Dia menolongku agar bisa pergi kerumah sakit. Sepanjang jalan menuju rumah sakit, air mataku tidak dapat berhenti mengalir. Sopir taksi terus-menerus menanyakan apakah aku baik-baik saja. Aku bahkan tidak tau jumlah uang yang kuberikan padanya. Aku langsung berlari setibanya di rumah sakit. Saking kalutnya aku tidak sadar sudah masuk ke kamar nomer berapa. Sampai di dalam aku langsung memeluk orang diatas ranjang dan menangisinya."

Soojung tertawa sebelum ceritanya selesai. Wajahnya ia tutupi dengan kedua telapak tanggannya. "Ah, seperti kau pun tau bagaimana kelanjutannya."

Jongin tadinya hanya tersenyum, kemudian berubah jadi senyum merekah dan mereka berdua pun akhirnya tertawa bersama untuk yang pertama kalinya. Hal yang jarang mengingat Soojung yang selalu bertingkah dingin dengannya.

"Kau terus menangis dan meminta maaf sampai sadar bahwa yang sedang kau peluk bukan Eonniemu kan?" Jongin memandang Soojung, sambil menahan tawanya.

Soojung yang sudah cukup menertawai dirinya sendiri, hanya menganggukan kepalanya. "Dan hubungan kami membaik setelahnya." Soojung mengedikan pundaknya, mata mereka saling memandang.

"Aku harus mendengar langsung dari Sooyoun Nuna."

"Kenapa?"

"Karena versi dia pasti lebih lucu dari ini," Jongin tersenyum, sampai garis matanya lurus.

"Ya! Akan ku pastikan kalian tidak akan pernah bertemu." Soojung tidak akan membiarkan Eonnienya menceritakan cerita ini versi dirinya sendiri. Karena Soojung tau, Sooyoun Eonnie hanya akan mempermalukannya.

"Padahal aku rasa, aku dan Sooyoun Nuna akan cocok jika bertemu. Kami kan sama-sama pernah tinggal diluar negeri." Jongin menyeringai.

"Kim Jongin dan kata bohong memang tak akan bisa dipisahkan," Soojung mengelengkan kepala, agak malas juga jika sifat Jongin kembali narsisme seperti biasa.

"Wah, lihat saja kulitku!" Jongin memajukan lengan kirinya ke depan wajah Soojung. Waktu itu dia hanya memakai kaus biru lengan pendek, jadi tidak perlu seperti itu sih Soojung juga sudah bisa melihat warna kulitnya.

"Ini efek terlalu lama berjemur, tau."

Soojung menjauhkan lengan Jongin dengan memukulnya. Soojung kembali mengejek Jongin yang dibalas pembelaan-pembelaan dari laki-laki itu. Mereka terus mengobrol sampai membuat Jongin lupa meminum obatnya. Dan membuat Soojung lupa kalau ia membenci Jongin.



A/n :
Assalamualaikum!
Yawla parah kan ya, diupdate lagi sampe bulan puasa gini:( Sumpah aku minta maaf banget. Soalnya kmrn semacam kena WB gitu, dan emang lagi males buka wattpad. Jadi begitulah huft
Maafkan, semoga chapter yang lumayan panjang ini dpt menghibur kalian semua;)
Dannnn diusahakan akan diupdate secepatnya, karena sepertinya bulan ini banyak waktu luangnya hehe
Btw aku kaistal dan sestal juga, jadi kadang kalo Sehun muncul dicerita ini, agak kurang ikhlas klo hubungan kaistal bisa mulus gt wahahaha #ketawadevil

down for you // kaistalWhere stories live. Discover now