"Kuberi waktu 1 jam. Kembali kesini tepat pukul 12." Bagas menatapku dengan mata melebar sedangkan Risa mencibir tanpa menatapku. Apa yang salah? Aku hanya ingin dia pulang bersamaku.

"Dasar suami posesif. Oke kalau begitu kami berangkat dulu ya. Bye bye." Dua manusia mungil itu keluar dari cafe dan masuk kedalam mobil kecil berwarna putih dengan hiasan sticker hello kitty di beberapa bagiannya. Selera Risa benar-benar wow.

Renata POV

Kami berdua melangkah memasuki rumah Azka yang berada diarea perumahan elit ditengah kota. Rumah dengan gaya klasik eropa berwarna putih ini begitu mewah. Sesaat setelah kami masuk, kepala pelayan dirumah ini menghampiri kami.

"Selamat datang Nona Renata." Ucapnya dengan nada lembut namun tegas.

"Selamat pagi Bi, Arvita ada kan? Aku kesini karena ingin mengecek keadaanya."

Ini sudah jam 11 pagi. Seharusnya sih Arvita sudah beraktifitas. Biasanya kalau dia libur dia akan bersantai di lantai bawah atau berenang di kolam renang samping rumah. Tapi, sejak tadi aku tak menemukan tanda-tanda kehadirannya.

"Ah itu.. Nona Arvita.. Itu.." Jawab kepala pelayan dengan gugup. Apa yang membuatnya begitu gugup.

Karena tidak sabar, aku pun melangkah ke lantai 2 kemudian membuka pintu bercat pink bertuliskan Arvita didepannya. Saat kubuka pintu tersebut, aroma alkohol menyeruak dari dalam kamar.

Arvita sedang tertidur diranjangnya. Tapi bukan itu yang membuatku geram dengannya. Dress ketat berwarna hitam yang kekurangan bahan melekat di tubuh putihnya. Selain itu, bau alkohol dari tubuhnya begitu menyengat.

"Arvita. Bangun." Ucapku sambil mengguncang bahunya. Dia menggeliat kemudian mendudukkan dirinya. Dia masih mengumpulkan kesadarannya.

"Aaa.. ternyata kau ya.. Renata kan? Hahaha Renata.. RE. NA. TA."

"Arvita apa-apaan ini? Kamu masih mabuk?" Arvita masih saja duduk sambil tersenyum aneh menatapku. Sepertinya dia masih mabuk. Oh tuhan, Azka akan marah padaku jika dia tau adik tercintanya jadi seperti ini. Seserius apapun aku menanggapinya, tetap saja dia akan melantur. Lebih baik aku menuruti apa maunya dulu.

"Apakah Kakak benar-benar tak mencintai Kak Azka?"

"Aku mencintainya, sangat." Jawabku sambil memandangnya. Tapi Arvita malah tersenyum sedih.

"Lalu kenapa Kakak meninggalkannya?"

"Aku tak meninggalkannya, kami masih bersama." Ya Allah, inilah pertanyaan yang dari dulu sangat kuhindari.

"Kakak egois! Kenapa Kakak mengorbankan perasaan Kak Azka untuk tetap bersamamu jika Kakak memilih laki-laki lain?!" Teriaknya.

"Maafkan aku.. Aku tak bisa melepaskannya. Aku sudah berusaha melepaskannya, tapi tetap saja aku tak bisa."

"Tak kusangka Kakak benar-benar egois. Kakak hanya terobsesi dengan Kak Azka bukan mencintainya." Semoga dia akan melupakan obrolan kami. Aku akan mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan padanya.

"Aku mencintainya, hanya saja aku tak bisa mencintainya seperti dulu. Aku mencintainya sebagai ayah,kakak,sahabat sekaligus teman. Aku tak bisa kehilangannya. Aku tak bisa hidup tanpanya. Dia bagaikan nyawaku Vit."

"Kakak egois! Kakak merebut Kak Azka dariku! Kakak merebut semua perhatian Kak Azka! Selalu Nata, Nata dan Nata yang ada dipikiran dan hatinya. Kak Azka selalu menyebutkan namamu didalam tidurnya. Bahkan kau juga merebut perhatian Bunda dariku. Kau merebut segalanya! Kau memang pantas disebut sebagai perebut kebahagiaan orang lain! Aku membencimu! Pergi! Pergiii!"

My Unplanned HusbandWhere stories live. Discover now