[16.B]

2.7K 143 0
                                    

BAGIAN ENAM BELAS [2]

***

Hari ini Olive absen dengan alasan izin. Ia ingin menemani Yanti yang masih tertidur di atas kasur rumah sakit. Olive menunggu di luar ruangan. Sekarang, dengan rasa khawatir dan juga perasaan lainnya, Olive kebingungan untuk mencari biaya pengobatan Yanti. Tabungan yang ia dan Yanti miliki tidak bisa mencukupinya.

Olive sempat berputus asa dengan beban yang berada dibahunya. Namun, berulangkali ia harus menepis hal itu. Olive beranjak dari tempatnya dan memasuki kamar yang didominasi warna putih. Ia berjalan mendekati kursi yang berada di samping Yanti dengan tatapan sendu.

Namun, belum sempat ia selesai mendekati nakas, Yanti mulai kejang-kejang. Membuat Olive tersentak kaget dan membulatkan matanya. Melihat kondisi seperti itu, Olive berteriak dengan sisa tenaganya memanggil dokter.

Beberapa detik kemudian, dokter dengan seorang perawat memasuki ruangan Yanti. Olive dapat bernapas sedikit. Perawat itu sedang menyuntikkan sesuatu dengan jarumnya, sedangkan dokter memeriksa detak jantung Yanti.

Setelah keduanya sudah memeriksa keadaan Yanti, dokter itu mendekati Olive dengan raut wajah tidak baik.

“Ibu Yanti harus di operasi secepatnya. Kanker yang berada di dalam tubuhnya menyebar luas. Kalau tidak secepatnya ditangani, Ibu Anda tidak bisa selamat. Mohon diberi keputusan secepatnya.” Jelas dokter itu yang memuat Olive merasakan sesak. Dokter itupun berlalu.

Olive tak kuat mendengar semuanya. Tidak kuat menahannya. Ia pun berlari menuju taman belakang rumah sakit. Meluapkan semua ketidak mampuannya.

Di sana, di salah satu kursi panjang, Olive menangis sejadi-jadinya. Mungkin hanya dengan mencurahkan air matanya, ia akan bisa mereflekskan tubuhnya. Walaupun membutuhkan waktu yang lama.

Olive langsung menghapus air matanya ketika ada seseorang yang memegang pundaknya. Ia langsung beranjak dari kursinya sambil menatap orang yang sekarang berada di hadapannya.

“Da..David.” Ucap Olive dengan isakan tangis yang masih dapat jelas di dengar.
“Kamu kenapa menangis?” Tanya David sambil menyatukkan alisnya.

Olive buru-buru menggeleng seolah tidak terjadi apa-apa.

“Cerita aja, kalau kamu ada masalah. Mana tau saya bisa bantu.” Kata David halus yang semakin membuat Olive luruh. Pertahanannya sudah runtuh. Ia tidak bisa lagi menahan airmatanya.

“B..b.. bunda.. Dia harus di operasi, tapi—” Olive menggantungkan kalimatnya. “tapi gue kurang biaya,” sambung Olive sambil mengusap air matanya berulang kali. David ber-oh- dan mengangguk mengerti.

“Kalau saya bantu boleh?” tawar David. Olive langsung mengarahkan pandangannya ke David dengan tatapan tidak mengerti.

“Kalau lo bantu gue, gue nggak bisa ganti uang lo dengan cepat,” jawab Olive polos.

David mengulum senyumannya. “Hemm, kalau enggak kamu kerja aja di kafe saya sampai utang kamu lunas. Jadi, sekarang kamu bisa minjam uang saya.” Jelasnya.

Olive tentu bahagia mendengar tawaran tersebut. Akhirnya ia pun mengangguk setuju. Setelahnya, biaya itu semua dibayar oleh David.

Terima kasih Tuhan, masih ada Kau sisakan orang baik di permukaan bumi ini.

***

My Bad Girl RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang