Bab 22

1.6K 144 66
                                    

Met lebaran semuahhh..
Maaf lahir batin yee..
Kalo ada typo maafin aja deh..

Sesuai janjiku padamu, abis lebaran sa publish ari. Sebenernya dari kemaren mo publish. Tapi apa daya, pas lebaran powerbank ga ada yg mumpuni, charger mobil pun rusak. Alhasil harus irit batre pas klilang kliling jabodetabek. Besok ogah kemana2. Nti kena macet arus balik. Nyuci ngepel aja dahh...

Maaph (lagi) yaaa...
Emmucchhhh...

Mengandung unsur 18+
Yg belom punya KTP mending ke pak lurah dulu. Antri yee..

------------------

Dee

Aku terus memainkan cincin kupu-kupu pemberiannya. Ini lebih dari sekadar indah. Ini cincin pernikahan kami!

"Kau suka, Sayang?"

"Banget pangkat banyak." Dia sudah menutup laptopnya.

"Rie..."

"Ya?"

"Tadi Ari kasi cincin ini, Dee langsung bilang, 'Dee akan pakai selamanya...'"

"Then, you have to." Dia memutus ucapanku, aku hanya tertawa kecil. Dia memang tak suka berkata-kata. Tapi jika dia sudah bersuara, kata-katanya sanggup membuatku melayang tak terjangkau.

"Dee belum tau kalo ini cincin kawin kita."

"Hhmm... tak penting."

"Maksudnya?"

"Aku tak butuh apa pun untuk mengklaim kamu. Pakai cincin itu kalau kau suka. Jika itu kita sepakati sebagai simbol penyatuan kita, itu hanya sebuah simbol. Kau pakai atau tidak, kamu tetap milikku. Mine." Dia berjalan menuju ke arahku. Dengan tatapannya menyuruhku bergeser, lalu dia duduk di sampingku. Menarikku dalam pelukannya. Pelukan yang membuatku terlena. Aku masih sering merasa butuh lebih diyakinkan untuk itu.

Dia bersandar di tempat tidur dengan kaki terjulur santai, sedangkan aku tidur bersandar di bahunya. Kami melanjutkan melihat-lihat foto pernikahan kami ketika kudengar suara ketukan di pintu.

"Masuk." Dia menjawab tanpa merasa perlu melihat ke sumber suara.

Kak Ian dan Rey.

Menyusul Aa dan Nana.

Kak Ian menghampiri kami, menampar pelan lutut Ari, mengusirnya dari sampingku untuk memelukku dengan semua cinta seorang kakak yang dia punya.

"Aku seneng banget kamu udah di sini, Dek." Matanya menatapku lembut. Senyum ketulusan terlihat jelas di mata itu. Matanya berkaca-kaca seperti mataku. Ahh, aku menjadi terlalu gampang menangis. Tapi aku memang terlalu bahagia. Aku akan puas menangis bahagia untuk semua anugrah yang Langit selalu dan akan selalu berikan untukku.

"Makasih ya, Kak." Tentu ucapan itu tidak sebanding dengan apa yang sudah dia lakukan untukku. Untuk kami.

Tuhan.... Aku sungguh beruntung

Lalu berganti Aa dengan seringai lebarnya.

Kemudian Rey dan Nana yang memelukku bersamaan. Erat. Tak mau terlepas. Menangis bersama.

"Lu kapan perginya, Rey?" tanyaku. Mereka memundurkan kepergiannya ke Paris untukku.

"Ini mau langsung ke bandara. Mas Adit yang ngurus. Gue tinggal dateng aja. Untung hari ini pas lu keluar ICU. Males gue di ICU, ngga bisa ngapa-ngapain."

"Lah, lu aje males. Gimana gue?"

"Lagian lu juga. Tega banget sih," gerutu Nana hanya sanggup kujawab dengan tundukan diam.

Kupu-Kupu Jangan Pergi [18+ End]Where stories live. Discover now