3. Diantar

92.6K 5.6K 110
                                    

"I thought you were my fairytale--a dream when I'm not sleeping--and wishes from a star is coming true."

***

Setelah perkenalan singkat itu, Evan pun izin pergi untuk menyusul teman-temannya pada Rachel.

"Yeah, that's my man!" ucap Mirna senang karena segelas Jack Daniels akan di tangannya malam ini.

Evan tersenyum miring "Gue dapet Line nya." Ucapnya bangga. Cewek manapun memang sebenarnya sangat mudah untuk ditaklukan Evan, dan Evan pun tidak suka pada cewek yang sok jual mahal. Menurutnya, mengejar-ngejar cewek seperti itu hanya membuang-buang waktu.

Rachel langsung merogoh tas nya setelah Evan pergi untuk mengambil ponsel. Segera ia menelepon Eva "Halo Va, dia udah pergi. Cepet deh kalian ke sini." Ujar Rachel sedikit kesal karena teman-temannya malah meninggalkannya.

"Okeee sayang." Eva pun mematikan sambungan telepon.

Beberapa detik kemudian mereka bertiga pun sampai dengan wajah sumringah nya. Mereka ingin sekali Rachel move on dari Dikta. Percuma juga jika Rachel masih stuck sama Dikta, Dikta pun tidak akan kembali.

"Gimana kenalannya?" tanya Alya sumringah lalu mengambil botol beer.

"Ya... gitu-gitu aja sih. Dia minta Line gue."

Wajah mereka bertiga langsung semakin berbinar "Duhh lo beruntung banget sih Hel kenalan sama cogan gitu..." Henny memanyunkan bibir nya.

Selama ini ia tidak pernah didekati lelaki ganteng seperti itu. Henny sudah menjabat status single selama empat tahun. Henny adalah tipe cewek yang sangat pemilih, jadi susah sekali untuk mendapat pacar.

"Iya sih dia emang ganteng banget. Tapi gue gak yakin bisa move on ke dia." Ucap Rachel lalu menundukan kepala nya.

"Rachel," Eva memegang bahu Rachel "lo harus move on. Kita juga gak seneng liat lo terlalu berlarut dalam kesedihan. Gue tau, emang susah untuk move on dari pacaran yang udah dua tahun, but you have to do it. Mau sampe kapan kayak gini?"

Rachel sebenarnya sangat menyutujui perkataan Eva, tanpa Eva bicara seperti itu pun ia tau tak ada gunanya stuck seperti ini. Tapi hati berkata lain dari logika, dan hati Rachel sangat menguasai pikirannya dibanding logika.

"Ya... kita liat aja nanti." Ujar Rachel lalu tersenyum.

"Ya udah pokoknya malem ini kita seneng-seneng, oke?" ucap Henny lalu teman-temannya tertawa dan mulai minum beer itu.

*

Alarm Rachel berbunyi tepat pukul 05.30 membuat Rachel langsung tersadar dari alam bawah sadarnya. Karena merasa terganggu dengan suara alarm, ia langsung cepat-cepat mematikannya.

Kepala Rachel terasa pusing dan mata nya terlalu berat untuk dibuka. Semalam ia baru sampai rumah pukul 23.28 dan itu pertama kalinya ia pulang selarut itu tanpa orang tuanya. Untungnya saja orang tua Rachel-Fajar dan Karina-tidak terlalu mengekang Rachel walau ia adalah anak tunggal, dan untungnya saja Rachel adalah anak tunggal yang tau diri walau orang tua nya sangat berlimpah harta.

Dengan berat dan usaha sekuat tenaga, Rachel pun beranjak dari kasurnya. Walau magnet di dalam kasurnya lebih kuat, namun semangat Rachel untuk sekolah jauh lebih kuat dari tarikan magnet tersebut.

Selesai mandi dan sarapan, sembari menunggu Mang Ujang, sopir Rachel, ia menonton kartun yang sangat terkenal itu, Spongebob Squarepants di channel Nickelodeon.

Tak terasa, sinar televisi sangat membuatnya mengantuk, ia pun terlelap di sofa. Karena Fajar dan Karina sudah berangkat kerja terlebih dulu, tak ada yang menyadari Rachel terlelap.

Sampai akhirnya, Bi Suketi, pembantu rumah Rachel, melihat kepala dari belakang sofa yang sedang terlontang-lantung. Dengan penasaran, Bi Suketi berjalan mendekati sofa. Matanya melotot sempurna melihat Rachel yang terlelap di sofa, padahal jam sudah menunjukan pukul 6.54.

"Astaga, Non Rachel bangun." Bi Suketi menggoyang-goyangkan tubuh Rachel dengan panik. Rachel pun perlahan terbangun, lalu sedetik kemudian ia terlonjak kaget karena sadar ia sudah telat.

"Astaga udah jam segini lagi! Kok gak ada yang bangunin aku sih?!" ucap Rachel panik dan benar-benar kesal.

Bi Suketi menepok jidat nya "Astaga saya lupa non bilang kalo Mang Ujang sampe dua hari ke depan gak bisa anter non sekolah, soalnya anak nya sakit jadi dia pulang kampung." Jelas Bi Suketi yang membuat Rachel tambah kesal. Namun raut wajah kesal milik Rachel tetap saja tidak kelihatan seperti kesal.

"Ya udah, terus aku gimana dong Bi?" rasanya Rachel sudah ingin menangis. Ia tidak mau masuk ke sekolah terlambat, apa lagi bolos.

"Ya udah bibi panggil ojek ya?"

Rachel menggeleng cepat "Jangan Bi, kan gak boleh sama papa naik ojek. Aku naik bis aja deh. Duluan ya Bi!" Rachel langsung berlari meninggalkan Bi Suketi yang mematung sambil memegang gagang sapu.

Rachel berlari sekuat tenaga sampai keluar perumahannya. Biasanya, di depan perumahannya selalu ada bis sekolah yang berhenti di sana untuk menjemput anak-anak sekolah. Tapi kalau udah jam segini, tentu saja bis itu sudah tidak ada.

Rachel pun terpaksa harus mencari tukang ojek, dan sialnya lagi, tukang-tukang ojek juga tidak ada. Terpaksa ia harus menunggu angkot.

Rachel pun duduk di sebuah kursi dekat sebuah warung karena terlalu lelah berlari. Air mata mendesak keluar dari mata nya, ia takut dimarahin guru kalau telat ataupun kalau memutuskan untuk bolos. Rachel memang terlewat rajin dan juga lugu. Ia terlalu patuh pada peraturan sekolah.

Sebuah motor besar berwarna hitam berhenti di depannya. Rachel hanya melihatnya sekilas lalu membuang muka. Mungkin mau beli makanan di warung ini.

Lelaki tersebut membuka kaca helm nya "Kok lo di sini?"

Rachel yang merasa diajak bicara langsung mendongakan kepala nya. Ia menyipitkan mata nya karena tak melihat jelas siapa orang ini. Lelaki itu hanya terlihat mata nya saja, sisa kepala nya sudah tertutup helm.

"K-kamu siapa?" tanya Rachel.

"Evan, yang kemaren."

Rachel membulatkan mata nya. Tak sangka bisa ketemu Evan lagi. Ia pikir kenalan kemarin hanya sekedar numpang lewat di kehidupannya.

"Eh Evan... aku lagi nunggu angkot nih mau ke sekolah, udah telat." Rachel menggigit bibir nya, masih terbayang wajah guru galak yang akan menghukum nya nanti.

"Ya udah gue anter, sekolah lo di mana?"

Mata Rachel berbinar, Tuhan benar-benar menolong nya kali ini. Eh, tapi... "Tapi sama papa aku gak boleh pergi sama orang yang baru aku kenal." Ucap Rachel sedikit takut menatap mata Evan.

Evan terkekeh "Ya elah, gua gak bakal apa-apain lo kok. Kalo gue sampe culik lo, lo boleh deh gebukin gua atau bunuh gua juga boleh."

Rachel tertawa, dengan malu ia pun menaiki motor besar tersebut. Memang sedikit sulit, sampai akhirnya ia dapat duduk dengan posisi aman.

"Pegangan ya." Ucap Evan. Aroma maskulinnya langsung memasuki indera penciuman Rachel. Rachel sangat suka wanginya Evan.

Dengan hati-hati, Rachel pun memegang pinggang Evan.

****

15 votes for next chapt, please? :)

Meet a PlayboyOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz