Ketujuhbelas

9.3K 751 48
                                    

Pagi itu Sasuke terbangun karena suara batuk Naruto, berulang kali, terdengar seperti ranting pohon yang menggores kaca. Kering dan melengking.

Ia berlari tergesa-gesa menuju dapur, menginjak lantai sedingin lapisan tipis es. Sebelah tangan Sasuke sibuk memencet tombol handphone yang sudah ia hapal melebihi pemilik nomer itu sendiri, sementara perhatiannya tertuju pada tangan kanannya yang sibuk memanaskan air.

Ketika ia melangkah kembali ke kamar mereka dengan handphone yang menempel di telinga, Naruto telah duduk bersandar pada kepala tempat tidur dengan tisue pada hidungnya. Ada bercak merah samar di sana.

"Ini minumlah" tangan Sasuke terulur dan Naruto menyambutnya. Iris hitamnya masih terpaku pada gelas di tangan Naruto, memastikan agar sang sahabat meminumnya tanpa menjatuhkan isi di dalamnya terlebih dahulu.
.
.
.
Hari itu mereka bolos sekolah lagi, Sasuke tak peduli. Tapi Naruto merengek di sampingnya, khawatir tentang nilai mereka katanya. Dan itu lebih dari cukup untuk membuat kepala Sasuke berdengung menyebalkan.

Bertahun-tahun bersama, Sasuke lebih dari hapal dengan rengekan Naruto ketika pemuda itu demam. Ia akan mempermasalahkan hal sekecil apapun, seolah semua terlahir salah di dunia ini. Dan Sasuke harusnya terbiasa dengan semua itu. Tapi ia tidak.
.
.
.
Bel pindu berbunyi dengan irama yang sangat asing tepat lima menit setelah Sasuke berhasil membuat Naruto berhenti merengek tentang nasib nilai mereka dan menidurkan si bocah pirang. Ia nyaris mengumpat jika seandainya suara bel membangunkan Naruto dan membuat usahanya sia-sia.

Ia melangkah dengan malas menuju pintu, tidak begitu tertarik dengan sang tamu.
Namun ketika pintu di buka, Sasuke merasa seperti seseorang memberikan hadiah yang tidak ia sukai di hari ulang tahunnya.

Namikaze Kyubi berdiri di sana, canggung dengan tangan yang menggaruk perpotongan leher jenjangnya.
Iris hitam Sasuke menyipit, menantang tak suka dengan sosok di hadapannya.
"Apa yang kau inginkan?" Ia menggeram dengan suara rendah, sementara satu tangannya siap menutup pintu dalam hitungan detik.
Dengan terburu-buru Kyubi menahan pintu pembatas mereka, ia sudah mengumpulkan cukup banyak keberanian untuk sampai di tahap ini. Dan ia tak mau semua itu sia-sia.

"Aku datang untuk menjenguk si pirang." Katanya dengan sebelah tangan yang diangkat memperlihatkan kantong plastik putih yang entah apa isinya.

Mata Sasuke masih memicing curiga, tapi kakinya melangkah mundur, membuat celah untuk sang tamu tak diundang.
"Masuk." Ujarnya dingin, masih menyuarakan penolakan.
Kyubi mengangguk dengan cengiran yang lebih mirib seringai.

Sasuke tidak tau apakah membiarkan Kyubi memasuki rumahnya adalah pilihan yang tepat, namun jika hal buruk terjadi, memusnahkan seekor rubah tidak lah sulit.

Dan Sasuke menyeringai.

Tbc

Our story *sasunaru yaoi*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang