Evan: okey;)

Evan memang punya banyak pacar. Kali ini ia mencapai rekor yaitu memiliki tujuh pacar. Mereka adalah Dea, Jessica, Mei, Rara, Nita, Amel, dan Diva. Kriteria nya tak jauh-jauh dari kata bohay.

Sementara Rachel merebahkan diri nya di kasur. Sekolah benar-benar melelahkan, ditambah lagi cuaca yang panas membuat nya semakin lelah.

Kepala Rachel menoleh ke nakas yang ada di sebelah kasur nya. Foto diri nya dan seorang lelaki tampan dengan kulit putih dan berkaca mata ada di sana. Rachel tersenyum dan meraih foto berbingkai itu. Rachel memandang wajah cowok itu, Dikta, dengan seksama. Andai kamu sekarang di sini Dik...

"Aku pasti bakal kangen sama kamu... kelinci madu ku." Ucap Dikta sambil mencubit pelan pipi kekasih nya, Rachel.

Rachel tertawa kecil "Aku juga, my honey bunny." Rachel memeluk erat tubuh Dikta, begitu juga Dikta.

Pelukan Rachel kali ini sangat erat, seperti tak membiarkan Dikta pergi. Dikta akan pergi ke Belanda untuk melanjutkan SMA di sana. Saat kelas satu SMA, Dikta berada di satu sekolah yang sama dengan Rachel, tapi kelas dua ia akan melanjutkannya di Belanda.

Betapa senang nya Dikta saat impian nya terwujud yaitu dapat bersekolah di Eropa. Sounds cool, menurut Dikta. Rachel juga sangat senang dan bangga mendengarnya, walau di sisi lain ia juga keberatan untuk berpisah dengan Dikta.

Dikta dan Rachel adalah sepasang kekasih selama dua tahun lama nya. Rachel dan Dikta benar-benar menganggap bahwa mereka memang ditakdirkan untuk bersama.

Sampai akhirnya suara pengumuman di bandara terdengar, wanita itu menyebutkan nama dan nomor penerbangan Dikta, mereka pun melepaskan pelukan mereka.

"Yah, nomor penerbangan ku udah dipanggil." Dikta memanyunkan bibir nya, masih belum siap berpisah dengan Rachel.

"Kalo udah sampe sana, jangan lupa Skype aku ya." Rachel tersenyum membuat Dikta ikut tersenyum.

"Pasti nya sayang. Ya udah aku ke sana dulu ya, Papa sama Mama ku pasti udah nunggu. Bye honey." Dikta mengecup lembut kening Rachel membuat Rachel menitikkan air mata.

"Bye." Rachel tersenyum dalam tangisan. Dikta melambaikan tangan nya lalu berlalu dari pandangan Rachel.

Rachel pun sampai di rumah setelah menempuh perjalanan dari bandara. Selama di perjalan ia terus menangis, memandang foto-foto ia bersama Dikta di handphone nya. Saat mereka pergi ke dufan, foto untuk buku tahunan saat masih SMP, foto pertama kali masuk SMA, foto mereka saat kencan dan sebagainya. Rachel benar-benar ingin memeluk sosok Dikta sekarang juga.

Langkah Rachel terhenti saat Karina, Ibu Rachel, berdiri mematung depan Rachel dengan wajah pucat sambil memegang ponsel nya dengan tangan gemetar. Mungkin jika digambarkan, wajah Rachel sekarang penuh dengan tanda tanya.

"Ada apa Ma?"

Karina memberikan ponsel nya pada Rachel "Ini bu-bukan pesawat yang dinaikin Dikta kan?"

Dengan perlahan Rachel meraih ponsel itu lalu membaca kalimat yang ada tertera di sana. Sebuah situs berita mengatakan bahwa Pesawat Turkish Airline terjatuh di laut. Di sana juga tertulis 'ada nyawa yang tak tertolong', 'banyak korban luka-luka', 'ada penumpang yang tidak ditemukan' dan sebagainya.

Jantung Rachel terasa berhenti sejenak. Ia ingat betul nomor pesawat itu, TA 0005-26G, dan menurut situs di sana, pesawat itulah yang jatuh. Rachel kini menatap wajah Ibunya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

*

Rachel menatap nanar kuburan dengan papan nama bertuliskan Pradikta Suryaputra. Kini air mata Rachel seperti sudah habis dari semalam, ia kini hanya menatap kosong kuburan itu dengan hati yang seakan-akan dihancurkan hanya dengan sekali remasan tangan.

Dikta, Ayah, dan Ibu nya meninggal dan kuburan mereka bersebelahan. Kini di sana sudah sepi, hanya ada Rachel. Rachel mendekati kuburan Dikta dan berlutut di sana.

Air mata pun kembali mengalir. Yang menyedihkan dari sebuah kematian adalah kita tak dapat lagi bertemu dengan orang itu, untuk selama-lamanya.

"Dikta... gak nyangka ya, kemaren itu ternyata pelukan terakhir kita," ucap Rachel dengan air mata yang turun deras dari mata nya.

"Kenapa kamu ninggalin aku sejauh itu? Aku kira walaupun kamu jauh di Belanda sana, kita masih bisa ketemu. Tapi kalo kamu pergi sejauh ini, aku gak bakal mungkin bisa lihat kamu lagi,"

Tangis Rachel benar-benar pecah. Ternyata ditinggal seseorang yang disayangi lebih menyakitkan dari apapun.

"Na-nanti siapa yang aku telpon jam dua pagi kalo aku gak bisa tidur?"

"Siapa yang aku peluk lagi kalo aku sedih?"

"Siapa yang bakal bawain pancake kesukaan aku nanti nya?"

"Gak ada Dik..."

****

Hai, maaf banget ya, gue tau chapter ini garing banget, mana gak dapet feel nya lagi wakakak. Tapi, next chapter JANJI bakal seru, soalnya Evan sama Rachel bakal ketemu:3 huehehe

5 votes for next chapter, please? :)

Meet a PlayboyWhere stories live. Discover now