Chapter 2 : A Dangerous Meeting

190 5 0
                                    

Tak terasa beberapa minggu sudah berlalu sejak Yui mulai bekerja sebagai asisten Ryoichi. Kini ia sudah mulai terbiasa dengan sifat Ryoichi yang cepat sekali berubah-ubah. Namun, terlepas dari semua itu, Yui merasa senang karena Ryoichi adalah orang yang baik.

Ryoichi sedang melahap sarapannya saat Yui mulai membacakan jadwalnya.

"Hari ini sepulang kuliah, kau harus datang ke butik. Kau harus fitting jas untuk pesta yang diadakan oleh Perusahaan Kaga hari Sabtu ini. Setelah itu, kau akan menemani ayahmu mengunjungi panti asuhan yang akan diberi bantuan dana oleh Takamasa Group."

Ryoichi memasang wajah lesu. Dia berhenti mengunyah dan menyangga kepalanya dengan lengannya yang ada di atas meja makan.

"Sama sekali tidak ada yang menyenangkan," gerutunya.

"Yah, aku kan hanya menjalankan tugasku," sahut Yui.

"Apakah aku harus melakukan semua itu?" tanya Ryoichi, walaupun sebenarnya ia tahu jawabannya.

Yui mengangguk tegas, "Tentu saja, kalau kau tak mau kita berada dalam masalah."

"Kau menakutkan, Yui," cibir Ryoichi, kemudian ia menghela nafas.

Ryoichi mengacak-acak rambutnya sendiri dengan frustasi, sepertinya benar-benar tidak mau melakukan apa yang sudah dijadwalkan untuknya. Dia kemudian memandangi Yui sejenak tanpa berkata apapun.

Yui bisa merasakan pandangan Ryoichi yang tertuju padanya, namun ia tak berani untuk balik memandangnya. Jantungnya yang mulai berdetak tak karuan menuntunnya untuk berpura-pura sibuk dengan buku catatannya.

"Hei, Yui."

"Ada apa?" Yui menoleh ragu-ragu, berusaha untuk mengontrol nafasnya.

"Tanggal berapa ulang tahunmu?" tanya Ryoichi.

Yui terheran-heran. "Mengapa kau menanyakan hal itu tiba-tiba?"

"Aku hanya tanya, tanggal berapa ulang tahunmu?" Ryoichi memasang wajah kesal, sepertinya sedang tak ingin banyak bicara.

"Tanggal empat belas Februari. Memangnya ada apa?"

"Wah, hari Valentine? Benarkah? Tidak heran kau sangat manis," Ryoichi memandang Yui dengan mata berbinar-binar, kemudian tersenyum. "Tapi, sayang sekali," lanjutnya, menampakkan eksperesi yang jauh berbeda.

Yui menatap Ryoichi dengan tatapan ayolah-aku-tanya-padamu-ada-apa-dengan-ulang-tahunku yang tampak kental di matanya.

Mengerti maksud dari tatapan Yui, Ryoichi tertawa kecil. "Aku hanya berharap kalau ulang tahunmu adalah hari Sabtu, jadi aku tak perlu pergi ke pesta itu," tuturnya.

"Memang sebegitu bencinya kau dengan pesta-pesta seperti itu sampai-sampai kau harus memanfaatkan ulang tahunku?" tanya Yui.

"Yah, begitulah," jawab Ryoichi pendek, sambil terkekeh dan mengangkat bahunya sedikit.

"Ah, maaf. Tak seharusnya aku menanyakan masalah pribadimu," kata Yui, baru sadar atas apa yang ia tanyakan.

Ryoichi menggeleng. "Tidak perlu minta maaf. Aku justru senang kalau kau mau bertanya tentangku. Semua orang selalu menjaga jarak denganku karena tahu statusku. Aku tak mau kalau kau sampai seperti mereka juga." Untuk sesaat, terasa aura kesedihan memancar dari matanya. "Pesta-pesta seperti itu selalu sama—setiap pemimpin dari perusahaan akan mengobrol tentang seberapa kayanya mereka, kemudian mereka akan saling mengenalkan putra putri mereka, membanggakannya, kemudian jika ada keuntungan yang terlihat, mereka akan saling menjodohkannya. Selalu seperti itu. Dan aku sangat benci akan hal itu."

Yui tertegun, namun beberapa saat kemudian ia tersenyum. "Tenang saja, aku kan asisten pribadimu. Aku tak akan memperlakukanmu seperti orang lain memperlakukanmu," ujar Yui.

I Hate YouWhere stories live. Discover now