Part 22

88.6K 3.8K 43
                                    



Vote dulu sebelum baca!!!

----

Evelyn's

Aku sudah sangat tidak sabar dengan pernikahan ku yang akan dilaksanakan tepat tiga minggu lagi. Semuanya sudah dipersiapkan, seperti gaun pernikahan, gedung, dekorasi, catering, undangan yang sedang dibuat, dan lain-lainnya. Semuanya sengaja diadakan dengan cepat agar tidak ada lagi penghalang yang bisa mengacaukan pernikahan ku dengan pak Nathan. Semoga saja, semuanya berjalan lancar sampai hari H.

Oh ya, pak Nathan juga sudah membeli rumah untuk kami yang masih satu komplek dengan rumah kedua orang tua ku. Katanya, agar aku bisa datang ke rumah orang tua ku kapanpun, dan aku sangat menyukai dirinya yang begitu pengertian. Pak Nathan sudah memikirkan bagaimana orang tua ku yang akan sangat kesepian setelah aku menikah, mengingat aku hanyalah anak semata wayang mereka. Orang tua ku juga senang dengan kabar mengenai rumah baru kami—aku dan pak Nathan yang masih satu wilayah dengan rumah mereka. Setidaknya, hanya terpisah dua blok.

Memikirkan pak Nathan, mendadak aku jadi rindu dengannya. Malam-malam seperti ini, dia sedang apa ya?. Aku melirik jam dinding yang terpasang di kamar ku.

Pukul 23.00

Ah, pasti dia sudah tidur. Karena, jadwal tidur rutinnya pak Nathan itu biasanya jam 9 malam. Berbeda dengan ku, yang bisa tidur kapanpun semau ku. Tetapi, semakin hari pernikahan ku dekat, aku makin sulit untuk tidur karena terlalu bahagia memikirkannya. Ditambah, orang tua ku sedang pergi ke Singapura untuk menemui dan mengundang adik Ibu—tante ku yang kebetulan menetap di sana.

Aku lumayan penakut juga karena saat ini aku sendirian di rumah. Apalagi, pada malam-malam sebelumnya Leo mengajak ku nonton film horror di bioskop, dan hantu-hantu menyeramkan selalu terlintas dipikiran ku setelah menonton film tersebut. Leo sialan!.

Tok!Tok!Tok!

Eh? Seperti ada yang mengetuk pintu rumah, tetapi keras sekali! Seperti seseorang yang sedang menagih hutang. Ah, biarin aja, nanti juga pergi sendiri, siapa tahu orang iseng.

Tok!Tok!Tok!

Ya ampun, dia mengetuk pintu lagi!. Bagaimana kalau yang di depan pintu itu maling atau perampok?. Ah, tapi kalau maling atau perampok pasti masuk diam-diam, nggak mungkin mengetuk pintu dulu lalu bilang 'Permisi, saya mau mencuri barang, boleh ya?'.

Tok!Tok!Tok!

Argh! Dari pada aku mati penasaran menerka-nerka siapa yang datang, lebih baik aku bukakan pintunya. Setelah meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja, aku segera keluar dari kamar dan tak lupa mengambil stick golf milik ayah yang ada di dekat tangga, untuk berjaga-jaga.

Aku mengintip dulu dari jendela, dan terlihat paras punggung seorang lelaki bertubuh tinggi dan kekar sedang mengetuk pintu. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena pria itu tampak menunduk. Aku semakin memegang erat stick golf, jantung ku berdetak cepat karena takut.

Segera aku buka pintu, dan...ya ampun, DARREL?!.

"Darrel?!" pekik ku lalu menjatuhkan stick golf yang sedang ku pegang.

Tiba-tiba dia tersenyum dengan mata yang terlihat sayu. Tiba-tiba ia langsung memeluk tubuh ku. Bau alcohol sangat tercium dari tubuhnya.

"Evelyn...jangan tinggalin aku..." gumamnya sambil memeluk ku semakin erat dan kurasakan pundak ku basah dan tubuhnya bergetar. Ya ampun, dia menangis!.

Aku membopohnya untuk masuk ke dalam rumah, lalu mengunci pintu. Sepertinya, Darrel sudah benar-benar tidak sadar dengan dirinya saat ini. Ia terus menggumamkan nama ku dan berkata bahwa aku tidak boleh meninggalkannya. Aku jadi merasa sangat-sangat bersalah pada Darrel, tapi bagaimana lagi?.

Cute Student that I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang