Part 8: The Real Identity

2.1K 296 47
                                    

Roy mengerang. Sekujur tubuhnya terasa sakit, terutama bagian kepala dan punggung. Perlahan, tangannya menyentuh keningnya. Seperti ada cairan yang lengket di sana. Dari baunya dia sudah tahu.

Darah.

Entah dimana dia sekarang. Mungkin ini gudang arsip bawah tanah, pikirnya. Dia merentangkan tangan ke depan. Mencoba berjalan sambil meraba-raba dinding. Srak! Tak sengaja dia menginjak sesuatu yang berbunyi seperti kertas robek. Roy tak ambil pusing dan terus berjalan sambil meraba.

Tak sampai 10 menit, akhirnya dia menemukan saklar lampu. Cklek! Begitu dinyalakan, ruangan langsung terang benderang. Begitu pula dengan mata Roy yang mencoba membiasakan diri dan perlahan mulai menyadari satu hal:

Selama ini, rubah hitam ada di kepolisian.

Cepat-cepat, dia merogoh kantongnya, mengambil ponsel dan menelepon nomor Erick. Untungnya, Erick langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Ini Erick."

"Erick, dengar! Ini hal yang penting!"

"Apa itu? Aku sudah menunggumu hampir dua jam di ruangan dan kau masih belum juga kembali dari ruang arsip. Memangnya kau kemana?"

"Rubah hitam ada di kepolisian! Dia ada di kantor ini dan dia adalah--"

Duak!

Biiipp.... Biiipp....

Telepon langsung terputus. Roy memegangi perutnya yang ditinju barusan. Ponselnya terlempar ke sisi lain. Buk! Sekali lagi, dia ditinju. Kali ini di bagian dada yang membuatnya memuntahkan darah.

Anthony berdiri di depannya. Matanya tak lagi beriris hijau muda melainkan ungu terang. Mata itu menatap Roy dengan tatapan sedingin gletser.

"Kenapa kau hanya membunuh orang-orang dari fraksi partai 13?" tanya Roy, masih dengan tangan yang memegangi perutnya.

Anthony menghela napas. "Alasannya mudah, mereka menghabisi keluargaku."

"Kau ... siapa?"

Anthony berjongkok di samping Roy. "Kau belum tau?" tanyanya, "aku adalah keturunan terakhir keluarga Wiran."

*****

Erick mengerutkan keningnya dalam-dalam begitu panggilan Roy berakhir. Kalau si 'Rubah' itu ada di sini, mengapa dia tak menyadarinya? Orang dengan iris mata berwarna ungu terang pasti akan menjadi pembicaraan karena ungu adalah warna khas keluarga Wiran.

Kecuali kalau orang itu menyamar, maka semuanya menjadi jelas.

Kepalanya tersentak begitu seseorang menepuk bahunya. Erick menoleh dan mendapati James tengah berdiri.

"Ada apa?" tanya Erick.

James menelengkan kepala ke arah pintu. Seorang pria berdiri di sana sambil tersenyum. Perawakannya tinggi besar. Poni rambut yang berwarna hitam menutupi separuh wajah, menyisakan bola mata bernetra hijau.

"Kau Anthony dari ruang arsip kan?" tanya Erick.

Anthony mengangguk. "Panggil saja Tony, Pak Erick," balasnya, "maaf, sebenarnya saya mencari Roy. Katanya mau ambil berkas tapi sudah lama saya tunggu malah gak datang-datang."

Erick, James, dan Andi terperanjat. Ketiganya saling menatap dan James angkat suara.

"Apakah dia pergi ke suatu tempat?"

Tony mengangguk. "Dia  pergi ke Bank Reksa yang ada di jalan Soetoyo, distrik 7. Katanya sih ada urusan penting sama seseorang," jawabnya, "memang ada apa?"

A Black Fox (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang