pain

33.1K 288 12
                                    

Semenjak kepulanganku dari rumahsakit, aku tidak pernah  bertemu choki lagi, dia menghilang lagi, dia memang hantu buatku, datang semaunya dan pergi seenaknya. Apalagi dewa, entah dimana dia sekarang, dia sudah tidak pernah menghubungiku lagi saat dia tau bahwa aku sedang hamil. Mungkin mereka takut aku akan minta pertanggung jawabannya. Aku tidak sudi menikah dengan orang yang hanya mempermainkanku. Hidupku kini terasa kosong, aku sering melamun dan merenung apa yang harus kulakukan sekarang. Kegiatanku kuhabiskan hanya dengan memandangi jendela kamarku, aku sudah tidak lagi bekerja karena malu dan bos ku terpaksa memberhentikanku karena di tempat kerja pun aku hanya diam mematung.

Siang ini aku bertemu rega disebuah cafe, selama ini rega sering meneleponku dan sms denganku, aku ceritakan semua kejadian yang telah menimpaku, dan ternyata rega adalah seorang perwira tentara, dia juga membantuku mencari siapa yang telah memperkosaku malam itu, sebenarnya aku tidak berani mengatakan ini semua, tapi aku tidak tahu harus berbuat apa selain mencari bantuan rega yang selama ini sudah menemaniku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk menggugurkan kandunganku. Rega yang seorang aparat memiliki banyak informasi mengenai tempat aborsi, awalnya dia tidak mau membantuku, dia sempat memarahiku tapi aku sudah bertekad untuk membuang janin ini. Lalu rega memberikan sebuah alamat padaku, dan sebuah amplop coklat berisikan uang. Dia bercerita bahwa temannya pernah menggugurkan kandungannya di alamat tersebut, maka dari itu dia yakin memberikan alamat itu padaku, dengan syarat rega yang akan menemaniku ke alamat itu.

***

Aku pergi menuju ke sebuah kampung di pinggiran kota di jawabarat. Ku cari alamat yang aku dapat dari rega, bis yang kunaiki berjalan menuju perbukitan dan diturunkannya aku di sebuah pertigaan jalan yang terlihat ada beberapa tukang ojek di pinggir jalan itu.

“mang, kalo kampung ciasih dimana?” tanyaku ke pada salah seorang tukang ojek tersebut.

“masih jauh neng, ke atas sana.” Tukang ojek tersebut menunjuk ke arah jalan yang menanjak di depan kami.

“oh, bisa anter saya mang kesana?”tanyaku dengan pasti.

“boleh neng, sok naik neng, mang anter kesana.”

Aku mulai menyusuri jalan yang menanjak dengan ojek tadi, kiri dan kanan jalan berjejer hamparan sawah dan mulai menyusuri bukit dengan sedikit rumah.

“emang mau ke siapa neng?”tanya tukang ojek.

“mau ke tempatnya mak irah, mang tau tempatnya?” jawabku.

“oh mak irah? Ya tau atuh neng, saya sering nganter orang ke mak irah, kebanyakan ya kaya neng ini, tapi kok neng sendirian? Pacarnya mana?” tanya tukang ojek tersebut, seperti sudah tau tujuan ku kemari untuk apa. Tapi aku hanya diam tak menjawabnya.

Jalanan mulai sepi menuju kampung yang terlihat masih asri dan hijau. Udaranya sejuk sekali, dan terlihat sebuah rumah dengan bangunan mewah berada di ujung jalan. Sangat kontras dengan keadaan rumah yang lain hanya dibangun dengan bangunan setengah permanen.

“itu rumah mak irah.” Tunjuk tukang ojek tadi

“oh yang gede itu mang? Mang bisa nungguin saya gak, takutnya nanti saya pulang ga ada kendaraan yang lewat sini.” Jawabku.

“oh oke siap neng, saya tunggu disini aja neng, udah biasa saya mah.”

Aku menuju rumah yang ditunjukkan tadi, rumahnya terlihat mewah dengan bangunan tinggi 2 lantai, menurutku ini jauh dari mewah mengingat warga sekitar yang rumahnya hanya dari kayu.

“assalamualaikum..permisi.” aku mengetuk pintu rumah itu.

“walaikumsalam, cari siapa ya neng.” Seorang wanita paruh baya keluar

dosaWhere stories live. Discover now